Kehebatan Arga

Menyelesaikan kegiatan dalam kamar mandi tanpa memberikan bumbu lain, Reno tak henti mengguyur kepala dengan air dingin dan membiarkan Anita keluar lebih dulu tapi tidak untuk keluar dari dalam kamar.

Berbalut bathrope warna abu muda, Anita keluar dan menuju kamar ganti untuk membantu mempersiapkan pakaian. Tak berhenti untuk takjub pada kamar ganti yang tersusun rapi, barang-barang mewah yang ada pun tak absen di kagumi.

Arloji sudah menyerupai toko jam berpindah, bersama aksesoris lain yang tak kalah mewah. Tapi satu hal yang membuatnya tersenyum, ruangan itu tak berbeda dari almari putranya.

Semua didominasi warna hitam, tapi sedikit perbedaan Arga adalah ia masih mau untuk memiliki warna lain dari pakaian atau barang-barang, namun tidak dengan Reno. “Mereka memang tidak jauh berbeda,” gumam Anita.

Dari sikap yang tak henti memprotes, suka meninggalkan ketika ada yang berjalan tak sesuai keinginan, keras kepala, mempertimbangkan banyak hal sebelum menerima sebuah tawaran dan beberapa hal lain, semua bisa dikatakan sama.

Kini Anita benar-benar menyadari jika semua yang tak begitu disukai dari putranya, memang didapat dari papa kandungnya. Terutama, keras kepala yang terkadang membuatnya sulit untuk mengatasi, sekarang harus bertambah dengan Reno yang entah akan membuatnya pusing seperti apa nanti.

Berbalut handuk putih pada pinggang, lelaki dengan rambut terarah ke belakang itu masuk ke ruang ganti dan langsung memeluk dari belakang. “Kenapa?” tanyanya di samping telinga.

“Punyamu masih berdiri,” ucap Anita memajukan tubuh, Reno mengukir senyum pada wajah segar.

“Usap lembut kepalanya, biar dia tidur.” Reno berucap menahan senyum.

“Kamu pikir aku anak kecil yang bisa dibodohi?! Itu bukan Arga yang diusap kepalanya lalu tidur pulas!” kata Anita, meraih kemeja untuk ia bantu kenakan pada tubuh berhias otot-otot indah.

“Tahu dari mana?! Kamu pernah melakukan hal itu?! Siapa?! Katakan padaku!” cecar Reno berubah cemburu.

“Pikir saja sendiri! Kamu mendekatkan itu dan mengusapkannya lembut, lalu itu berdiri seperti tiang listrik!” kata Anita, tertawa lelaki di depannya akan perkataan datar tak ada dosa.

Meski tertawa, sebenarnya Reno juga merasa geli sendiri. Ya, benar jika ia menggesekkan ketika bersama lalu memancing untuk bereaksi. Tapi itu bukan sengaja, hanya saja posisi tubuh mereka yang membuat Reno bergerak untuk bisa tetap menikmati bibir Anita.

Lagi pula, tanpa Reno bergerak, Anita pun sudah bergerak dan mampu memancing tiang listrik berdiri tegak. Dari tubuh yang menempel, tentu saja setiap reaksi yang terjadi juga sanggup dirasakan oleh Anita.

Tak hentinya lelaki itu menyentuh tubuh perempuan di depannya, ketika Anita mengancingkan kemeja. “Bisakah kita menikah hari ini?” tanya Reno.

“Kamu ingin menikah untuk bisa melakukan hal itu?” jawab Anita.

“Tentu. Salah satu tujuan orang menikah adalah itu, melakukannya dengan bebas dan menambah banyak keturunan. Di mana salahnya?” sahut Reno.

Anita mengangguk berulang. Ya, tentu saja ia tahu akan tujuan itu dari sebuah pernikahan. Dia melanjutkan untuk mengancingkan kemeja lalu berganti mengeringkan rambut Reno dalam ruangan sama.

Tak membantu untuk celana, dia tidak ingin sama halnya Reno. “Apa Lisa juga melakukan hal ini? Tanganmu juga seperti ini?” penasaran Anita, tangan Reno tak berhenti menggodanya.

“Kamu gila?! Aku memiliki batas sendiri pada perempuan! Aku melakukan hal ini padamu saja, karena aku mencintaimu dan kamu calon istriku! Berpikirlah yang jernih!” tak terima Reno. "Lagi pula kita sudah melakukannya, lihatlah Arga kalau kamu lupa! paling tidak, kamu pasti masih bisa merasakan nikmatnya."

Anita merekahkan senyum, hanya terbesit saja sebuah rasa ingin tahu dalam benaknya tentang apa yang dilakukan, tanpa ada niatan lain. Satu-persatu ia selesaikan, lalu keluar dari kamar ganti dan membiarkan reno untuk mengenakan celana.

