Kay memberikan sebotol air mineral pada Gilang yang tengah menyeka keringatnya.
Setelah kelas bubar tadi Kay langsung menuju kantin untuk membeli air mineral kemudian menuju halaman belakang tempat Gilang dihukum.
"Nggak capek berulah terus? Gue yang lihat aja capek." Ucap Kay tajam pada Gilang yang tengah duduk di rerumputan.
"Gue bukan Galih. Gue nggak bisa se-disiplin dia."
"Bukan berarti lo bisa nggak taat aturan!" Kata Kay melengking ditelinga Gilang. Namun Gilang tak ambil pusing. Dia memilih mengangkat bahu seolah masa bodoh.
Kay merasa heran dengan sikap Gilang yang sekarang. Dulu dia sering mengganggunya namun ia tak semalas ini. Malah dia tak suka menunda tugas. Tapi mengapa sekarang berbeda? Gilang terkesan nakal dan cuek.
Kay membuang napas kasar, kemudian ikut duduk disebelah Gilang. Tatapannya lurus pada area tak jauh dari pandangannya. Disana terdapat banyak murid mengenakan pakaian putih dengan berbagai warna sabuk di pinggang masing-masing.
Gilang ikut memandang pada arah yang sama dengan Kay. "Kenapa lo nggak gabung di tim bela diri lagi?" Tanya Gilang yang sampai sekarang masih belum mengerti arah pikiran sahabatnya ini yang tiba-tiba menjadi tidak tertarik pada apapun - setelah kejadian dua tahun lalu.
"Nggak tertarik." Balas Kaynuna datar.
"Kay"
"Apa?"
"Kenapa lo bisa jadi kayak gini, sih? Gue nggak suka Kaynuna yang berdarah dingin. Gue kangen Kaynuna yang cuek tapi hangat. Nggak sedingin bukit salju kayak gini."
"Seorang pasti akan mengalami sebuah perubahan dalam hidupnya. Dan perubahan itu terjadi karena suatu hal pemicu. Jadi tolong jangan pernah mengharapkan gue yang dulu yang gampang mereka injak-injak."
Gilang merinding mendengar kalimat Kay. Ini tentu saja bukan yang pertama kalinya Kay mengucapkan kata-kata seram. Tapi sesering apapun itu Gilang tetap merasakan bulu kuduknya berdiri ketika mendengar kalimat Kay yang semacam itu.
"Lo bisa kayak gitu juga karena kita, Kay. Seharusnya lo salain kita aja, jangan malah memaksa diri lo jadi seperti ini." Kata Gilang dengan pandangan menerawang pada kejauhan.
"Kalau lo udah selesai langsung ke parkiran aja. Galih masih beresin barang-barang lo yang nggak berguna." Sarkas Kay yang kemudian pergi begitu saja.
Melihat kepergian Kay, Gilang memejamkan matanya kuat-kuat. Ia membujuk dirinya agar tetap terkontrol.
"Gue segera kesana!" Seru Gilang yang seolah akan terdengar oleh Kay, padahal kenyataannya Kay sudah hilang dari pandangan sejak beberapa menit lalu.
*****
"Lo siput atau keong, sih? Jalan dari belakang ke parkiran aja lama banget." Kata Galih ketus setibanya Gilang di area parkir.
Galih menyerahkan tas Gilang pada pemiliknya.
"Kay mana?" Tanya Gilang tak mengindahkan omelan Galih. Dia celingukan.
"Udah pulang." Ketus Galih dan detik berikutnya motor Galih sudah meninggalkan area parkir.
Tanpa berpikir lama, Gilang segera menyusul kedua sahabatnya yang sudah lebih dulu pergi. Gilang sendiri tak tahu kemana ia akan pergi setelah ini. Seingatnya hari ini tak ada janji nongkrong bareng sahabat-sahabatnya jadi Gilang tak perlu mengejar mereka, bukan?
Gilang melajukan motornya dengan tujuan tak pasti. Sore hari ini Gilang mengendarai motornya dengan perasaan bimbang. Entah apa yang membuat Gilang ragu, yang pasti perasaannya sedang tidak pasti.
*****
Kay mengendarai motornya dengan kecepatan standar, tak sekencang biasanya. Entah mengapa pertanyaan Gilang tadi mampu membuat keyakinannya yang beberapa tahun ini sudah dibangun sangat kokoh tiba-tiba seperti ada sedikit retakan disana. Selama dua tahun terakhir susah payah Kay membangun jati diri yang seperti sekarang ini, namun akankah sekarang dapat goyah begitu saja?
Kata-kata Gilang terus memenuhi kepalanya.
Kay mengingat kembali bagaimana dirinya sebelum kejadian dua tahun lalu. Memang benar sedari dulu dirinya sudah cuek namun masih berperasaan hangat dan berperikemanusiaan. Meskipun tidak banyak tapi Kay masih akan peduli pada sekitarnya. Berbeda jauh dengan sekarang.
Kaynuna yang sekarang adalah Kaynuna yang tak hanya cuek, tapi juga berdarah dingin seperti yang dikatakan Gilang.
