Mencintaimu Dengan Caraku

Mencintaimu Dengan Caraku

PROLOG

 

Musim dingin kali ini terasa lebih nyata dari sebelumnya. Kemelut dihatiku membuat ku enggan untuk membawa permata hatiku untuk pergi berlibur menghabiskan masa cutiku seperti biasanya.

Aku ketakutan dengan pemikiran yang melanda diriku seakan otak dan hati tidak lagi berkoordinasi dengan baik.

Otak ku berpikir bahwa mungkin saja ini jalan terbaik untuk mereka tapi hatiku tak ingin ini semua terjadi karena aku takut kehilangan permata yang aku jaga dengan tetesan darah dan keringat yang menjadi tujuan dan semangat hidupku.

 

Sudah sejauh ini aku berlari dengan harapan mereka tak akan menemui dan membuat luka baru untuk hidup kami. Aku bahagia dengan hidupku saat ini. Walaupun terkadang aku berpikir mereka membutuhkannya, tapi aku selalu mengatakan pada diriku bahwa aku mampu memberikan semuanya untuk permataku tak perlu yang lainnya cukup dengan diriku saja dan kami akan baik - baik saja.

 Perapian sederhana yang ada dirumah kami menjadi kalah hangat dengan hatiku yang saat ini telah terisi penuh dengan kehadiran permata hatiku.

Lihatlah tingkah polah mereka diusia yang menginjak 18 bulan. Aku rasa tiada tempat lagi bagi mereka yang ingin sekedar mampir sekalipun dihatiku.

Seluruh ruang telah penuh dengan kehadiran mereka, buah hati yang telah memonopoli seluruh kehidupanku. Aku rasa aku adalah manusia paling bahagia dimuka bumi ini, bahkan ratu eutophia pun akan iri melihat aku mempunyai mereka dihidupku.

Kehadiran mereka yang sejatinya tidak disadari namun secara ajaib Tuhan menitipkan mereka dihidupku. Tiada yang lebih ku syukuri selain kehadiran mereka.

Qaivan Filius Zaneera K., Qeenan Filius Zaneera K., dan Qalundra Filiae Zaneera K. Sebuah nama yang berartikan bahwa mereka adalah anakku. Entah mengapa aku memilih bahasa latin untuk nama tengah mereka, mengenai K untuk nama belakang mereka aku merasa perlu saja untuk memberikannya agar mereka tidak terlalu kehilangan.

Mereka adalah buah cinta yang kularikan jauh hingga ke negri ini. Sebuah negara yang takkan mungkin dapat disentuh olehnya maupun keluarganya, sehingga aku bisa leluasa dengan kehidupan baruku dan membesarkan ketiga permata hatiku.

Ring..ring.., bunyi telpon segera menyadarkanku dari lamunanku. My Angel tertera dilayar pipih smarphone itu. Baiklah saatnya untuk melepas rinduku. Dengan semangat penuh kuangkat telpon yang berada pada dering ketiga itu.

 

"Assalamu'alaikum Neera. Bagaimana kabar kalian disana ?". Suara Ama diseberang sana.

"Wa'alaikumsalam Ama, Alhamdulillah kami semua sehat dan baik - baik saja. Mereka makin menggemaskan setiap harinya" balasku "

Bagaimana dengan Ama, Apa dan semua yang ada di kampung apakah sehat dan baik - baik saja ?" tambahku lagi.

"Sehat Neera, Alhamdulillah kami semua dalam keadaan baik-baik saja. Bagaimana dengan rencana liburan cuti mu Neera ? tanya Ama padaku.

"Liburan kali ini kami memilih untuk di rumah saja Ama, musim dingin kali ini terasa lebih menusuk, Neera takut anak-anak terganggu kesehatannya, jadi Neera memutuskan untuk di rumah saja menghabiskan waktu dengan mereka Ama". tuturku dengan lembut pada ibuku.

"Bagaimana jika kalian pulang saja kesini untuk liburan cutimu sekalian Ama dan Apa juga bisa memeluk cucu-cucu yang belum pernah Ama lihat secara langsung itu ?" tanya Ama dengan sangat hati - hati padaku.

Sejenak aku menghela napas panjang, inilah yang selalu menjadi keraguan terbesar untukku. Terkadang aku rindu orang tua dan kelurga ku tapi disisi lain aku begitu takut dengan permata hatiku.

