Ancaman Mendatang

"Kamu sudah rapi. Mau ke mana?" tanya Zaya pada Xavera.

Zaya memperhatikan penampilan adiknya yang mengenakan celana kain serta kemeja yang dibalut blazer. Xavera juga mengikat kucir kuda rambutnya.

"Aku mau melamar pekerjaan, Kak. Kita perlu banyak tambahan, kan? Aku melamar di perusahaan Astavi Corp."

"Aku masih kesal kamu menikah dengan pria miskin seperti Hito," kata Zaya. Kakak kandung Xavera itu berharap hidup mereka bisa kembali nyaman sebelum perusahaan bangkrut.

Xavera menghela, "Suami Kakak bahkan tidak bekerja. Jangan selalu menghina suamiku!"

Zaya tersentak, "Kamu!"

"Sudahlah. Waktunya papa, dan juga suami kita sarapan," kata Xava sembari membawa nasi goreng ke meja makan.

Wito, Hilman serta Hito sudah duduk di kursi meja makan. Xava datang dengan meletakkan nasi goreng di meja, lalu menuangkan nasi goreng ke piring papa, dan juga suaminya. Sedangkan Hilman, dilayani oleh istrinya yang sudah tiba dari dapur.

"Papa dengar kamu mau bekerja?" kata Wito sembari menatap putrinya.

"Benar, Pa. Aku akan melamar pekerjaan di perusahaan Astavi Corp. Doakan semoga aku diterima di sana."

"Hito, apa pendidikan terakhirmu?" tanya Wito.

Hito tersentak, "Aku hanya sampai SMA saja. Untuk meneruskan ke jenjang selanjutnya, aku tidak punya biaya."

"Punya pendidikan yang mumpuni juga percuma kalau malas untuk bekerja. Sekarang yang diperlukan, adalah kepintaran, keahlian, pengalaman. Pendidikan hanya tunjangan saja," ucap Wito.

Papa menyindirku rupanya. Baru beberapa hari Hito di sini, dia sudah bisa mengambil hati papa mertua.

Hilman tersinggung akan perkataan Wito. Dia berpendidikan tinggi, tetapi selama tiga bulan terus menganggur.

"Papa tahu sendiri, suamiku sudah masuk daftar hitam. Riwayat kerjanya juga pasti sudah terekam," ujar Zaya.

"Tidak perlu kerja perusahaan. Kerja lain bisa, meski hasil tidak seberapa asal tidak menganggur. Gunakan pikiran, sekarang manusia hidup penuh persaingan. Mental harus kuat. Jangan hanya mengkhayal ingin hidup enak," tutur Wito.

Papa ini kenapa, sih? Kemarin sangat membenci Hito. Sekarang malah terlihat menyukai menantu barunya. Dulu suamiku dipuja-puja, setelah tidak bekerja malah disindir begini.

Zaya mengerutu dalam hati akan perkataan papanya sendiri. Kalimat yang Wito lontarkan menyindir perasaan suaminya. Dalam sekejap papanya itu telah berubah hanya karena Hito dapat membebaskan mereka dari keluarga Koh Alee.

"Aku akan mencari tahu di perusahaan tempatku bekerja. Siapa tahu Kakak ipar bisa bekerja di sana," ucap Hito.

Semakin kesal Hilman serta Zaya mendengarnya. Hito seakan mencuri perhatian dari Wito, dan menginginkan suatu pujian sebagai menantu terbaik.

"Bosmu itu sangat baik. Coba kamu usulkan Hilman bekerja di tempatnya," kata Wito.

"Tidak perlu! Aku bisa sendiri," tolak Hilman.

"Lalu, kamu ingin menganggur?" tanya Wito.

"Aku akan mencari pekerjaan sendiri." Hilman mempercepat makannya kemudian meneguk air hingga tandas, lalu beranjak pergi dari ruang makan.

Zaya juga ikut pergi menyusul suaminya. Hito, dan Xavera merasa tidak enak, sedangkan Wito tetap santai menghabiskan sarapannya.

"Anak tidak bisa dikasih tahu. Harga diri boleh saja tinggi, tetapi lihat juga situasinya. Papa, kan, hanya menyuruhnya bekerja," kata Wito.

"Mencari pekerjaan sangat sulit, Pa," sahut Xavera.

"Jika niat kuat, apa pun bisa terjadi. Kalian hati-hati di jalan," kata Wito, lalu beranjak dari kursi setelah meneguk air putih hingga habis.

"Kita berangkat sekarang?" kata Hito.

"Sebentar, Sayang. Aku bereskan dulu meja makannya," sahut Xavera.

Apa Xavera baru saja menyebutku dengan panggilan sayang?

