Penghinaan Mertua

Entah itu keputusan yang tepat ataupun tidak, yang jelas Xavera, dan Hito sudah menikah. Akta pernikahan sudah berada di tangan Hito, dan juga Xavera.

"Kamu tidak menyesal menjadi istriku? Aku hanya pria miskin, Xava," ucap Hito.

"Sekarang aku sudah menjadi istrimu. Lalu untuk apa aku menyesalinya," jawab Xava.

Hito mengangguk, "Ayo, kita pergi ke rumah Koh Alee. Kita bicarakan semuanya."

Hito naik ke atas motor bebek yang warnanya saja sudah pudar. Xava ikut naik di belakangnya sembari memegang kedua pundak Hito.

"Maaf, hanya motor ini yang kupunya," kata Hito.

"Asal motornya bisa jalan, dan tidak mogok di tengah jalan, aku tidak masalah," ucap Xava.

Hito tersenyum, dan dapat Xava lihat dari kaca spion motor. Wanita yang kini sudah menjadi istrinya itu, menurunkan kedua tangannya di pinggang, lalu melingkar memeluk perut Hito.

Mesin motor dinyalakan, dan melaju dengan kecepatan sedang. Xava memeluknya erat dengan kepala menyentuh bahu. Hito merasakan jantungnya berdebar kencang.

Jantungku, berhentilah untuk berdetak kuat. Bagaimana kalau istriku mendengar? Betapa malunya aku, dan Xava pasti akan memperolokku.

"Ru-rumah Koh Alee di mana?" tanya Hito membuka pembicaraan.

"Jalan bukit Minor," jawab Xava.

Hito sudah tahu kediaman Koh Alee, hanya saja ia berpura-pura. Bukit Minor, adalah jalan milik dari Koh Alee. Di sana hanya terdapat beberapa rumah saja, dan penghuninya adalah keluarga Koh Alee sendiri.

Rumah para istrinya berdekatan, dan juga toko antik Koh Alee berada di sana. Selain usaha toko antik, Koh Alee punya apotik tradisional, dan ia juga punya saham di beberapa rumah sakit.

"Lihat Hito," tunjuk Xava di rumah pertama yang mereka lewati, "itu rumah yang aku tempati bersama orangtua serta kakakku."

Hito mengangguk, "Kita ke tempat Koh Alee dulu atau ke rumahmu?" Hito menghentikan motornya. Ia membuka helm, lalu menelengkan kepalanya melihat Xava. "Kita ke rumahmu saja dulu."

"Ke tempat Koh Alee saja, bagaimana?" usul Xava.

"Ke rumah orangtuamu saja dulu. Kita sudah menikah, dan harus memberitahu mereka dulu," kata Hito.

Xava menghela napas, "Baiklah."

"Kenapa Xava?" Hito turun dari motornya begitu juga dengan istrinya.

"Aku hanya takut mereka tidak menerimamu," ucap Xava.

Hito mengenggam kedua tangan istrinya. "Aku sudah terbiasa diperlakukan seperti itu. Jangan khawatir, Xava. Aku akan menghadapinya."

Hito tahu betul apa yang dikhawatirkan Xava. Orangtua istrinya pasti tidak dapat menerima hidupnya yang miskin, dan tidak berkuasa.

"Ayo!" ajak Hito.

Xava menelan saliva menatap pintu depan rumahnya. Tangannya berat untuk mengetuk pintu, dan rasa takut menghantui benaknya. Hito mengetuk bel besi dua kali.

Terdengar suara kunci diputar, dan pintu dibuka. Seorang wanita yang mirip Xava terlihat mengernyit melihat mereka berdua. Dia, adalah Zaya, kakak dari Xava.

"Xavera, siapa ini?" tanya Zaya.

"Di-dia, su-suamiku," jawab Xavera.

Zaya tersentak mendengarnya. Adiknya itu akan menikah dengan Koh Alee, lalu sekarang malah membawa pria lain yang berstatus seorang suami.

"Xavera! Apa kamu bercanda dengan ucapanmu?!" kata Zaya.

"Kakak, biarkan kami masuk dulu. Aku akan jelaskan semuanya," kata Hito.

Zaya mendengus, "Masuklah."

Xavera, dan Hito masuk ke dalam rumah, sedangkan Zaya memanggil ayah dan suaminya di dalam.

"Tenanglah, Xava," kata Hito sembari mengenggam tangan istrinya.

Dua orang pria datang ke ruang tamu bersama Zaya. Hito perhatikan seorang pria paruh baya dengan kumis melintang tipis, dan berambut putih. Satu lagi pria sekitaran empat puluh tahun dengan tubuh tegap, dan wajah cukup tampan. Hito menebak mereka, adalah ayah, dan juga ipar dari Xava.