...----------------...

Siap dengan pakaian rapi masing-masing, keluar dari kamar dan melanjutkan sarapan lalu pergi menjemput Arga. Tak ingin tubuh Anita dilihat pelayan walau itu perempuan, Reno mengambilkan pakaian untuknya tadi dan membawa ke kamarnya.

Sudah tahu di mana putranya, keduanya saling berbalas pesan tanpa sepengetahuan Anita. Tak dipungkiri tentang pemikiran sang anak yang tidak hentinya membuat Reno bangga juga tercengang, bahkan dia sudah melakukan tindakan sebelum dirinya bertindak.

Jalan dilalui, membuat Anita curiga. Ia menghapal betul kemana arah dari jalan dilalui dengan tatapan mata keluar jendela, membiarkan lelaki di sampingnya bermain ponsel. "Ini bukannya ...," kata Anita.

"Arga di sana," senyum Reno menjawab, tangan di atas pangkuan ia genggam.

"Bagaimana bisa?!" tersentak Anita.

"Itulah kehebatan anak kita. Sebelum kita berpikir dan bertindak, dia lebih dulu melakukannya. Jangan memarahi Arga, semua dia lakukan karena sangat menyayangimu. Dia ingin kamu bahagia," tulus Reno.

"Tapi, aku belum siap. Bagaimana kalau mereka ...," kembali ucapan Anita menggantung.

"Anita, cepat atau lambat kita akan menghadapi hal ini. Kamu juga pasti akan bertemu mereka, siap atau tidak. Biarkan semuanya berjalan seperti seharusnya, hadapi saja tanpa pernah menghindar. Aku yakin kamu pasti bisa," kata Reno menenangkan.

Anita gusar, ada ketakutan dalam dirinya usai pengusiran hari itu. Belum siap untuk bertatap muka dengan kedua orang tuanya, dia merasa belum pantas untuk menemui keduanya walau hati sangat ingin melakukan.

Reno berusaha menenangkan, meyakinkan Anita untuk menghadapi situasi yang jelas akan datang tanpa bisa untuk lagi menghindar. Setiap permasalahan, tak akan pernah ada penyelesaian jika harus dihindari. Apa pun itu, seberat apa pun dan serumit apa pun, tetaplah harus dihadapi dengan keberanian tanpa pernah menjadi pengecut.

Mobil memasuki halaman, Anita gemetar dan tetap digenggam oleh lelaki sangat mencintainya. Kecupan hangat diberikan pada kening, menatap dalam kedua mata Anita dan meyakinkan sekali lagi. Ketiga orang menunggu di depan, Arga jantung Anita berlompatan.

Itu adalah kedua orang tuanya juga Arga, sengaja keluar ketika Arga menyampaikan tentang kedatangan dari mama papanya. Sama halnya Anita, Harish dan Divya pun merasa belum siap. Arga pun mengatakan tak jauh berbeda dari apa diucapkan papanya, menghadapi tanpa menghindari.

"Ma, Pa ...," pilu Anita, langkahnya terhenti untuk menapaki beberapa anak tangga di teras rumah.

Harish dan Divya menghampiri, langsung memeluk tubuh putrinya. Air mata pecah seketika dari ketiganya, Reno merangkul Arga yang berjalan mendekati dirinya. Rasa bangga itu ditunjukkan jelas, mengacak rambut putranya dengan senyum ditunjukkan.

"Good job!" bisik Reno.

Arga membalas dengan senyuman, kedua matanya berkaca-kaca melihat sang mama dapat merengkuh kembali orang tua yang selama ini hanya sanggup ditangkap dalam bayang juga mimpi.

Membiarkan ketiga saling meluapkan kerinduan terpendam bersama air mata tertahan, Reno dan Arga hanya bisa menyaksikan dengan senyum terukir pada wajah masing-masing.

Terpopuler

Comments

Nor Azlin

Nor Azlin

akhirnya bisa ngumpul lagi Anita sama kedua orang tua nya 😭😭😭😭🤧🤧🤧🤧 anak kalian Arga paling pintar mempertemukan & mengatakan yang sebenar nya yang terjadi pada mamanya pada waktu dulu & Arga juga tau pasti kedua kakek nenek nya pasti udah tau saat mereka mengusir anak semata wayang nya dulu ...semoga orang menyakiti kalian dulu menerima balasan yang paling sakit dari apa yang di berikan pada kalian ...selamat kerana udah tidak ada kesalahpahaman lagi...lanjut thor

2023-07-02

0

Armisyah Abdan

Armisyah Abdan

good job thor 👍❤️

2022-03-06

0

Momy Victory 🏆👑🌹

Momy Victory 🏆👑🌹

jadi rindu mama dan papa,tapi gak bisa ketemu....mereka sudah tenang disana....hmmm

2021-09-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!