Akhirnya dengan segenap tenaga kususun kata-kata bijak diotakku dan kutambahi dengan sentuhan hatiku agar tidak menyakiti hati malaikatku yang ada diseberang sana.

"Ama, maafkan Neera. Bukan maksud hati Neera tidak mau pulang, bukannya Neera tidak merindukan keluarga dirumah tetapi Neera masih belum sanggup untuk pulang Ma. Neera takut jika nanti mereka ditemukan baik oleh dia ataupun keluarganya. Neera tudak sanggup Ma".

"Mereka satu-satunya yang Neera punya, mereka alasan Neera untuk bisa sampai sejauh ini. Neera tidak sanggup jika harus kehilangan mereka Ma. Biarkan Neera menghabiskan sisa waktu Neera untuk membahagikan mereka, nanti jika saatnya tiba Insyaallah Neraa akan pulang dengan mereka Ma". balasku dengat tutur kata dan bahasa selembut mungkin agar tak melukai Ama yang sangat kusayangi itu.

"Baiklah nak, Ama dan Apa hanya ingin yang terbaik untuk dirimu. Kami juga masih terlalu muda Neera, usiamu baru 26 tahun seharusnya kamu juga mencari kebahagiaan untuk dirimu sendiri nak, Ama dan Apa sangat menyayangimu dan ingin yang terbaik untuk Neera nak." balas Ama sendu padaku.

"Terima kasih Ama sudah mengerti Neera, atau bagimana jika Ama, Apa dan Adek yang berkunjung kesini, maka Neera akan sangat senang, jika memang bisa maka Neera akan menyiapkan tiket segera, selain itu Ama akan puas menguyel-uyel cucu Ama yang menggemaskan ini sekalian Adek liburan kuliah." seruku dengan semangat tinggi.

"Hmmm.. Kamu memang selalu punya solusi sendiri untuk setiap permasalahan yang ada. Baiklah Ama akan tanyakan Apa dan Adekmu dulu, Neera tau sendiri Apa sangat sulit meninggalkan pekerjaannya." balas Ama atas ajakanku.

"Baiklah Ama, nanti kabari Neera lagi. Hmmm... satu lagi Ama, Neera harap hanya kita sekeluarga saja yang tau keberadaan mereka ya Ama, Neera berjanji mereka tidak akan kekurangan apapun, Neera akan berusaha sekuat tenaga Neera untuk memberikan kasih sayang, cinta dan mencukupi kebutuhan mereka Ma. Neera mohon dengan sangat biarkan kami hidup bahagia tanpa siapapun yang mengusik lagi Ama." mohonku memelas pada Ama agar selalu merahasiakan keberadaan ku dan ketiga buah hatiku.

"Hmmmm jika itu keinginan Neera maka Ama dan Apa bisa apalagi, yang penting kamu selalu bahagia. Jangan lupa makan dan menjaga dirimu sendiri. Walaupun kamu seorang ibu tapi Neera tetap anak Ama." balas Ama yang ku tau saat ini Ama pasti meneteskan air mata dan aku meyesali itu.

"Siap bos !!! perintah diterima. Kabari Neera secepatnya ya Ama, Neera sangat merindukan Ama dan Apa, titip juga salam sayang Neera untuk keluaga di rumah.Bilang Neera merindukan mereka semua 💕" balasku penuh keceriaan tak ingin Ama larut dalam kesedihannya.

"Baiklah Sayang, Ama tutup dulu teleponnya, Assalamu'alaikum Nak". suara Ama yang mengakhiri pembicaraan siang ini.

"Wa'alaikum salam Ama" balasku singkat.

 

Huffft.... Sejenak aku menghembuskan napas dalam. Pembicaraan seperti ini selalu terasa agak berat untukku.

Bukannya aku mengeluh atas hidup yang kini kujalani akantetapi aku terlalu mencintai keluargaku. Aku merindukan mereka dilain sisi ada permata yang harus kujaga dan kurawat dengan segenap hidupku.

Buah cinta yang kujaga dengan tetesan keringat dan darahku. Mereka masih begitu rapuh, masih kecil dan masih membutuhkan aku sebagai pelindung dan penopang hidupnya.

