Kedua tangan Anita coba mendorong dada bidang Reno sekuat tenaga, namun lelaki itu justru menarik kedua tangan Anita dan meletakkan di atas kepala.
Berganti dengan mengunci kedua tangan menggunakan satu tangan kiri, Reno semakin menunjukkan kilat amarah dalam kedua sorot matanya.
“Jangan main-main denganku!” geramnya penuh peringatan.
“Katakan sekarang, atau kau akan tahu akibatnya!” tambah Reno.
“Dia bukan anakmu!” jawab Anita cepat, menatap tajam kedua mata Reno demi meyakinkan.
Terangkat ujung bibir kanan Reno, lalu mendekatkan wajahnya. “Kau jauh lebih menggoda dari dulu,” ucapnya langsung menyusupkan wajah pada leher kanan Anita.
Merinding seketika Anita ketika bibir itu mendarat di lehernya. Berusaha menaikkan pundak di mana wajah Reno berada, namun justru lelaki itu menekan pundak Anita sangat kuat tanpa bisa untuk digerakkan lagi.
“Kau masih memiliki wangi yang sama, Anita.” Reno berucap di telinga, mengembuskan napas dengan sengaja lalu menggigit daun telinga tipis. “Kalau dia bukan anakku, maka aku akan membuatmu mengandung anakku!”
Bayang akan kesengsaraan serta kehancuran muncul kembali di benak Anita, menjelma menjadi kekuatan besar untuknya. Kedua kaki menekuk berhasil untuk menyingkirkan Reno dari atas tubuhnya. Anita berlari keluar dari kamar, raut wajah tampak sangat ketakutan.
Tak ada kata yang ia ucapkan sebagai penolakan, hanya sikap ditunjukkan oleh perempuan yang berpikir jika setiap kata terucap hanyalah percuma. Reno tetap akan melakukan apa pun tanpa ingin peduli, bahkan sanggup mengubah perkataan seseorang menjadi bumerang.
Terhempas di atas ranjang, lelaki berparas tampan itu justru menyunggingkan senyum, lalu memindahkan kedua tangan di bawah kepala seraya kedua mata menatap pada pintu terbuka. “Kau selalu bisa berlari, tapi aku akan membuatmu kembali.”
Anita kembali ke ruang kerja di mana ia meninggalkan putranya, bodyguard masih setia berjaga di depan pintu. Anita tidak peduli akan tatapan bengis kedua pria bertubuh seperti monster, ia membuka pintu dan menghampiri putranya.
Bocah tengah duduk di atas sofa itu terkejut, dia menoleh ke arah perempuan yang langsung memeluk dirinya. “Kita pergi dari sini,” kata Anita cepat. “Mama tidak ingin terjadi apa pun padamu,”
Anita meraih tangan putranya, hendak mengajak pergi dari kediaman lelaki dianggap akan menjadi penjara, jika ia berada di sana. Tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, namun firasat Anita begitu buruk.
Tangan sudah di genggam sang mama yang berjalan mendahului, ditahan oleh Arga. "Bukankah mama bilang, kalau kita harus menghadapi semuanya? Lalu, kenapa kita harus berlari sekarang?" santai Arga.
"Kamu tidak mengerti, Arga!" bentak Anita untuk pertama kali.
"Baik! Jelaskan padaku supaya aku bisa mengerti," ucap bocah yang memang tak pernah melakukan apa pun tanpa penjelasan lebih dulu.
"Arga! Ini bukan waktu yang tepat! Mama akan jelaskan semuanya nanti di rumah!" tegas Anita, kepanikan sudah menyelimuti dirinya.
Arga tak pernah melihat mamanya seperti itu. Dia mengangguk, membiarkan perempuan selalu bersikap lembut padanya, untuk menuntun pergi. Baru juga tiga langkah, lelaki tinggi yang tadi menyergap Anita sudah ada di sana.
"Tidak ada yang bisa pergi dari sini!" suara berat terdengar menyeramkan, beriringan dengan pintu terbuka keras hingga membentur dinding.
Anita terkejut, dia menyembunyikan tubuh putra semata wayangnya di belakang. Langkah Reno mendekat, kaki dari kedua orang di depannya itu mundur perlahan. "Jangan mendekat!" teriak Anita seraya mengulurkan tangan kiri, mencegah untuk Reno semakin dekat dengannya.
Lagi-lagi senyum tipis yang bahkan tak sanggup dilihat oleh angin itu ditunjukkan oleh Reno. Tanpa ingin peduli, langkah kakinya terus saja mendekat. "Duduklah!" ucapnya pada Arga.
