Seorang pria sudah berdiri di depan meja yang ku tempati. Segera aku mengitari pandangan keseluruh cafe. Benar saja semua meja telah terisi oleh puluhan muda mudi maupun keluarga yang makan bersama.
"Baiklah, silakan sir." demi menjaga kesopanan aku membiarkan saja walau sebenarnya sedikit risih. Setelahnya aku kembali menyibukkan diri dengan mengawasi triplets dan sesekali tersenyum melihat tingkah lucu mereka.
"Maaf nona, apa aku boleh tau namamu ?. Aku Robert." pria itu tersenyum padaku.
"Tidak bisakah dia melihat bahwa aku sibuk dan lagi apa ??! dia memanggilku nona !! Tidak tahukah dia anakku sudah tiga, ah tapi untuk apa juga kuperjelas toh aku bukan orang yang akan membicarakan masalah pribadiku pada orang asing". batin ku sedikit kesal.
"Maaf nona." ucapnya lagi menbuyarkan pikiranku.
"Neera" hanya itu yang keluar dari mulutku. Sejujurnya aku enggan tapi tak mungkin saja aku tiba - tiba bersikap sinis dan lari dari sana. Ayolah.. aku bukan lagi bocah belasan tahun yang tidak bisa mengendalikan sikap, sekalipun aku tidak menyukainya.
Takut pembicaraan ini berlanjut, segera aku pamit padanya dan berjalan menuju triplets yang masih sibuk dengan dunia mereka sendiri.
Sejujurnya tidak hanya sekali atau dua kali pria mendekatiku. Entah karena penasaran karena hijab yang digunakan atau memang tertarik dengan wajah oriental asia yang kumiliki.
Aku tidak terlalu tinggi jika berada diantara orang eropa. Kulit putih dan bulu mata yang lentik. Hidung yang mungil dan mata yang bulat. Wajah khas yang kata orang - orang manis dan memiliki kharisma tersendiri.
Bahkan tak jarang aku mendapatkan pujian cantik dan banyak juga yang mengatakan wajahku tidak mudah untuk dilupakan. Entah itu gombal semata atau sesungguhnya.
Bodi jangan ditanya, apalagi setelah melahirkan dan membesarkan triplets makin memperindah lekukan tubuh dan tentu saja dada ikut membengkak. Meskipun demikian aku tidak menggunakan baju yang terlalu ketat, menyesuaikan dengan hijabku dan dengan pakaian masyarakat disini. Cukup sederhana tapi aku membuatnya fancy.
Sejujurnya aku memiliki sense tersendiri dalam fashion, membuat pakaian senyaman mungkin dengan tampilan yang pas. Itulah alasan yang mebuatku membuka bisnis online dahulu.
Hingga kini telah berkembang dan memiliki toko online sendiri. Dari sana juga modal aku pindah kesini dan memulai segalanya. Walau aku aplikasi mengajar dan beasiswa S3 ku diterima tapi tetap saja aku butuh modal untuk sampai kesini. Apalagi setelah satu minggu disini aku mendapati diriku hamil dengan usia hampir dua bulan.
Segera aku menjemput triplets dan menaikkan mereka ke stroler setelah sebelumnya terjadi adegan kejar mengejar karena mereka enggan meninggalkan tempat bermain ini.
Lihat saja bahkan Qai sampai mengubur dirinya di dalam bola. Tentu saja aku berpura-pura tidak tau dan mencarinya. Kemudian langsung saja kutarik kakinya sehingga membuatnya tertawa terbahak-bahak.
"Cukup sayang, lain kali kita kesini lagi. Sekarang kita akan ke Triplets Bakery oke ??"
Mendengarkan itu mereka langsung bersemangat. Jelas saja disana mereka dapat makan kue yang mereka inginkan dan banyak candy serta minuman manis lainnya. Surga bagi anak-anak diusia mereka.
"Baiklah sekarang kita pasang mantel dan sepatu kalian" aku berseru pada ketiganya.
"Oke anak-anak ucapkan salam pada uncle nya, mereka sudah baik membiarkan kalian bermain disini.
"Taks uncle (thanks uncle). Bye bye" mereka bicara dengan William. Pemuda usia awal dua puluhan itu memang sudah mengenal baik triplets karena kami sudah menjadi langganan disini. Sering sekali dia membantu mengawasi triplets bermain. Aku sangat bersyukur karenanya.
