Mencintaimu Dengan Caraku
Musim dingin kali ini terasa lebih nyata dari sebelumnya. Kemelut dihatiku membuat ku enggan untuk membawa permata hatiku untuk pergi berlibur menghabiskan masa cutiku seperti biasanya.
Aku ketakutan dengan pemikiran yang melanda diriku seakan otak dan hati tidak lagi berkoordinasi dengan baik.
Otak ku berpikir bahwa mungkin saja ini jalan terbaik untuk mereka tapi hatiku tak ingin ini semua terjadi karena aku takut kehilangan permata yang aku jaga dengan tetesan darah dan keringat yang menjadi tujuan dan semangat hidupku.
Sudah sejauh ini aku berlari dengan harapan mereka tak akan menemui dan membuat luka baru untuk hidup kami. Aku bahagia dengan hidupku saat ini. Walaupun terkadang aku berpikir mereka membutuhkannya, tapi aku selalu mengatakan pada diriku bahwa aku mampu memberikan semuanya untuk permataku tak perlu yang lainnya cukup dengan diriku saja dan kami akan baik - baik saja.
Perapian sederhana yang ada dirumah kami menjadi kalah hangat dengan hatiku yang saat ini telah terisi penuh dengan kehadiran permata hatiku.
Lihatlah tingkah polah mereka diusia yang menginjak 18 bulan. Aku rasa tiada tempat lagi bagi mereka yang ingin sekedar mampir sekalipun dihatiku.
Seluruh ruang telah penuh dengan kehadiran mereka, buah hati yang telah memonopoli seluruh kehidupanku. Aku rasa aku adalah manusia paling bahagia dimuka bumi ini, bahkan ratu eutophia pun akan iri melihat aku mempunyai mereka dihidupku.
Kehadiran mereka yang sejatinya tidak disadari namun secara ajaib Tuhan menitipkan mereka dihidupku. Tiada yang lebih ku syukuri selain kehadiran mereka.
Qaivan Filius Zaneera K., Qeenan Filius Zaneera K., dan Qalundra Filiae Zaneera K. Sebuah nama yang berartikan bahwa mereka adalah anakku. Entah mengapa aku memilih bahasa latin untuk nama tengah mereka, mengenai K untuk nama belakang mereka aku merasa perlu saja untuk memberikannya agar mereka tidak terlalu kehilangan.
Mereka adalah buah cinta yang kularikan jauh hingga ke negri ini. Sebuah negara yang takkan mungkin dapat disentuh olehnya maupun keluarganya, sehingga aku bisa leluasa dengan kehidupan baruku dan membesarkan ketiga permata hatiku.
Ring..ring.., bunyi telpon segera menyadarkanku dari lamunanku. My Angel tertera dilayar pipih smarphone itu. Baiklah saatnya untuk melepas rinduku. Dengan semangat penuh kuangkat telpon yang berada pada dering ketiga itu.
"Assalamu'alaikum Neera. Bagaimana kabar kalian disana ?". Suara Ama diseberang sana.
"Wa'alaikumsalam Ama, Alhamdulillah kami semua sehat dan baik - baik saja. Mereka makin menggemaskan setiap harinya" balasku "
Bagaimana dengan Ama, Apa dan semua yang ada di kampung apakah sehat dan baik - baik saja ?" tambahku lagi.
"Sehat Neera, Alhamdulillah kami semua dalam keadaan baik-baik saja. Bagaimana dengan rencana liburan cuti mu Neera ? tanya Ama padaku.
"Liburan kali ini kami memilih untuk di rumah saja Ama, musim dingin kali ini terasa lebih menusuk, Neera takut anak-anak terganggu kesehatannya, jadi Neera memutuskan untuk di rumah saja menghabiskan waktu dengan mereka Ama". tuturku dengan lembut pada ibuku.
"Bagaimana jika kalian pulang saja kesini untuk liburan cutimu sekalian Ama dan Apa juga bisa memeluk cucu-cucu yang belum pernah Ama lihat secara langsung itu ?" tanya Ama dengan sangat hati - hati padaku.
Sejenak aku menghela napas panjang, inilah yang selalu menjadi keraguan terbesar untukku. Terkadang aku rindu orang tua dan kelurga ku tapi disisi lain aku begitu takut dengan permata hatiku.
Akhirnya dengan segenap tenaga kususun kata-kata bijak diotakku dan kutambahi dengan sentuhan hatiku agar tidak menyakiti hati malaikatku yang ada diseberang sana.
"Ama, maafkan Neera. Bukan maksud hati Neera tidak mau pulang, bukannya Neera tidak merindukan keluarga dirumah tetapi Neera masih belum sanggup untuk pulang Ma. Neera takut jika nanti mereka ditemukan baik oleh dia ataupun keluarganya. Neera tudak sanggup Ma".