Bukan berarti aku mengesampingkan keluargaku di kampung akantetapi merekalah salah satu yang menguatkan ku untuk sampai kesini.

Sosok Apa yang selalu mengerti diriku, ayah yang hebat, yang bisa melakukan semuanya dan manusia terbijak yang pernah aku kenal di dunia ini.

Beliau yang menjadi panutanku agar berpikir jernih dan bersikap dewasa disetiap keputusan yang ku ambil. Apa tidak pernah menuntut ataupun menekan aku atas setiap keputusan di hidupku, akantetapi beliau akan selalu memberikan saran dan pandangan baru sehigga mampu membuatku lebih terarah.

Ama adalah ibu yang memiliki hati terbaik yang pernah aku kenal, sikap Ama yang lembut dan penyayang mengimbangi sikap Apa yang tegas. Ama yang perhatian dengan caranya sendiri. Ama yang selalu terbangun lebih pagi untuk melayani kebutuhan kami dirumah. Ah.. betapa aku bersyukur memiliki mereka sebagai orang tuaku.

Apa dan Ama adalah figur yang sangat berjasa bagiku. Mereka selalu menguatkan aku ketika aku tengah terpuruk dengan keadaan ku.

Tidak ada gurat kesedihan yang mereka tampilkan kala itu. Mereka selalu menyemangatiku dengan senyuman hangat dan memelukku dengan erat saat itu. Aku sangat-sangat bergantung pada keduanya.

Mereka adalah malaikat yang Tuhan kirimkan dihidupku. Melihat ketegaran dan cinta kasih mereka perlahan aku mengerti bahwa masih banyak yang harus aku bahagiakan di dunia ini.

Hingga suatu malam aku terbangun kepalaku sangat pusing dan perutku terasa di kocok habis-habisan aku perlahan bangun dan berjalan ke kamar mandi yang ada di kamarku.

Malam itu aku ingin sekali minum untuk meredam rasa haus dan mualku dengan sesuatu yang menyegarkan. Sayup-sayup aku mendengar suara rintihan penuh permohonan dari kamar kedua orang tuaku.

Aku melihat mereka memohon, bersujud dengan segenap hati dan penuh air mata. Mereka meminta untuk hidup dan kebahagiaanku.

Aku terenyuh bersimpuh dilantai tempatku berdiri. Ternyata mereka menangis dan memohon untuk diriku yang tengah terpuruk ini.

Ya sebut saja aku terlalu lemah saat itu yang menanggap bahwa aku adalah orang yang paling sakit atas keadaan ini, ternyata masih ada yang lebih sakit dan lebih menyedihkan dari aku.

Maka malam itu aku juga bersimpuh mengharapkan keridhaan Sang Ilahi untuk memberiku petunjuk dan kekuatan. Meminta dan memohon jalan terbaik yang harus aku tempuh untuk melanjutkan hidupku agar kedua orang tuaku tak lagi bersedih.

Disinilah aku sekarang hidup dan memulai semuanya dengan sisa-sisa kekuatanku dan cinta dari kedua orang tuaku.

Aku yang tak menginginkan mereka terus menangisiku dan melihat betapa aku terpuruk saat itu memutuskan untuk berdiri sendiri dengan kakiku.

Dengan berat hati mereka meridhoi kepergian ku dan memberikan pelukan hangat untuk melepaskanku.

Begitulah mereka tak ada air mata yang mereka teteskan ketika mereka didepan ku akantetapi mereka menumpahkannya disepertiga malam dan inilah yang membuat aku semakin sedih.

Seharusnya di usia mereka hanya tawa dan kebahagiaan yang aku berikan bukannya selalu membebani diri mereka dengan kesedihan dan kekhawatiran.

Sungguh aku mencintai mereka Ya Tuhanku, jaga mereka untukku. Itulah do'a terkahirku ketika melangkahkan kaki meninggalkan kampung halamanku kala itu.

"Bubum.. mamam bum..." ah lagi-lagi sikecil ini membuyarkan lamunanku.

"Baiklah sayang, Bunda akan menyiapkan makanan kalian, cintaku" tentu saja aku mengambil ciuman dari ketiga permataku satu persatu.

Entah sudah berapa kali aku mengajari mereka untuk memanggilku bunda sebanyak itu pula mereka memanggilku dengan sebutan bubu, bubum, sesuka mereka.

