Mendapatkan perlakukan Gilang, bukannya menciut Sabrina malah semakin kehilangan akal sehat. Dia meraba pipi Gilang, kemudian pada leher, dan berakhir menjentikkan jemarinya di dada Gilang dengan gaya nakalnya.
"Gue tahu lo akan menyukai ini. Eat me, babe."
Dengan tumpuan dua tangan kekarnya Gilang masih mengambangi tubuh Sabrina dengan ekspresi tak terbaca.
Melihat keterdiaman Gilang, Sabrina mengambil inisiatif menekan tengkuk Gilang mendekati wajahnya. Sabrina berusaha menyatukan bibir mereka dengan gerakan pasti. Di sisi lain Gilang tak menolak. Hal itu membuat Sabrina seperti memiliki kesempatan.
Namun sebelum kedua bibir itu menyatu, lebih dulu Gilang menampar Sabrina dengan cukup keras.
Plak!
Tamparan Gilang tak bisa dikatakan pelan. Terlihat bagaimana Sabrina sedikit terlempar kesamping.
Tentu saja Gilang bisa saja kehilangan kendali tatkala dia disuguhkan dengan seorang gadis cantik yang molek, kulitnya seputih susu hasil perawatan rutin, terutama bagian dua gundukan yang menonjol di dada gadis itu sudah terekspos begitu saja.
Namun sebelum Gilang melakukan hal diluar kendali, maka ia kembali memegang kendali atas dirinya sendiri. Dia melempar dirinya sendiri pada kenyataan bahwa sebenarnya,
"Lo menjijikan!" Gilang begitu geram, terlihat jelas dari gigi-giginya yang gemertak.
"Gue emang menjijikan tapi lo juga bukan manusia suci!" Sabrina mengesampingkan rasa perih serta panas di pipinya.
Gilang menyorot tajam pada Sabrina tanpa kata.
"Kira-kira apa komentar para fans lo ketika tahu lo dan Martha pernah tidur satu ranjang?" Bisa dikatakan Sabrina sedang mengancam.
Gilang terpelonjat. Dia sama sekali tak mengira akan ada seseorang yang tahu tentang kejadian malam itu. Malam saat ia mengantarkan Martha pulang kerumahnya ketika hujan begitu lebat.
Alih-alih bertanya dari mana Sabrina mendapatkan informasi tersebut, yang keluar dari mulut Gilang hanya tiga kata "Gue nggak peduli!" Dan kemudian pergi meninggalkan ruangan yang mungkin akan sangat ia hindari untuk kedepannya.
Bohong jika Gilang tak peduli jika informasi itu akan sampai ditelinga publik. Jauh di lubuk hatinya ia masih belum bisa memaafkan diri sendiri atas kejadian itu.
Jujur Gilang tak melakukan apapun pada Martha malam hari itu. Kejadian itu terekam jelas dalam ingatannya. Malam itu Gilang sama sekali tak meminum alkohol barang satu tetespun ketika menghadiri pesta ulang tahun Lukas.
Malam itu Lukas mengadakan perayaan ulang tahunnya dengan mewah seperti tiap tahunnya.
Malam itu Gilang datang sedikit terlambat karena terhalang beberapa urusan. Gilang masuk ke area pesta dan duduk disalah satu kursi pada meja yang kosong. Ia hendak meraih ponselnya untuk menghubungi Galih untuk menanyakan keberadaannya, namun ia batalkan ketika melihat seorang Martha sedang sempoyongan serta beberapa cowok disekitar Martha yang terlihat buas. Maka tanpa pikir panjang Gilang menghampiri mereka.
Tak sulit mencerna keadaan disana, Gilang tahu bahwa Martha telah dijebak. Gilang langsung meninjau empat cowok disana tanpa ampun. Setelahnya Gilang merangkul Martha dan mengajaknya keluar dari sana.
Gilang buru-buru menanyakan alamat rumah Martha dan segera mengantarnya kesana setelah mendapatkan alamatnya.
Sial sekali karena malam itu hujan deras. Namun Gilang tak mengurungkan niatnya, dia menerobos hujan dengan motornya. Mengendarai dengan kecepatan penuh, satu tangan Gilang ia gunakan untuk menangkup tangan Martha yang melingkar diperutnya.
Sampai dirumah Martha, Martha sudah sedikit lebih baik setelah tersiram derasnya hujan. Gilang meminta Martha untuk mandi air hangat dan mengganti bajunya yang basah sedangkan Gilang beralih pada ruang dapur untuk membuatkan teh hangat.
Gilang sempat melepas kaus yang ia kenakan karena kausnya telah basah kuyup. Kalau tidak dilepas bisa membuat Gilang masuk angin.