"Mereka satu-satunya yang Neera punya, mereka alasan Neera untuk bisa sampai sejauh ini. Neera tidak sanggup jika harus kehilangan mereka Ma. Biarkan Neera menghabiskan sisa waktu Neera untuk membahagikan mereka, nanti jika saatnya tiba Insyaallah Neraa akan pulang dengan mereka Ma". balasku dengat tutur kata dan bahasa selembut mungkin agar tak melukai Ama yang sangat kusayangi itu.
"Baiklah nak, Ama dan Apa hanya ingin yang terbaik untuk dirimu. Kami juga masih terlalu muda Neera, usiamu baru 26 tahun seharusnya kamu juga mencari kebahagiaan untuk dirimu sendiri nak, Ama dan Apa sangat menyayangimu dan ingin yang terbaik untuk Neera nak." balas Ama sendu padaku.
"Terima kasih Ama sudah mengerti Neera, atau bagimana jika Ama, Apa dan Adek yang berkunjung kesini, maka Neera akan sangat senang, jika memang bisa maka Neera akan menyiapkan tiket segera, selain itu Ama akan puas menguyel-uyel cucu Ama yang menggemaskan ini sekalian Adek liburan kuliah." seruku dengan semangat tinggi.
"Hmmm.. Kamu memang selalu punya solusi sendiri untuk setiap permasalahan yang ada. Baiklah Ama akan tanyakan Apa dan Adekmu dulu, Neera tau sendiri Apa sangat sulit meninggalkan pekerjaannya." balas Ama atas ajakanku.
"Baiklah Ama, nanti kabari Neera lagi. Hmmm... satu lagi Ama, Neera harap hanya kita sekeluarga saja yang tau keberadaan mereka ya Ama, Neera berjanji mereka tidak akan kekurangan apapun, Neera akan berusaha sekuat tenaga Neera untuk memberikan kasih sayang, cinta dan mencukupi kebutuhan mereka Ma. Neera mohon dengan sangat biarkan kami hidup bahagia tanpa siapapun yang mengusik lagi Ama." mohonku memelas pada Ama agar selalu merahasiakan keberadaan ku dan ketiga buah hatiku.
"Hmmmm jika itu keinginan Neera maka Ama dan Apa bisa apalagi, yang penting kamu selalu bahagia. Jangan lupa makan dan menjaga dirimu sendiri. Walaupun kamu seorang ibu tapi Neera tetap anak Ama." balas Ama yang ku tau saat ini Ama pasti meneteskan air mata dan aku meyesali itu.
"Siap bos !!! perintah diterima. Kabari Neera secepatnya ya Ama, Neera sangat merindukan Ama dan Apa, titip juga salam sayang Neera untuk keluaga di rumah.Bilang Neera merindukan mereka semua 💕" balasku penuh keceriaan tak ingin Ama larut dalam kesedihannya.
"Baiklah Sayang, Ama tutup dulu teleponnya, Assalamu'alaikum Nak". suara Ama yang mengakhiri pembicaraan siang ini.
"Wa'alaikum salam Ama" balasku singkat.
Huffft.... Sejenak aku menghembuskan napas dalam. Pembicaraan seperti ini selalu terasa agak berat untukku.
Bukannya aku mengeluh atas hidup yang kini kujalani akantetapi aku terlalu mencintai keluargaku. Aku merindukan mereka dilain sisi ada permata yang harus kujaga dan kurawat dengan segenap hidupku.
Buah cinta yang kujaga dengan tetesan keringat dan darahku. Mereka masih begitu rapuh, masih kecil dan masih membutuhkan aku sebagai pelindung dan penopang hidupnya.
Bukan berarti aku mengesampingkan keluargaku di kampung akantetapi merekalah salah satu yang menguatkan ku untuk sampai kesini.
Sosok Apa yang selalu mengerti diriku, ayah yang hebat, yang bisa melakukan semuanya dan manusia terbijak yang pernah aku kenal di dunia ini.
Beliau yang menjadi panutanku agar berpikir jernih dan bersikap dewasa disetiap keputusan yang ku ambil. Apa tidak pernah menuntut ataupun menekan aku atas setiap keputusan di hidupku, akantetapi beliau akan selalu memberikan saran dan pandangan baru sehigga mampu membuatku lebih terarah.
Ama adalah ibu yang memiliki hati terbaik yang pernah aku kenal, sikap Ama yang lembut dan penyayang mengimbangi sikap Apa yang tegas. Ama yang perhatian dengan caranya sendiri. Ama yang selalu terbangun lebih pagi untuk melayani kebutuhan kami dirumah. Ah.. betapa aku bersyukur memiliki mereka sebagai orang tuaku.
Apa dan Ama adalah figur yang sangat berjasa bagiku. Mereka selalu menguatkan aku ketika aku tengah terpuruk dengan keadaan ku.