Biarkan mereka dengan kreatifitas mereka diusianya asalkan mereka tetap mengetahui bahwa aku adalah ibu sekaligus ayah mereka yang selalu menjadi pelindung dan penopang hidup mereka, bahkan bersedia berkorban apapun untuk mereka.

Segera aku berjalan kedapur untuk membuat sejenis bubur padat yang kucampur dengan daging yang sudah kuolah dan sayuran segar.

Aku berusaha untuk menciptakan menu yang sesuai dengan lidah anakku sekaligus berguna untuk tumbuh kembang mereka. Aku terus menyiapkan bubur mereka sembari mataku tak pernah lepas untuk mengawasi mereka yang sedang bermain diruang tengah.

Sengaja aku memilih rumah yang sederhana yang tersambung antara ruang keluarga, ruang makan dan dapur. Sehingga memungkinkan aku mengawasi ketiga buah hatiku sekalipun aku ada di dapur.

Ruang tengah sengaja aku batasi dengan ruangan depan dan dapur dengan sekat kecil sehingga mereka tidak berlarian kemana-mana, sementara diruangan itu hanya dipenuhi dengan bantal dan aneka mainan mereka.

Aku meniadakan perabotan yang membahayakan bagi mereka, maka jadilah ruangan itu tempat main sekaligus tempat *ndusel-ndusel* bagi kami.

Setelah bubur aku siapkan maka satu persatu kuangkat tubuh kecil itu menuju kursi makan mereka. Kupasang celemek kecil mereka dan kuberikan satu persatu makanan mereka dengan sendok plastik dan botol minum mereka.

Sedini mungkin aku mengajari mereka untuk mandiri dimulai dari makan. Bukannya aku tidak mampu mengurus mereka akantetapi aku ingin mengajarkan pada mereka bahwa mereka harus bisa berdiri dengan kaki mereka sendiri sehingga itu menjadi fondasi awal untuk pertumbuhan mereka.

Setelah membaca do'a maka mulailah tangan-tangan kecil itu menyuapi diri mereka sendiri, bahkan saudaranya pun ikut mereka suapi ya..., walaupun itu hanya berakhir dengan ceceran bubur dimana-mana.

Sementara aku tentu saja masih setia disini menyuapi mereka satu persatu ya karena aku takut mereka tidak kenyang dengan hanya bubur yang masuk dengan suapan kecil mereka yang entah kemana-mana. Disela menyuapi aku selalu mengajak mereka untuk bernyanyi lagu anak agar membangkitkan mood mereka dan membangun suasana gembira disela aktifitas kami.

 

Ahhh jangan lagi !! benar saja yang ku khawatirkan terjadi. Qalundra yang berada ditengah diantara kedua abangnya harus mengalami nasib naas.

Mungkin maksud mereka menyuapi akantetapi sang adik yang telah.. Oh tidak dia tertidur !! baiklah ini sudah cukup sayang. Mukanya sudah penuh dengan leleran bubur hingga ke dahi si cantik.

"Baiklah sayang - sayang bunda, kalian lanjutkan makan kalian dulu ya.. Bunda akan menidurkan si cantik kita terlebih dahulu."

Segera aku mengambil tubuh kecil itu dan membersihkan muka dan tangan kecilnya dengan tisu basah. Menepuk pelan pantatnya agar tidurnya semakin lelap.

Setelah kurasa aman barulah aku memindahkannya di tempat tidur yang sekelilingnya dipenuhi busa menyerupai sebuah wadah yang sengaja aku desain untuk mereka tidur siang.

Sembari menyalakan penghangat aku memperhatikan si cantik apakah sudah aman untuk ditinggalkan. Setelah itu aku kembali pada kedua jagoanku yang sedang menghabiskan makan siangnya disela musik anak yang di stel di ruang makan. Muka mereka sudah penuh dengan bubur dan rengekan manja telah keluar dari keduanya.

"Oke, it's time to sleep honey.." aku segera membersihkan keduanya dengan tisu basah dan mengendong sekaligus keduanya menuju kasur mereka.

Qeenan sudah tertidur pulas sembari ku gosok pelan dada hingga perutnya, sementara Qaivan masih rewel yang kutau apa maksudnya.