Selesai mandi,Martha masih merasakan pusing. Gilang membiarkan Martha berbaring ditempat tidurnya.
Gilang sama sekali tak ada niat untuk mengambil keuntungan sekecil apapun dari situasi ini. Namun sialnya lagi, ketika Gilang sudah memutuskan untuk pergi dari rumah itu, tiba-tiba Martha menjerit kemudian menggigil sambil menutup telinganya. Martha bilang ia takut pada petir dan meminta Gilang untuk tetap tinggal.
Sama sekali bukan keinginan Gilang, namun demi memenangkan Martha, Gilang ikut berbaring di kasur Martha yang cukup besar, tangannya ia pinjamkan sebagai bantal untuk Martha. Dan secara naluriah ia melingkarkan satu tangannya untuk memeluk Martha yang ketakutan, sampai tanpa sadar mereka tertidur.
Meski Gilang ingat dengan kesadaran penuh bahwa malam itu tak terjadi apa-apa, namun nyatanya sejak malam itu Gilang tak memiliki keberanian untuk sekedar berpapasan dengan Martha. Ia merasa malu pada dirinya sendiri, malu untuk menunjukkan diri didepan Martha.
Tak ada satu orang pun yang mengetahui detail malam itu. Hingga tiba-tiba Sabrina mengungkit masalah itu, membuat Gilang kembali dikelilingi rasa bersalah yang selama ini masih belum kunjung reda.
*****
Gilang berjalan ke parkiran dan mendapati Kay tengah menunggunya disana.
"Ini tas lo." Kata Kay.
"Galih?"
"Masih bertugas." Jawab Kay asal, namun Gilang tidak protes sama sekali.
"Kalau mau lo pulang dulu aja. Gue masih mau latihan." Kata Kay datar.
"Kayaknya ini bukan jadwal ekskul bela diri, deh."
"Kalau gue masih mau latihan diluar jam ekskul memangnya kenapa?" Sarkas Kay tajam. Gilang memilih tak membalas.
"Apa UKS masih akan jadi tempat pelarian lo dari kelas yang membosankan?" Tanya Kay tanpa ekspresi.
Gilang merasakan hawa tidak enak. Firasat nya berkata ada yang tidak benar.
Tanpa menunggu balasan dari lawan bicaranya Kay melangkah menjauh dari Gilang. Namun baru beberapa langkah Kay kembali berbicara tanpa membalikkan badan.
"Atau di ruang UKS ada kesenangan tersendiri?"
*****
"Atau di ruang UKS ada kesenangan tersendiri?"
Satu kalimat itu berhasil membuat Gilang hampir kehilangan napasnya. Hatinya sakit seperti baru saja dihantam benda tumpul.
"Nggak mungkin Kay lihat gue sama Sabrina tadi."
Berkali-kali Gilang berusaha meyakinkan dirinya sendiri, namun semakin dia berusaha menyangkal maka perasaannya akan ikut semakin kacau.
Gilang tak bisa hanya diam. Dia harus menjelaskan kebenarannya. Dia harus tahu maksud kalimat pedas Kay yang menghantam dirinya begitu kuat.
Maka Gilang memutuskan menyusul Kay setelah hampir lima belas menit ia berkecamuk dengan pikirannya di parkiran sekolah.
*****
Gilang berjalan memasuki area latihan yang Kay gunakan. Disana Kay sedang berlatih dengan samsak. Namun dibanding berlatih bisa lebih dikatakan Kay sedang mengeluarkan emosinya.
Gilang terus berjalan mendekati Kay namun Kay sendiri tak menyadari. Hingga pada akhirnya Gilang memasang dirinya sebagai samsak setelah sebelumnya samsak itu ia singkirkan ke samping.
Kalau saja Kay tak fokus bisa saja Gilang akan kena pukul tepat di wajahnya. Namun kepalan tangan Kay berhenti tepat satu centi meter didepan wajah Gilang. Kemudian kepalan itu turun dengan dihentakkan.
Kay mundur beberapa langkah dan berbalik membelakangi Gilang disana.
"Ck. Lo nggak bisa dibandingin sama samsak. Lo nggak takut gue tonjok dan muka lo jadi jelek?" Kemudian Kay duduk sambil mengelap keringatnya dengan tangan kosong.
Gilang menghampiri Kay dan membantunya mengelap keringat dengan sapu tangan miliknya, namun Kay menolak cepat.
"Gue bisa sendiri." Kata Kay setelah merebut sapu tangan milik Gilang.
Tanpa kata Gilang mengambil duduk disisi Kay.
"Kay," panggil Gilang, namun Kay sendiri tak berniat menyahut.
