Let Me

Let Me

Satu

Seorang siswi SMA PANDAWA tengah duduk disebuah kursi panjang di taman sekolah. Paras cantiknya tertutup buku yang sengaja ia tangkupkan untuk menutup wajahnya dari sinar matahari sore yang menyilaukan. Ditelinganya terpasang air pods. Kulit putihnya ia biarkan diterpa angin. Ia terlihat tenang. Sangat tenang. Mungkin ia tertidur sembari menunggu kedua sahabatnya yang tengah sibuk dengan urusannya masing-masing.

Derap langkah terdengar semakin mendekat. Seorang berhenti didekat kursi panjang yang tengah diduduki sang gadis. Lama tak bergerak dan tak bersuara. Hingga pada akhirnya sang gadis lah yang berinisiatif mengambil tindakan. Dia Kaynuna.

"Nggak capek berdiri terus?" Tanya Kay. Tangannya bergerak mengambil buku yang tadi menutupi wajahnya, melepas air pods dari telinganya, kemudian membenarkan posisi duduknya.

Seorang tersebut terkekeh kecil kemudian duduk disebelah Kay. Dia Galih.

"Gue takut ganggu tidur lo, Kay."

"Gue bahkan nggak bisa merem makanya gue tutup pakai buku, biar nggak silau." Mereka kembali terkekeh bersama.

Setelahnya terjadi keheningan beberapa detik. Hanya desau angin yang dapat terdengar.

"Gilang mana?" Tanya Kay menggerakkan tubuhnya agar menghadap pada lawan bicaranya.

"Masih latihan. Mungkin sebentar lagi selesai." Jelas Galih. Kay mengangguk saja.

"Lo nggak bosan tiap kali nungguin kita disini?" Tanya Galih.

Kaynuna menggeleng. "Tanpa sadar ini malah jadi tempat favorit gue, Gal."

Kaynuna dan Galih kemudian tertawa bersama.

"Lagian kenapa sih lo nggak masuk ke salah satu ekskul aja? Biar lo ada kegiatan sendiri sembari nunggu kita." Bukan hanya kali ini Galih menyarankan hal ini, namun Kay tetap tak berminat, menolaknya mentah-mentah.

"Gue nggak suka keadaan ramai, Gal. Gua nggak suka kebisingan."

"Kan nggak semua ekskul keadaannya ramai dan bising. Lo bisa milih yang sesuai sama lo."

"Nggak ada yang sesuai sama gue, Gal. Mending gue disini baca buku sambil pakai penutup telinga." Kata Kay sambil memainkan air pods yang ada diatas buku dipangkunya.

"Itu lo suka musik. Kenapa nggak gabung sama kita aja di band?"

"Gue nggak suka musik." Tukas Kaynuna.

"Bukannya lo selalu pakai air pods kemana-mana?"

"Bukan berarti gue suka musik."

"Terus? Lo mau bilang lo lagi dengerin materi pelajaran bahasa asing dari handphone lo."

Kay menggelengkan kepala. "Nih, coba dengerin."

Galih meraih satu air pods yang diberikan Kay lalu memasangnya pada satu telinganya.

Galih mengerutkan dahi, bingung.

"Kok nggak ada suaranya? Coba kerasin volumenya. Apa gue yang tuli?"

"Bukan lo yang tuli, ini emang nggak ada suaranya."

"Jadi selama ini lo selalu pasang air pods di kuping lo tapi sebenarnya nggak dengerin apapun?" Galih masih merasa sangat heran.

Kay menghela napas. "Kadang kita lebih baik nggak dengar apa-apa yang bukan menjadi urusan kita, dari pada harus ikut menanggung beban atas apa yang sudah kita dengar."

Galih berdecak kagum mendengar kalimat bijak dari mulut Kay. Dia benar-benar Kaynuna kah?

"Lagian gue udah pakai air pods aja masih bisa kedengaran isi otak lo, apalagi kalau nggak pakai, mungkin gue bisa dengar detak jantung lo." Kata Kay terdengar sangat serius.

"Lo-lo se-serius, Kay?" Kata galih terbata.

Bukannya menjawab Kay malah tertawa. "Lo pikir gue cenayang yang bisa baca pikiran orang?"

"Sial! Gue dibodohi!" Gerutu Galih yang terlihat sangat kesal.

"Kay!" Seru seorang yang tengah mendekat ke tempat Galih dan Kay berada.

Seorang itu berdiri disebelah Kay dengan bibir terangkat membentuk sebuah senyum.

"Kenapa Kay doang yang disapa?" Ketus Galih.

"Cieee... Kalau lagi cemburu bang Galih sangat menggemaskan." Balasnya sambil mengalungkan tangannya pada pundak Kay.

"Najis!" Ketus Galih bergidik ngeri.