Tidak ada gurat kesedihan yang mereka tampilkan kala itu. Mereka selalu menyemangatiku dengan senyuman hangat dan memelukku dengan erat saat itu. Aku sangat-sangat bergantung pada keduanya.
Mereka adalah malaikat yang Tuhan kirimkan dihidupku. Melihat ketegaran dan cinta kasih mereka perlahan aku mengerti bahwa masih banyak yang harus aku bahagiakan di dunia ini.
Hingga suatu malam aku terbangun kepalaku sangat pusing dan perutku terasa di kocok habis-habisan aku perlahan bangun dan berjalan ke kamar mandi yang ada di kamarku.
Malam itu aku ingin sekali minum untuk meredam rasa haus dan mualku dengan sesuatu yang menyegarkan. Sayup-sayup aku mendengar suara rintihan penuh permohonan dari kamar kedua orang tuaku.
Aku melihat mereka memohon, bersujud dengan segenap hati dan penuh air mata. Mereka meminta untuk hidup dan kebahagiaanku.
Aku terenyuh bersimpuh dilantai tempatku berdiri. Ternyata mereka menangis dan memohon untuk diriku yang tengah terpuruk ini.
Ya sebut saja aku terlalu lemah saat itu yang menanggap bahwa aku adalah orang yang paling sakit atas keadaan ini, ternyata masih ada yang lebih sakit dan lebih menyedihkan dari aku.
Maka malam itu aku juga bersimpuh mengharapkan keridhaan Sang Ilahi untuk memberiku petunjuk dan kekuatan. Meminta dan memohon jalan terbaik yang harus aku tempuh untuk melanjutkan hidupku agar kedua orang tuaku tak lagi bersedih.
Disinilah aku sekarang hidup dan memulai semuanya dengan sisa-sisa kekuatanku dan cinta dari kedua orang tuaku.
Aku yang tak menginginkan mereka terus menangisiku dan melihat betapa aku terpuruk saat itu memutuskan untuk berdiri sendiri dengan kakiku.
Dengan berat hati mereka meridhoi kepergian ku dan memberikan pelukan hangat untuk melepaskanku.
Begitulah mereka tak ada air mata yang mereka teteskan ketika mereka didepan ku akantetapi mereka menumpahkannya disepertiga malam dan inilah yang membuat aku semakin sedih.
Seharusnya di usia mereka hanya tawa dan kebahagiaan yang aku berikan bukannya selalu membebani diri mereka dengan kesedihan dan kekhawatiran.
Sungguh aku mencintai mereka Ya Tuhanku, jaga mereka untukku. Itulah do'a terkahirku ketika melangkahkan kaki meninggalkan kampung halamanku kala itu.
"Bubum.. mamam bum..." ah lagi-lagi sikecil ini membuyarkan lamunanku.
"Baiklah sayang, Bunda akan menyiapkan makanan kalian, cintaku" tentu saja aku mengambil ciuman dari ketiga permataku satu persatu.
Entah sudah berapa kali aku mengajari mereka untuk memanggilku bunda sebanyak itu pula mereka memanggilku dengan sebutan bubu, bubum, sesuka mereka.
Biarkan mereka dengan kreatifitas mereka diusianya asalkan mereka tetap mengetahui bahwa aku adalah ibu sekaligus ayah mereka yang selalu menjadi pelindung dan penopang hidup mereka, bahkan bersedia berkorban apapun untuk mereka.
Segera aku berjalan kedapur untuk membuat sejenis bubur padat yang kucampur dengan daging yang sudah kuolah dan sayuran segar.
Aku berusaha untuk menciptakan menu yang sesuai dengan lidah anakku sekaligus berguna untuk tumbuh kembang mereka. Aku terus menyiapkan bubur mereka sembari mataku tak pernah lepas untuk mengawasi mereka yang sedang bermain diruang tengah.
Sengaja aku memilih rumah yang sederhana yang tersambung antara ruang keluarga, ruang makan dan dapur. Sehingga memungkinkan aku mengawasi ketiga buah hatiku sekalipun aku ada di dapur.
Ruang tengah sengaja aku batasi dengan ruangan depan dan dapur dengan sekat kecil sehingga mereka tidak berlarian kemana-mana, sementara diruangan itu hanya dipenuhi dengan bantal dan aneka mainan mereka.
Aku meniadakan perabotan yang membahayakan bagi mereka, maka jadilah ruangan itu tempat main sekaligus tempat *ndusel-ndusel* bagi kami.
Setelah bubur aku siapkan maka satu persatu kuangkat tubuh kecil itu menuju kursi makan mereka. Kupasang celemek kecil mereka dan kuberikan satu persatu makanan mereka dengan sendok plastik dan botol minum mereka.