"Thanks William, semoga hari mu menyenangkan." aku ikut mengucapkan salam padanya.
Segera kubawa mereka pergi menuju toko kue kami. Sebenarnya aku juga menyediakan tempat duduk dengan nuansa cafe disana. Tetapi aku lebih memilih menamai tokoku dengan embel-embel bakery karena memang produk utama yang kujual adalah berbagai jenis kue.
Bahkan tak jarang kami mendapatkan orderan kue pesta baik ulang tahun ataupun pernikahan.
"Wah... Alhamdulillah sayang toko kita ramai. Semoga saja secepatnya kita bisa membuka cabang baru." aku mengajak mereka berbicara hanya dibalas senyuman dan jingkrak-jinkrak mereka.
Melihat aku kesusahan dengan pintu langsung saja Valen berlari dan membukakan pintu untuk kami dan mengambil alih stroler si kembar. Valen merupakan orang yang aku percayakan disini.
"Bagaimana toko kita Valen, apakah semua berjalan dengan baik?" tanyaku setelah duduk di salah satu meja. Sebenarnya aku memiliki ruangan disini hanya saja aku ingin mengawasi kinerja mereka dan keadaan toko sehingga aku memilih duduk meja cafe.
"Baik-baik saja Bos, hanya saja kita agak keteteran belakangan karena banyak pesanan sementara kue di etalase depan juga butuh untuk diisi. Selain itu pengunjung juga lebih banyak. Sepertinya sudah banyak orang mengetahui kelezatan kue kita belakangan ini." Valen menyampaikan keluh kesahnya padaku
"Bagaimana dengan profit yang kita dapatkan. Apakah pemasukan dan pengeluarkan kita memungkinkan untuk menambah staff dapur." kembali aku bertanya pada Valen.
Segera dia berlari mengambil buku laporan keuangan padaku. Aku melihat dengan teliti dan mengecek setiap dana yang terinci disana.
"Baiklah, sepertinya kita bisa menambah dua karyawan dapur untuk saat ini Valen. Silakan pasang pemberitahuan. Pastikan mereka yang bekerja memiliki pengalaman dan tidak mengacau." jawabku setelah memeriksa laporan toko.
"Siap bos. Lalu bos bahan - bahan kita juga sudah mulai menipis di gudang. Sepertinya akan kurang jika melihat pesanan kita hingga bulan depan." kembali Valen menyampaikan persoalannya.
"Aku akan menghungi supplayer kita dan nanti aku akan meninggalkan nomornya padamu agar kalian bisa berkomunikasi dan koordinasi ulang." ucapku setelahnya mengambil ponsel dalam tas.
"Ohiya, sebelum itu Valen tolong bikinkan tiga coklat hangat untuk mereka dan satu teh cacomail untukku." titahku pada Valen.
Langsung saja dia bergegas setelah sebelumnya berseru oke bos dengan semangatnya.
"Baiklah anak-anak bunda, mau kue apa ?" aku bertanya pada ketiganya.
"Cheese buna." seru Qai.
"Belly buna." tambah Qe.
"Oh ayolah sayang, Strawberry" ulangku membenarkan kata - katanya.
"Sto belly buna" ulangnya dengan cengengesan manja.
"Oke, baiklah sayang sudah lebih baik"
"Princess, kamu mau apa sayang ?" aku bertanya pada Baby Qal.
"Esklim buna." lirih dia menjawab pertanyaanku.
"Oh no sayang.., ini winter kamu akan sakit jika memakannya. Bagaimana jika kita melihat sesuatu yang lain yang lebih manarik ?" bujukku pada si bungsu.
Segera aku membawa Qalundra ke bagian kue setelah sebelumnya Valen datang dengan pesanan minuman kami Aku juga sudah meminta Valen untuk menjaga si kembar sebentar dan tentu saja dengan senang hati dia bersedia.
Beruntung pilihan baby girl ini jatuh pada banana bread. Pesanan sudah lengkap untuk triplets dan diriku sendiri. Sambil sesekali aku membetulkan letak kue yang tersusun rapi di etalase.