Wajah Hito merona mendengarnya. Ia turut membersihkan meja makan. "Biar aku bantu."

"Jangan! Biar aku saja."

"Aku sudah terbiasa mengerjakan semuanya. Kita kerjakan bersama agar cepat selesai," Kata Hito.

Xavera tersenyum, lalu menganggukkan kepala tanda ia menyetujui kemauan Hito. Keduanya membersihkan meja makan dulu, setelah itu barulah pergi ke perusahaan yang hendak dituju.

"Sombong sekali adik serta iparmu itu. Papa juga membelanya. Kemarin dia sangat membenci Hito," kata Hilman.

"Yang papa katakan ada benarnya juga," kata Zaya.

"Kamu membelanya?" murka Hilman.

"Kamu carilah pekerjaan. Selama ini kita hanya menerima bantuan dari Koh Alee saja. Sekarang tidak ada yang bisa diharapkan. Istrimu ini juga perlu merawat diri serta belanja, kan?"

Hilman mendengus, "Aku pergi mencari pekerjaan sekarang juga. Semoga saja segera mendapatkannya."

...****************...

"Aku antar sampai di sini saja, ya?" kata Hito yang memberhentikan motornya sedikit jauh dari gedung perusahaan.

"Baiklah, aku akan turun sampai di sini saja, dan berjalan kaki," kata Xava yang langsung melepas helm, lalu memberikannya kepada Hito.

"Semoga kamu berhasil, dan diterima di perusahaan itu," ucap Hito.

"Terima kasih. Kamu hati-hati di jalan." Xava melambaikan tangannya, lalu melangkah menuju perusahaan suaminya sendiri.

Hito menghela napas panjang, "Kita tunggu sedikit lagi. Aku akan mengujimu, Xava."

"Tuan!"

Hito tersentak, lalu menoleh ke samping, "James! Kamu buat kaget saja."

"Pakaian Tuan sudah berada di dalam mobil. Oh, ya, tadi pagi paman Cody menelepon. Anda disuruh pulang karena tuan Hutomo ingin bicara," tutur James.

"Apa papa tahu pernikahanku?"

James mengedikan bahu, "Mungkin saja. Tuan Hutomo tidak mau Anda diperlakukan seperti dulu lagi."

"Nanti malam aku akan pulang. Sekarang kita ke kantor saja."

...****************...

"Ternyata Hito telah bertindak semena-mena pada kita. Dia telah menghancurkan perusahaanku!" Aldo mengumpat. "Awas kamu, Hito!"

"Ralat, itu perusahaan ayahmu," kata Juan.

"Kamu tidak sakit hati karena dia telah merebut hak yang menjadi milikmu?" tanya Aldo.

"Tentu saja aku kesal, dan aku ingin balas dendam!" Juan masih sakit hati. Hidupnya kini melarat karena Hito telah mengambil semuanya.

"Kita kumpulkan kerabat yang telah ia buat menderita. Kita balaskan sakit hati ini," kata Aldo memprovokasi.

"Sayang, tenangkan dirimu!" ucap Velia pada Aldo.

"Mantan suamimu sudah kaya, Velia. Apa kamu tidak ingin kembali padanya," ledek Juan.

Velia kesal mendengar ucapan Juan. Jangankan untuk kembali, untuk bertemu Hito saja ia tidak bisa. Belum juga kakinya masuk ke gedung perusahaan Hito, ia sudah ditendang keluar.

Aku akan gunakan kalian untuk mengambil hati Hito. Aku yakin Hito masih mencintaiku.

"Aku hanya mencintai Aldo," jawab Velia.

Juan berdecih, "Cinta? Omong kosong apa itu."

"Jangan memprovokasi kekasihku. Sebaiknya kita rencanakan saja cara menjatuhkan Hito. Aku punya kenalan dari negara D. Kudengar dia juga sangat berambisi mengusai perusahaan di negara B ini. Kita bisa meminta bantuannya," kata Aldo.

"Siapa?" tanya Juan.

Aldo tersenyum, "Dia teman sekaligus musuh Hito. Dia, adalah tuan muda Ye Chen."

Mata Juan terbelalak, "Ye Chen! Kamu serius? Dia pria gila."

Aldo tertawa keras, "Justru itu, kita minta bantuan darinya."

Bersambung.

Dukung Author dengan vote, like, dan koment.

Terpopuler

Comments

Imam Sutoto

Imam Sutoto

gile keren banget lanjut

2024-03-07

1

Edy Sulaiman

Edy Sulaiman

KALU TUNTAS CERITANYA SAMPAI TAMAT AKU LANJUT SAMPAI DE EN...HHH

2024-02-24

0

Mey-mey89

Mey-mey89

,,,

2024-02-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!