"Jangan rangkul-rangkul gue! Lo berkeringat, Gilang!" Seru Kaynuna menatap tajam pada Gilang.

"Cowok kalau berkeringat itu seksi loh, Kay."

"Terserah! Lo bau!" Ketus Kay yang kemudian beranjak dari kursi meninggalkan tempat. Tak lama kemudian Galih menyusul Kay dengan sebuah senyum mengejek diarahkan pada Gilang sebelum dia benar-benar pergi.

Sedangkan Gilang masih sibuk menciumi badannya sendiri yang masih mengenakan seragam basket, memastikan kebenaran dari kata-kata Kay. "Masa sih gue bau?"

*****

"Kay." Panggil Galih. Mereka tengah berjalan menuju parkiran. Sedangkan Gilang tertinggal beberapa langkah dibelakang karena memang tadi Kay dan Galih pergi lebih dulu ketika Gilang memastikan bau badannya sendiri.

"Hm." Balas Kay malas.

"Lo pernah kepikiran untuk jatuh cinta sama sahabat lo nggak?" Tanya Galih iseng-iseng berhadiah.

"Maksudnya lo pengin gue jatuh cinta sama lo, gitu?" Sarkas Kay.

"Ya kali aja. Atau mungkin sama Gilang gitu?"

"Apa lo belum puas lihat gue ditindas karena sahabatan sama kalian? Masih pengin lihat gue dibantai sama mereka karena berani suka sama salah satu dari kalian? Gue bukan orang yang cukup sabar untuk menghadapi crazy fans kalian." Tukas Kay penuh nada sinis.

Kemudian Kay menaiki motornya.

"Nggak usah galak-galak gitu juga kali, Mbak, gue kan cuma nanya. Ngomong-ngomong lo kalau lagi marah gini tambah cantik loh, Kay." Goda Galih namun sama sekali tak mempan pada Kay. Lalu Galih ikut menaiki motornya.

"Sial!" Umpat Gilang setibanya di parkiran.

Kay menghentikan aktivitasnya yang hendak memasang helm di kepalanya.

Melihat Gilang yang berjongkok di sebelah motornya membuat Kay dan Galih saling melempar tanya lewat mata mereka yang saling menatap.

"Kenapa lo?" Tanya Galih yang juga mewakili isi kepala Kay.

"Ban gue kempes." Balas Gilang seraya berdiri. Ia menepuk-nepuk telapak tangannya bermaksud menghilangkan kotoran yang menempel ketika ia memeriksa ban motornya tadi.

Gilang meraih ponselnya lalu ia mengirimkan sebuah pesan singkat pada bengkel langganannya untuk mengurus motornya. Tak lama setelah itu ia mendekati Kay dengan cengiran licik dari bibirnya.

"Gue nebeng ya, Kay." Gilang memohon sambil mengedip-ngedipkan matanya seperti seekor anak kucing yang meminta diberi makan.

"Nggak!" Tolak Kay cepat.

"Lo sama Galih aja." Tambah Kay lagi.

"Galih nggak searah sama gue. Kan elo yang satu arah sama gue, satu jalan, satu tujuan, yaitu ke pelaminan." Gilang terkikik sendiri dengan kalimat yang baru saja ia lontarkan.

Tak tinggal diam, Galih juga ikut terkekeh sambil menggeleng kecil mendapati tingkah satu sahabatnya yang sangat suka menggoda Kay itu. Pada saat-saat tertentu pemandangan itu bisa menjadi mood booster bagi Galih.

"Kalau nggak mau sama Galih mending lo pesan ojek online aja sana." Kata Kay.

"HP gue mati, kehabisan daya." Kata Gilang memamerkan ponselnya yang memang benar mati.

Kay menghela napas sambil memutar bola mata malas. "Cepat naik atau gue tinggal."

"No no no! Masa seorang Gilang di boncengin sama cewek, nggak-nggak." Protes Gilang.

"Kalau nggak mau di bonceng cewek ya udah sama Galih aja sana." Tukas Kay.

"Nggak mau! Asal lo tahu, gue masih normal, nggak doyan sesama jenis."

Pada akhirnya Kay mengalah. Ia turun dari motornya dan membiarkan Gilang menempati tempatnya lalu ia naik ke belakang Gilang sambil mengumpati Gilang.

"Lo bawel!"

*****

Terpopuler

Comments

Ummu Sakha Khalifatul Ulum

Ummu Sakha Khalifatul Ulum

bagus

2020-12-16

0

nisrina alifia 16

nisrina alifia 16

bagus semangat ya thor 😉

2020-12-01

0

Meli_Melati

Meli_Melati


hallo kakak yang ganteng and cantik jangan lupa y buat mampir di karya aku yang judulnya " Bersama Denganmu menuju pelaminan "

2020-05-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!