"Kalau suatu hari lo tahu rahasia kelam gue, lo tetap akan jadi Kaynuna gue nggak?" Lanjut Gilang.
"Tergantung." Balas Kay singkat.
"Mati dong kalau tergantung." Respon Gilang.
"Btw kalau gue mati lo akan seperti apa mengenang gue?" Lanjut Gilang lagi.
Tuk!
Gilang mendapat jitakan dikepalanya.
"Lo udah pengin mati? Lo nggak takut masuk neraka kalau lo mati sekarang?"
"Gue nggak akan pernah masuk neraka selama lo tetap jadi malaikat gue."
"Gue bukan malaikat seperti yang selalu lo bilang, Lang. Semua orang tahu gue adalah monster." Sarkas Kay.
"Gue nggak peduli apa kata orang, Kay. Yang gue tahu gue sayang sama lo, dulu ataupun sekarang."
Mendengar pengakuan Gilang, Kay sempat terkesiap. Namun tak lama kemudian dia sadar bahwa pernyataan barusan pasti hanya candaan mengingat bagaiman usilnya Gilang selama ini. Atau bisa diartikan sayang sebagai sahabat, benar kan?
Hampir lima menit mereka lalui dengan keheningan. Bahkan gerakan mereka pun terkunci. Persis layaknya manekin.
Sampai akhirnya Gilang ingat tujuan utama ia menyusul Kay kemari.
"Sabrina gadis gila!" Tutur Gilang sebisa mungkin menahan emosinya.
"Kenapa kalau dia gila? Ada hubungannya sama lo kah?"
Gilang tertawa masam. "Gue tahu lo lihat gue di UKS tadi."
Benar! Kay memang sempat akan menghampiri Gilang di UKS ketika Gilang tengah membanting tubuh Sabrina dan menekannya di bawahnya, dan dia juga melihat bagaimana Sabrina menarik tengkuk Gilang agar mendekat. Tak mau melihat sesuatu yang lebih menjijikan lagi maka Kay memilih pergi dari sana sebelum seseorang menyadari keberadaan.
"Iya memang." Balas Kay santai.
"Dan gue yakin lo nggak lihat secara keseluruhan."
"Yang benar saja! Apa gue harus menyaksikan perbuatan menjijikan semacam itu?" Ketus Kay.
"Itu sama sekali nggak seperti yang lo pikirkan, Kay!"
"Gue nggak perlu berpikir apapun karena mata gue udah melihat dengan jelas!"
"Hahaha.. miris! Gue pikir lo bisa percaya gue sedikit saja, tapi ternyata gue salah." Gilang bangkit dan berjongkok didepan Kay.
"Gue tahu Sabrina bakal ngelakuin hal yang aneh-aneh kalau gue tidur, makanya gue cuma pura-pura tidur. Dan benar Sabrina nyamperin gue dengan baju terbuka. Ck, gue sama sekali nggak tergoda sama cewek murahan yang menghalalkan segala cara untuk kepentingan pribadinya. Dia memang ada dibawah gue, tapi itu hanya untuk mempermudah gue nampar dia." Jelas Gilang tak peduli walau Kay tak mau mendengarnya sekalipun.
"Dia sempat mengancam gue sebelum gue keluar dari sana. Kalau suatu saat lo dengar mulut kotornya bicara tentang gue, percaya atau nggak itu urusan lo. Karena sekarang lo nggak percaya sama gue maka saat itu tiba gue yakin gue akan lo buang jauh-jauh."
Gilang mengambil tasnya dan segera beranjak.
"Gue duluan!"
Baru beberapa langkah Gilang berjalan, tiba-tiba ia membalikkan badannya.
"Kecoa, Kay, ada kecoa!" Seru Gilang histeris. Hal itu membuat Kay terpelonjat dan langsung berlari menghampiri Gilang.
"Mana kecoanya, Lang? Ada di badan gue ya, Lang? Burun ambil, Lang, buruan ambil!" Kay mengusap seluruh tubuhnya dengan panik.
"Gilang mana kecoanya!" Kay terus mengusap tubuhnya dan kepanikannya terus bertambah.
Namun ketika mendengar suara cekikikan, Kay langsung menghentikan aktivitasnya.
"Lo ngerjain gue, iya kan?" Kay mendelik pada Gilang.
"Gilang! Lo akan mati!"
Sebelum Kay menerkam dirinya, Gilang lebih dulu berlari menjauh.
"Siapa suruh lo nggak percaya sama gue? Itu balasan buat lo!" Dari kejauhan Gilang menjulurkan lidah.
"Gilang! Tunggu gue disana atau lo akan menyesal!
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
senja
padahal Arfan gak bener2 suka
2019-08-12
2