Segera aku memberikan ASI padanya, ya aku masih memberikan ASI mengingat usia mereka yang belum genap dua tahun. Bahkan aku berencana untuk memberikan ASI hingga air susuku habis dan tidak keluar lagi.

Mulut kecil itu sangat rakus menyesap dan menyedot setiap cairan yang keluar melalui kelenjer air susu. Terang saja badan si sulung relative lebih besar dari ketiganya karena dia lebih kuat makan dan menyusu dibandingkan saudaranya.

Lihat lah tubuh - tubuh kecil ini, mereka sangat rupawan dengan kulit putih susu, bulu mata yang panjang dan lentik serta pipi yang cubby.

Ingin rasa nya kugigit satu persatu tubuh gembul itu. Aku rasa Tuhan kala itu tengah tersenyum melihat perjuanganku membangun kembali hidupku ketika menciptakan mereka di rahimku, sehingga mereka dipahat dengan sedemikian rupa indahnya.

Ahh... terang saja aku bangga dan bahagia menjadi ibunya, tidak hanya satu tapi tiga sekaligus. Kuciumi tubuh dan muka mereka satu persatu sembari berterima kasih.

"Terima kasih sayang telah memilih Bunda sebagai ibumu, terima kasih sudah bersedia hidup bersama bunda walaupun bunda tidak mampu memberikan sebuah keluarga yang lengkap untuk kalian. Tapi percayalah bunda akan memberikan kebahagiaan dan seluruh dunia bunda untuk kalian, permata hatiku, cintaku. Bunda mencintai kalian".

Terpopuler

Comments

Al Fatih

Al Fatih

awal baca sudah mau mewek sj,, mqkn ga sama,, tp aq saat ini aq ngerasain ngerawat , besarin 4 anak tanpa sosok suami d samping....,, berat....

2023-11-08

0

Eva NurMalla

Eva NurMalla

okeyy menarik semoga setiap episode menarik juga 🤗🤗 semangat author bikin ceritanya 💪💪