Setelahnya aku menempatkan mereka dalam kursi anak yang tersedia di cafe kami. Memasang rib di leher mereka dan memberikan pesanan mereka masing - masing.
Kami kembali berdiskusi mengenai toko kue dengan mengecek setiap pesanan dan aku juga menambahkan beberapa resep baru untuk kue jenis baru.
Setelahnya aku disibukkan kembali dengan laporan toko untuk dianalisis dan menyesuaikan apa yang aku lihat.
Disamping itu aku juga membaca catatan kecil yang ditulis Valen mengenai kinerja masing-masing karyawan. Sementara Valen telah kembali bekerja.
Tentu saja aku tidak begitu saja mempercayakan sepenuhnya toko pada mereka.
Aku akan tetap memantau melalui Valen atau melalui CCTV toko yang kupasang dan menyambung langsung pada ponsel dan pc. Sudah ku bilang pengalaman mengajarkanku untuk tidak mudah mempercayakan penuh apapun pada siapun.
Setelah mengecek dapur, persediaan bahan dan kebersihan toko serta apapun yang perlu kuperiksa aku kembali pada meja triplets. Tentu saja aku meminta Millie gadis yang bertugas di depan untuk menjaga mereka.
Hari sudah sore, waktunya aku membawa triplets pulang sepertinya mereka juga telah lelah seharian ini bermain.
Tidak lupa aku berterima kasih dan mengucapkan salam pada semua pegawai setelah sebelumnya mereka berkumpul untuk menerima petuah singkatku.
Jangan sedih, aku juga sudah berdiskusi singkat dengan staff dapur maupun staff depan disela mereka kerja ketika aku melakukan pengecekan.
Perlahan aku melangkah menuju rumah. Triplets sudah mulai rewel, aku khawatir mereka tertidur sebelum mandi. Sedikit kupercepat langkah menuju rumah. Melewati jalan yang bersih dan teratur.
Segera aku mandikan mereka setelah sampai dirumah. Sepertinya mereka sudah kenyang jadi aku langsung menidurkan ketiganya. Ku senandungkan lagu cinta untuk ketiganya. Lagu yang kubuat sendiri untuk pengantar tidur mereka.
Tripletsku sayang, buah hati bunda~
Tutup matamu, cinta~
Kelak kau akan terbangun dengan hari baru~
Hari akan selalu berganti~
Bumi akan selalu putar~
Tutup mata kecilmu~
Tak selamanya lelahmu~
Lihatlah bulan tersenyum padamu malam ini~
Tutup matamu sayang~
Bintang lain akan datang sekalipun dalam kegelapan malam~
Bunda selalu bersamamu~
Pegang tangan bunda, bunda akan selalu dihatimu~
Tidurlah sayangku, hilangkan lelahmu.
Setelah memastikan mereka tidur aku membersihkan diri dan berganti baju. Setelahnya aku memasak makan malam dan menyiapkan beberapa pekerjaan yang belum terselesaikan agar nantinya tidak menumpuk dan aku punya banyak waktu untuk triplets.
Kalau dipikir-pikir banyak hal yang kulakukan setiap harinya. Akan tetapi aku tak pernah merasakan frustasi atau kelelahan yang berlebihan. Aku bahagia dengan hidup yang kujalani. Memang bersyukur membuat kita hidup dalam damai. Apalagi sekarang aku memiliki vitamin untuk setiap lelahku.
Bagaimana dengannya, apakah dia bahagia dengan harinya. Apakah mereka sudah menikah dan memiliki anak juga. Bagaimana jika nanti triplets tau ayahnya sudah memiliki anak baru dan mereka terluka, ahh.. tidak lebih baik aku tidak membiarkan mereka bertemu.
Masihkah ada kami dihatinya. Ah apa yang kupikirkan, bagaimana kami ada di hatinya sementara dia tidak mengetahui bahwa dirinya memiliki tiga anak. Apakah dia bahagia mengetahui kenyataan ini atau malah tidak peduli.
Dimanakah dia sekarang, apakah masih sangat tampan dengan seragamnya. Apakah kariernya sudah menanjak semenjak kepergianku. Bagaimana dengan wanita itu apakah mereka hidup dengan baik. Wanita yang menjadi alasan keluarganya mencampakkan aku sehingga aku sampai kesini.