Sedini mungkin aku mengajari mereka untuk mandiri dimulai dari makan. Bukannya aku tidak mampu mengurus mereka akantetapi aku ingin mengajarkan pada mereka bahwa mereka harus bisa berdiri dengan kaki mereka sendiri sehingga itu menjadi fondasi awal untuk pertumbuhan mereka.
Setelah membaca do'a maka mulailah tangan-tangan kecil itu menyuapi diri mereka sendiri, bahkan saudaranya pun ikut mereka suapi ya..., walaupun itu hanya berakhir dengan ceceran bubur dimana-mana.
Sementara aku tentu saja masih setia disini menyuapi mereka satu persatu ya karena aku takut mereka tidak kenyang dengan hanya bubur yang masuk dengan suapan kecil mereka yang entah kemana-mana. Disela menyuapi aku selalu mengajak mereka untuk bernyanyi lagu anak agar membangkitkan mood mereka dan membangun suasana gembira disela aktifitas kami.
Ahhh jangan lagi !! benar saja yang ku khawatirkan terjadi. Qalundra yang berada ditengah diantara kedua abangnya harus mengalami nasib naas.
Mungkin maksud mereka menyuapi akantetapi sang adik yang telah.. Oh tidak dia tertidur !! baiklah ini sudah cukup sayang. Mukanya sudah penuh dengan leleran bubur hingga ke dahi si cantik.
"Baiklah sayang - sayang bunda, kalian lanjutkan makan kalian dulu ya.. Bunda akan menidurkan si cantik kita terlebih dahulu."
Segera aku mengambil tubuh kecil itu dan membersihkan muka dan tangan kecilnya dengan tisu basah. Menepuk pelan pantatnya agar tidurnya semakin lelap.
Setelah kurasa aman barulah aku memindahkannya di tempat tidur yang sekelilingnya dipenuhi busa menyerupai sebuah wadah yang sengaja aku desain untuk mereka tidur siang.
Sembari menyalakan penghangat aku memperhatikan si cantik apakah sudah aman untuk ditinggalkan. Setelah itu aku kembali pada kedua jagoanku yang sedang menghabiskan makan siangnya disela musik anak yang di stel di ruang makan. Muka mereka sudah penuh dengan bubur dan rengekan manja telah keluar dari keduanya.
"Oke, it's time to sleep honey.." aku segera membersihkan keduanya dengan tisu basah dan mengendong sekaligus keduanya menuju kasur mereka.
Qeenan sudah tertidur pulas sembari ku gosok pelan dada hingga perutnya, sementara Qaivan masih rewel yang kutau apa maksudnya.
Segera aku memberikan ASI padanya, ya aku masih memberikan ASI mengingat usia mereka yang belum genap dua tahun. Bahkan aku berencana untuk memberikan ASI hingga air susuku habis dan tidak keluar lagi.
Mulut kecil itu sangat rakus menyesap dan menyedot setiap cairan yang keluar melalui kelenjer air susu. Terang saja badan si sulung relative lebih besar dari ketiganya karena dia lebih kuat makan dan menyusu dibandingkan saudaranya.
Lihat lah tubuh - tubuh kecil ini, mereka sangat rupawan dengan kulit putih susu, bulu mata yang panjang dan lentik serta pipi yang cubby.
Ingin rasa nya kugigit satu persatu tubuh gembul itu. Aku rasa Tuhan kala itu tengah tersenyum melihat perjuanganku membangun kembali hidupku ketika menciptakan mereka di rahimku, sehingga mereka dipahat dengan sedemikian rupa indahnya.
Ahh... terang saja aku bangga dan bahagia menjadi ibunya, tidak hanya satu tapi tiga sekaligus. Kuciumi tubuh dan muka mereka satu persatu sembari berterima kasih.
"Terima kasih sayang telah memilih Bunda sebagai ibumu, terima kasih sudah bersedia hidup bersama bunda walaupun bunda tidak mampu memberikan sebuah keluarga yang lengkap untuk kalian. Tapi percayalah bunda akan memberikan kebahagiaan dan seluruh dunia bunda untuk kalian, permata hatiku, cintaku. Bunda mencintai kalian".
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 269 Episodes
Comments
efi
Alhamdulillah akhirnya ketemu juga ini novel,duluuuuuu bgt aq ngikut baca on going tapi pas awalan baru punya NT jadi blm tau cara komen n ngesave novel....aaaaaa senangnya pingin baca ulang kisah bayi tripel🥰
2024-11-14
0
Al Fatih
awal baca sudah mau mewek sj,, mqkn ga sama,, tp aq saat ini aq ngerasain ngerawat , besarin 4 anak tanpa sosok suami d samping....,, berat....
2023-11-08
0
Eva NurMalla
okeyy menarik semoga setiap episode menarik juga 🤗🤗 semangat author bikin ceritanya 💪💪
2022-09-10
0