2022-09-10

0

Tri Widayanti

Tri Widayanti

Menarik

2021-07-26

1

lihat semua
Episodes
1 PROLOG
2 BAB 1
3 BAB 2
4 BAB 3
5 BAB 4
6 BAB 5
7 BAB 6
8 BAB 7
9 BAB 8
10 BAB 9
11 BAB 10
12 BAB 11
13 BAB 12
14 BAB 13
15 BAB 14
16 BAB 15
17 BAB 16
18 BAB 17
19 BAB 18
20 BAB 19
21 BAB 20
22 BAB 21
23 BAB 22
24 BAB 23
25 BAB 24
26 BAB 25
27 BAB 26
28 BAB 27
29 BAB 28
30 BAB 29
31 BAB 30
32 BAB 31
33 BAB 32
34 BAB 33
35 BAB 34
36 BAB 35
37 BAB 36
38 BAB 37
39 BAB 38
40 BAB 39
41 BAB 40
42 BAB 41
43 BAB 42
44 BAB 43
45 BAB 44
46 BAB 45
47 BAB 46
48 BAB 47
49 BAB 48
50 BAB 49
51 BAB 50
52 BAB 51
53 BAB 52
54 BAB 53
55 BAB 54
56 BAB 55
57 BAB 56
58 BAB 57
59 BAB 58
60 BAB 59
61 BAB 60
62 BAB 61
63 BAB 62
64 BAB 63
65 BAB 64
66 BAB 65
67 BAB 66
68 BAB 67
69 BAB 68
70 BAB 69
71 BAB 70
72 BAB 71
73 BAB 72
74 BAB 73
75 BAB 74
76 BAB 75
77 BAB 76
78 BAB 77
79 BAB 78
80 BAB 79
81 BAB 80
82 BAB 81
83 BAB 82
84 BAB 83
85 BAB 84
86 BAB 85
87 BAB 86
88 BAB 87
89 BAB 88
90 BAB 89
91 BAB 90
92 BAB 91
93 BAB 92
94 BAB 93
95 BAB 94
96 BAB 95
97 BAB 96
98 BAB 97
99 BAB 98
100 BAB 99
101 BAB 100
102 BAB 101
103 BAB 102
104 BAB 103
105 BAB 104
106 BAB 105
107 BAB 106
108 BAB 107
109 BAB 108
110 BAB 109
111 BAB 110
112 BAB 111
113 BAB 112
114 BAB 113
115 BAB 114
116 BAB 115
117 BAB 116
118 BAB 117
119 BAB 118
120 BAB 119
121 BAB 120
122 BAB 121
123 BAB 122
124 BAB 123
125 BAB 124
126 BAB 125
127 BAB 126
128 BAB 127
129 BAB 128
130 BAB 129
131 BAB 130
132 BAB 131
133 BAB 132
134 BAB 133
135 BAB 134
136 BAB 135
137 BAB 136
138 BAB 137
139 BAB 138
140 BAB 139
141 BAB 140
142 BAB 141
143 BAB 142
144 BAB 143
145 BAB 144
146 BAB 145
147 BAB 146
148 BAB 147
149 BAB 148
150 BAB 149
151 BAB 150
152 BAB 151
153 BAB 152
154 BAB 153
155 BAB 154
156 BAB 155
157 BAB 156
158 BAB 157
159 BAB 158
160 BAB 159
161 BAB 160
162 BAB 161
163 BAB 162
164 BAB 163
165 BAB 164
166 BAB 165
167 BAB 166
168 BAB 167
169 BAB 168
170 BAB 169
171 BAB 170
172 BAB 171
173 BAB 172
174 BAB 173
175 BAB 174
176 BAB 175
177 BAB 176
178 BAB 177
179 BAB 178
180 BAB 179
181 BAB 180
182 BAB 181
183 BAB 182
184 BAB 183
185 BAB 184
186 BAB 185
187 BAB 186
188 BAB 187
189 BAB 188
190 BAB 189
191 BAB 190
192 BAB 191
193 BAB 192
194 BAB 193
195 BAB 194
196 BAB 195
197 BAB 196
198 BAB 197
199 BAB 198
200 BAB 199
201 BAB 200
202 BAB 201
203 BAB 202
204 BAB 203
205 BAB 204
206 BAB 205
207 BAB 206
208 BAB 207
209 BAB 208
210 BAB 209
211 BAB 210
212 BAB 211
213 BAB 212
214 BAB 213
215 BAB 214
216 BAB 215
217 BAB 216
218 BAB 217
219 BAB 218
220 BAB 219
221 BAB 220
222 BAB 221
223 BAB 222
224 BAB 223
225 BAB 224
226 BAB 225
227 BAB 226
228 BAB 227
229 BAB 228
230 BAB 229
231 BAB 230
232 BAB 231
233 BAB 232
234 BAB 233
235 BAB 234
236 BAB 235
237 BAB 236
238 BAB 237
239 BAB 238
240 BAB 239
241 BAB 240
242 BAB 241
243 BAB 242
244 BAB 243
245 BAB 244
246 BAB 245
247 BAB 246
248 BAB 247
249 BAB 248
250 BAB 249
251 BAB 250
252 BAB 251
253 BAB 252
254 BAB 253
255 BAB 254
256 BAB 255
257 BAB 256
258 BAB 257
259 BAB 258
260 BAB 259
261 BAB 260
262 BAB 261
263 BAB 262
264 BAB 263
265 BAB 264
266 BAB 265
267 BAB 266
268 BAB 267
269 BAB 268
Episodes