Sungguh aku tidak tau apa yang nanti harus kulakukan dan kukatakan jika bertemu dengannya lagi. Haruskah kutanyakan mengapa dia menjadikan aku pendampingnya jika ada wanita yang ada disampingnya.
Mengapa dia membiarkan keluarganya memperlakukan aku yang telah berusaha memenuhi keinginan mereka ?
Haruskah kutanyakan mengapa mereka menusukku dengan menggunakan kelemahanku setelah aku begitu mempercayai mereka sepenuhnya. Banyak pertanyaan yang belum kudapatkan jawabannya.
Cukup sekali saja, aku tidak ingin mengambil resiko untuk triplets. Biarlah aku membesarkan mereka.
Tak jadi masalah, suatu saat aku akan menjelaskan pada mereka dan meminta maaf dari ketiganya atas sikapku sekarang.
Aku akan memohon ampun tidak membiarkan mereka mengenal ayahnya. Maafkan bunda nak, semoga kalian mengerti dan tidak membenci bunda.
Aku masih setia duduk di dekat perapian sembari melihat salju turun dari jendela rumah sederhana kami.
Rumah model klasik yang aku beli dengan mengumpulkan sedikit - sedikit penghasilanku.
Tentu saja rumah ini sangat hangat dan halaman yang cukup luas. Rumah yang kubeli setelah mengeluarkan deposito untung saja pemiliknya sangat baik dan memberikan harga yang rendah dan tentu saja sesuai dengan bangunan dan luas tanahnya.
Oh iya, tentu saja secara aturan anakku adalah penduduk negara ini dikarenakan mereka lahir disini. Berkat merekalah aku bisa membeli bangunan disini dengan menggunakan nama mereka.
Tetangga disini juga sangat ramah dan baik hati, meskipun aku kelompok minoritas disini tapi mereka sangat toleransi dan tidak membedakan perlakuan padaku.
Sekali lagi aku bersyukur atas kasih sayang yang Tuhan berikan padaku. Di saat aku kehilangan, Tuhan menggantikan dengan berjuta kebahagiaan lain. Memberikan keluarga baru dan orang-orang positif yang bisa menerima kami.
Letak rumah kami sangat strategis, berada di tengah kota. Kota kecil yang sangat indah, kota yang dijuluki kota pendidikan, membuatku bersemangat untuk meriset sekolah - sekolah mana yang nanti akan menjadi pilihanku untuk triplets.
Ya.. aku sudah merencanakannya sejauh itu. Hmmm aku adalah seorang wanita dengan kepribadian malanlokis alias perfectionis. Sudah pasti aku membuat list lengkap tentang rencana masa depan kami agar lebih terarah. Walaupun nantinya tidak akan sesuai dengan keinginanku setidaknya kehidupan kami lebih terarah dan tertata.
Jelas saja aku menginginkan yang terbaik untuk tripletsku. Makanya dari sekarang aku harus menyiapkan segala sesuatu baik secara finansial maupun pendidikan. Merekalah tujuan hidupku.
"Ah iya, bagaimana dengan Ama, Apa dan Adek. Apakah mereka sudah ada kabar ya ?"
gumamku pada diriku sendiri.
Tak mungkin aku menelpon mereka sekarang. Perbedaan waktu disini dan kampungku sangat jauh. Lebih baik aku menunggu beberapa jam lagi sehingga tidak mengganggu mereka.
Atau lebih baik aku tunggu saja telepon dari Apa atau Ama. Rindu sekali dengan mereka. Lidahku sudah tak sabar mencicipi rasa masakan Ama yang luar biasa enaknya.
Aku tentu saja aku juga handal dalam memasak. Tangan Minangku sangat ahli meracik berbagai jenis menu lokal maupun mancanegara walaupun tak sekelas chef akantetapi rasa masakan Ama selalu berbeda dan tak bisa tergantikan.
Semoga saja nanti ada rendang yang dibawakan Ama. Membanyangkannya saja sudah membuat air liurku menetes. Segera aku kedapur untuk mengambil air minum untuk menuntaskan dahaga akibat membayangkan rendang Ama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 269 Episodes
Comments
KomaLia
ooh orang padang tooh
2020-07-07
0