Kay pernah merasakan berada dalam kondisi dimana separuh dunia sedang memusuhinya namun separuh dunia yang lain tidak berniat membantunya, melainkan hanya berkenan menjadi penonton. Dalam waktu yang tidak sedikit Kaynuna hanya berdiam diri dalam masa itu namun tak ada itikad baik sedikitpun dari mereka. Maka hingga kesabarannya telah habis, terlahir lah Kaynuna yang tak berperasaan.
Sama sekali tak ada niatan untuk balas dendam mengenai kejadian dua tahun lalu. Asalkan tidak dianggap remeh itu sudah cukup bagi Kay, namun siapa sangka keadaan berbalik sempurna seolah Dewi Fortuna berada di pihaknya. Kini tak ada lagi yang berani menyentuh Kay barang seujung kuku pun.
Di sisi lain Kay sendiri kini tak pernah lagi mau ikut campur urusan orang lain. Bahkan bisa dikatakan Kaynuna yang sekarang adalah Kaynuna yang tak butuh siapapun selain diri sendiri.
Siapa yang betah dengan sikap dinginnya kecuali Galih dan Gilang. Itu saja Gilang masih sering mengeluh.
Jika bukan karena terpaksa, kemungkinan Riani juga tidak mau duduk satu meja dengan Kay. Sejak kelas dua sekolah menengah atas hingga sekarang, sudah hampir empat semester Riani selalu menjadi teman sebangku Kay. Dan untuk menghargai keberanian itu Kaynuna tentu saja memberikan hak spesial padanya. Namun tetap dalam batas yang ditentukan.
Tiin tiin tiiiiin!!
Suara nyaring klakson mobil membuat Kay terbangun dari lamunannya. Kay nyaris menabrakkan motornya pada sebuah mobil Alphard yang melaju berlawanan arah dengannya. Sontak ia membanting laju motornya, memberhentikan motornya ditepi jalan sebelum dirinya turun untuk meminta maaf pada pengendara mobil tadi.
Kay menghampiri mobil Alphard tadi yang ternyata juga berhenti di tepi seberang. Dari jauh Kay sudah siap untuk dimaki melihat bagaimana garang penampilan sang pengemudi Alphard yang sudah menurunkan kaca mobilnya.
Kay terus mendekat sambil menunduk.
"Saya benar-benar minta maaf, pak. Saya teledor, saya mohon bapak berlapang dada memaafkan kesalahan saya." Kay memohon dengan tulus.
Dalam hati ia ketar-ketir bagaimana jika bapak itu tak mau memaafkannya melainkan akan meminta ganti rugi dengan sejumlah uang yang cukup besar dan dia tidak bisa membayarnya. Bagaimana ia akan keluar dari situasi semacam itu.
Namun semua kekhawatiran Kaynuna hilang ketika sang bapak berkata dengan suara bersahabat. "Nak, kalau sedang banyak pikiran jangan mengendari kendaraan sendiri. Bukan hanya kamu yang akan celaka, pengendara lain juga bisa kamu celakai."
Sontak Kay mendongak. Ia tak menyangka sang bapak akan bersikap lembut padanya mengingat bagaimana garang penampilannya.
"Maaf pak, saya benar-benar minta maaf. Saya nggak akan ulangi lagi. Maaf pak, mohon maafkan saya." Kay menyatukan kedua tangannya dan memohon pengampunan pada si bapak.
"Untung ini mobil saya sendiri. Ada apa-apa saya bisa tangani sendiri. Lain lagi kalau ini mobil bos saya, kamu akan saya mintai ganti rugi." Tutur sang bapak. Kay baru menyadari bahwa mobil tersebut sedikit keluar jalur hingga menyerempet pohon.
"Bapak mau saya ganti rugi? Saya akan telpon orang tua saya pak. Saya akan tanggung jawab atas perbuatan saya." Kata Kay panik.
Bapak itu menggeleng. "Nggak perlu, nak. Sekarang kamu istirahat saja dulu sampai kamu tenang baru mengendarai motormu lagi. Saya akan pergi dulu."
"Ma-makasih pak. Sekali lagi saya minta maaf sebesar-besarnya."
Hanya mengangguk tanpa suara, mobil Alphard itu kemudian melaju meninggalkan Kay yang terpaku.
Kay kembali menuju motornya setelah beberapa saat bangun dari lamunannya.
Kay tahu dirinya masih belum tenang untuk berkendara, maka ia memilih mencari penjual minuman disekitar sana untuk meredakan pikirannya yang hampir terbakar.
Tanpa sadar ia memasuki sebuah kafe yang biasa dia gunakan untuk nongkrong dengan kedua sahabatnya.
Ia memesan ice latte, lalu mengambil duduk disalah satu meja kosong setelah mendapatkan pesanannya.
Hanya berbeda beberapa detik antara Kay dan kedatangan kedua sahabatnya. Tanpa direncana, Galih, Gilang dan Kayn kini duduk satu meja.
Galih melempar senyum, Kay pun membalasnya. Namun ketika Gilang melempar senyumnya, Kay secara terang-terangan membuang muka darinya.
"Kok beda? Dia disenyumin kok gue enggak?" Protes Gilang.
"Gue sepet lihat lo!"
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
bidi imit :^
arghhh baper aq ny ><
2019-08-19
1
senja
eaaaa eaaaa, melayang dah
2019-08-12
1