Updated 269 Episodes

1
PROLOG
2
BAB 1
3
BAB 2
4
BAB 3
5
BAB 4
6
BAB 5
7
BAB 6
8
BAB 7
9
BAB 8
10
BAB 9
11
BAB 10
12
BAB 11
13
BAB 12
14
BAB 13
15
BAB 14
16
BAB 15
17
BAB 16
18
BAB 17
19
BAB 18
20
BAB 19
21
BAB 20
22
BAB 21
23
BAB 22
24
BAB 23
25
BAB 24
26
BAB 25
27
BAB 26
28
BAB 27
29
BAB 28
30
BAB 29
31
BAB 30
32
BAB 31
33
BAB 32
34
BAB 33
35
BAB 34
36
BAB 35
37
BAB 36
38
BAB 37
39
BAB 38
40
BAB 39
41
BAB 40
42
BAB 41
43
BAB 42
44
BAB 43
45
BAB 44
46
BAB 45
47
BAB 46
48
BAB 47
49
BAB 48
50
BAB 49
51
BAB 50
52
BAB 51
53
BAB 52
54
BAB 53
55
BAB 54
56
BAB 55
57
BAB 56
58
BAB 57
59
BAB 58
60
BAB 59
61
BAB 60
62
BAB 61
63
BAB 62
64
BAB 63
65
BAB 64
66
BAB 65
67
BAB 66
68
BAB 67
69
BAB 68
70
BAB 69
71
BAB 70
72
BAB 71
73
BAB 72
74
BAB 73
75
BAB 74
76
BAB 75
77
BAB 76
78
BAB 77
79
BAB 78
80
BAB 79
81
BAB 80
82
BAB 81
83
BAB 82
84
BAB 83
85
BAB 84
86
BAB 85
87
BAB 86
88
BAB 87
89
BAB 88
90
BAB 89
91
BAB 90
92
BAB 91
93
BAB 92
94
BAB 93
95
BAB 94
96
BAB 95
97
BAB 96
98
BAB 97
99
BAB 98
100
BAB 99
101
BAB 100
102
BAB 101
103
BAB 102
104
BAB 103
105
BAB 104
106
BAB 105
107
BAB 106
108
BAB 107
109
BAB 108
110
BAB 109
111
BAB 110
112
BAB 111
113
BAB 112
114
BAB 113
115
BAB 114
116
BAB 115
117
BAB 116
118
BAB 117
119
BAB 118
120
BAB 119
121
BAB 120
122
BAB 121
123
BAB 122
124
BAB 123
125
BAB 124
126
BAB 125
127
BAB 126
128
BAB 127
129
BAB 128
130
BAB 129
131
BAB 130
132
BAB 131
133
BAB 132
134
BAB 133
135
BAB 134
136
BAB 135
137
BAB 136
138
BAB 137
139
BAB 138
140
BAB 139
141
BAB 140
142
BAB 141
143
BAB 142
144
BAB 143
145
BAB 144
146
BAB 145
147
BAB 146
148
BAB 147
149
BAB 148
150
BAB 149
151
BAB 150
152
BAB 151
153
BAB 152
154
BAB 153
155
BAB 154
156
BAB 155
157
BAB 156
158
BAB 157
159
BAB 158
160
BAB 159
161
BAB 160
162
BAB 161
163
BAB 162
164
BAB 163
165
BAB 164
166
BAB 165
167
BAB 166
168
BAB 167
169
BAB 168
170
BAB 169
171
BAB 170
172
BAB 171
173
BAB 172
174
BAB 173
175
BAB 174
176
BAB 175
177
BAB 176
178
BAB 177
179
BAB 178
180
BAB 179
181
BAB 180
182
BAB 181
183
BAB 182
184
BAB 183
185
BAB 184
186
BAB 185
187
BAB 186
188
BAB 187
189
BAB 188
190
BAB 189
191
BAB 190
192
BAB 191
193
BAB 192
194
BAB 193
195
BAB 194
196
BAB 195
197
BAB 196
198
BAB 197
199
BAB 198
200
BAB 199
201
BAB 200
202
BAB 201
203
BAB 202
204
BAB 203
205
BAB 204
206
BAB 205
207
BAB 206
208
BAB 207
209
BAB 208
210
BAB 209
211
BAB 210
212
BAB 211
213
BAB 212
214
BAB 213
215
BAB 214
216
BAB 215
217
BAB 216
218
BAB 217
219
BAB 218
220
BAB 219
221
BAB 220
222
BAB 221
223
BAB 222
224
BAB 223
225
BAB 224
226
BAB 225
227
BAB 226
228
BAB 227
229
BAB 228
230
BAB 229
231
BAB 230
232
BAB 231
233
BAB 232
234
BAB 233
235
BAB 234
236
BAB 235
237
BAB 236
238
BAB 237
239
BAB 238
240
BAB 239
241
BAB 240
242
BAB 241
243
BAB 242
244
BAB 243
245
BAB 244
246
BAB 245
247
BAB 246
248
BAB 247
249
BAB 248
250
BAB 249
251
BAB 250
252
BAB 251
253
BAB 252
254
BAB 253
255
BAB 254
256
BAB 255
257
BAB 256
258
BAB 257
259
BAB 258
260
BAB 259
261
BAB 260
262
BAB 261
263
BAB 262
264
BAB 263
265
BAB 264
266
BAB 265
267
BAB 266
268
BAB 267
269
BAB 268

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!