"Tidak! Mau apa lagi, Kamu?! Jangan menyentuh putraku!" tegas Anita, semakin kuat genggaman tangan pada sang anak.
Reno bergeming, dia beralih ke kursi di balik meja kerja. Duduk pada sebuah kursi kulit hitam, memiliki sandaran punggung tinggi. Sebuah pena diraih oleh Reno dari atas meja, tanpa melupakan selembar kertas yang juga ia ambil.
Entah apa yang dilakukan lelaki mengerikan itu, tangannya mencoret kertas dengan tinta. Meja di mana beberapa map tersusun di sebelah kanan bersama laptop terbuka, di dekati oleh Arga setelah meyakinkan sang mama melalui isyarat mata juga anggukan kepala.
Seolah ingin mengatakan jika semua baik-baik saja, menenangkan perempuan telah melahirkannya ke dunia dengan penuh perjuangan. Arga duduk bersama Anita menemani, tapi dia hanya berdiri saja, bersiap kabur jika sesuatu terjadi.
"Tanda tangani ini!" kata Reno menyodorkan selembar kertas sudah ia tanda tangani lebih dulu.
Arga tampak tenang meraih kertas dipenuhi coretan tinta berwarna hitam. Dibaca seksama tiap kalimat tertuliskan, lalu menyerahkan pada perempuan di sampingnya. "Apa yang saya dapat?" tanya Arga menunjukkan wibawa, tersenyum Reno mengalihkan wajah ke samping kanan.
"Apa pun!" sahut Reno memantapkan kalimat.
"Okay! I'll tell you later," jawab Arga.
"Arga!" seru Anita menatap putranya.
"Trust me, Mom. All be fine," santai Arga menyuguhkan senyum, lalu meraih kertas di tangan ibunya.
"Ah! Sebelum saya menandatangani ini, berikan satu jaminan lebih dulu!" tegas Arga.
Reno seolah bercermin melihat Arga di depannya. Ya, seperti itulah dirinya ketika hendak melakukan sebuah perjanjian. Tak mudah untuk percaya, dan tidak sembarangan memberikan tanda tangan.
Membuka satu laci meja kerja, Reno mengeluarkan sebuah map telah dipersiapkan sebelum Arga datang. Niatnya bukan untuk menghabisi, tapi membuat pesaing telah mengalahkan dirinya itu untuk membalik keadaan.
"Cukup?" tanya Reno usai menyerahkan sebuah map hitam.
Arga membukanya, terangkat satu alis kiri dengan kepala mengangguk. Pena ia raih, memberikan tanda tangan pada sebuah surat perjanjian kerja sama. Di sana pula tertulis jelas, Arga harus tinggal sampai perusahaannya kembali seperti sedia kala.
Tak ada yang bisa keluar ketika sudah memasuki kediamannya, sampai apa menjadi tujuan terpenuhi. Kedua mata tajam itu, kini menyiratkan sebuah kemenangan, bersama senyum terukir pada bibir tipis merah alami.
Melirik Anita untuk sekedar menunjukkan jika dirinya sanggup berbuat apa pun, ia juga memperhatikan setiap lekuk tubuh pernah dinikmati. Tatapannya bercampur dengan kilatan mesum tersirat jelas, tangan kiri bertumpu pada sandaran tangan kursi, jari-jari mengusap dagu lembut.
Ah, tatapan itu benar-benar sangat menjijikan bagi Anita yang langsung menyembunyikan tubuh di balik kursi Arga. Bahkan, ekspresi yang ditunjukkan tak lebih dari lelaki mata keranjang.
Ingin sekali Anita memukul kepalanya dengan sangat keras, agar setiap hal kotor dalam benak seketika rontok berhamburan ke atas lantai, untuk dirinya bisa menginjak-injak sepuas hati.
Entah neraka seperti apa yang sudah dibuka oleh Arga melalui tanda tangannya, sebesar apa kobaran api yang siap membakar habis keduanya hingga berubah abu. Anita hanya bisa berharap, jika kali ini Arga sudah mempertimbangkan dengan baik.
Tak mungkin untuknya berdebat sekarang, karena mungkin akan memancing emosi serigala kelaparan berwujud manusia di depannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
✪⃟𝔄ʀ ησƒяιтα 🅾︎🅵︎🅵 ⍣⃝కꫝ🎸
saingan reno anaknya sendiri 😁😁
2021-12-25
0
jeon incha
Ihhhh bgussss
2021-09-03
0
Momy Victory 🏆👑🌹
umur berapa Thor Reno?
2021-09-01
0