Hito beranjak untuk menyalami ayah mertua, dan iparnya. "Papa, Kakak, aku Hito. Suami dari Xavera."

Jangankan menyambut uluran tangan Hito, keduanya seakan gusar melihat pria miskin di hadapannya.

"Xavera! Apa-apaan pria ini!" hardik Wito, ayah dari Xavera.

"Papa, dia Hito suamiku. Aku sudah menikah dengannya."

Darah Wito mendidih mendengar ucapan putrinya sendiri. "Apa kamu tahu yang sudah kamu perbuat, hah?! Kamu calon istri dari Koh Alee, lalu kamu membawa pria miskin ini ke rumah?!"

"Papa," ucap Hito.

"Jangan menyebutku Papa. Aku bukanlah mertuamu. Aku tidak menerimamu. Dasar pria miskin! Berani sekali kamu menikahi putriku!" hardik Wito.

"Maafkan aku, Papa. Aku tidak ingin hidup bersama Koh Alee. Apa kalian tidak kasihan membiarkanku menikah dengan pria tua yang mempunyai istri lebih dari satu?" ucap Xavera memelas.

Wito berkacak pinggang, "Jadi, kamu tidak kasihan pada kami? Lihat ibumu yang sakit, dan butuh biaya besar! Dengan kamu menikahi pria miskin, apa dia sanggup untuk membiayai kita semua?"

"Xavera, lebih baik kamu menceraikan dia," ucap Hilman, kakak ipar Xavera.

"Benar, sebelum Koh Alee mengetahui ini semua," sahut Zaya.

"Xavera sudah menjadi istriku. Kalian tidak berhak mengaturnya!" kata Hito.

"Pria tidak tahu diri! Apa yang kamu bisa berikan kepada keluargaku, hah?! Lihat tampangmu yang miskin, apa kamu sanggup untuk menghidupi kami?!" ucap Wito.

"Aku akan berusaha, dan bekerja keras," ucap Hito.

"Sudah, Hito. Lebih baik kita bicara pada Koh Alee saja," kata Xavera sembari menarik tangan Hito keluar.

Keluarga Xavera tidak dapat menahan segala amarah. Bagaimana nanti tanggapan dari Koh Alee yang melihat orang yang ia bantu malah berkhianat. Wito sebagai kepala keluarga tidak dapat menahan rasa malu itu.

"Hito, maafkan perkataan kasar keluargaku," ucap Xavera.

"Sudahlah, Xava. Aku mengerti mengapa mereka berbuat demikian. Papa pasti tidak enak pada Koh Alee yang banyak membantu," tutur Hito.

Penjaga rumah Koh Alee menghadang keduanya di pintu masuk. "Mau apa?"

"Biarkan kami bertemu Koh Alee," kata Xavera.

"Baik, akan kami sampaikan," kata pengawal itu.

Satu orang pengawal masuk ke dalam rumah memberitahu sang tuan rumah. Beberapa saat pengawal itu kembali, dan mempersilakan Hito serta Xavera masuk ke dalam.

Koh Alee duduk dengan arrogannya. Satu batang tembakau gulung berwarna coklat ia pegang sembari sesekali menyesapnya.

"Duduk," kata Koh Alee.

Keduanya duduk di sofa berhadapan dengan pria tua gila wanita. "Saya Hito, Tuan. Suami dari Xavera."

Koh Alee melumatkan tembakaunya di asbak agar apinya mati. Ia menatap Xavera dengan tajam. "Apa kamu sadar kalau kamu, adalah calon istriku?"

"Koh Alee, maafkanlah aku," kata Xavera, "aku mencintai pria di sampingku. Untuk masalah hutang keluarga, aku akan melunasinya dengan cara mencicil."

"Apa kamu pikir aku ini seorang dermawan? Memungut sampah, lalu membawanya ke rumahku! Tidak tahu diri! Sudah dibantu malah berkhianat padaku. Aku menginginkan hutangmu lunas sekarang juga! Kalau kamu tidak bisa membayar, maka bayar dengan tubuhmu itu!" pinta Koh Alee pada Xavera.

Bersambung.

Terpopuler

Comments

Imam Sutoto

Imam Sutoto

wow keren banget lanjut

2024-03-07

1

Edy Sulaiman

Edy Sulaiman

HE...HE...KOH. ALEE. LUM. TAU. YA. SIAPA. MC. KITO. INI

2024-02-24

0

Mey-mey89

Mey-mey89

...

2024-02-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!