Terpuruk

"Ini surat perpisahan kita. Tanda tangani, dan cepat pergi dari hadapanku!" ucap Hutomo.

"Maafkan kesalahanku, Sayang. Kumohon untuk tidak menceraikanku," pinta Jeni dengan isak tangisnya.

"Kesalahanmu sudah sangat besar. Tiada lagi maaf untukmu. Tanda tangan surat ini. Aku sudah membagi hartaku untukmu. Rumah yang kalian tempati ini akan menjadi milik kalian," tukas Hutomo.

Pagi setelah mengambil surat perpisahan, Hutomo langsung menuju rumah kecil yang menjadi kediaman wanita itu sekarang. Jika dibilang kecil, memang rumah itu tidak sebesar rumah utama Hutomo, tetapi bisa dikatakan rumah kecil itu termasuk dalam kategori mewah.

Jeni mengeleng, "Tidak, aku tidak mau menandatangani surat itu!"

"Sebaiknya Anda tanda tangani saja sebelum Hito turun tangan, dan membuat Anda serta Juan masuk ke dalam penjara," ucap Cody, "bukti-bukti kejahatan Anda sudah berada di tangan kami."

"Kamu sudah sangat keterlaluan, Jeni! Kesalahanmu terlalu banyak untuk sekadar minta maaf. Sekarang tanda tangan saja, dan jangan membuatnya menjadi sulit," tutur Hutomo yang lama-lama menjadi sangat kesal.

Jeni meraih bolpoin yang berada di atas meja. Ia seret mendekat, surat perpisahan yang juga berada di sana untuk dibaca barang sejenak. Matanya memandang Hutomo terlebih dulu, tetapi suaminya berpaling muka. Tiada lagi harapan untuk bersama. Jeni, lalu membubuhkan tanda tangannya di atas surat tersebut, dan resmilah mereka berpisah.

"Bagian harta milikmu, Cody yang mengurusnya," ucap Hutomo, lalu melangkah menuju pintu keluar bersama Cody.

Jeni mengumpat, dan ia berteriak marah, "Awas saja kamu, Hutomo, Hito. Akan aku balas perbuatan kalian!"

"Cukup, Mama! Tidak dipenjara saja kita harusnya bersyukur," kata Juan.

"Anak tidak tahu diuntung! Ini semua gara-gara kamu! Coba kamu bersungguh-sungguh dalam bekerja, semua ini tidak akan terjadi, dan kita tidak akan melarat!" murka Jeni.

Juan berdecak, "Harta pemberian Hutomo akan segera kita dapatkan. Kita masih bisa hidup mewah."

Plaack ... !

Cap lima jari mendarat di pipi Juan. Pria itu terdiam karena untuk pertama kalinya Jeni menampar pipinya dengan keras.

"Sadar dengan apa yang kamu ucapkan, Juan! Kamu kira sebanyak apa harta yang Hutomo berikan, hah?! Semua miliknya sudah menjadi milik Hito!" kata Jeni.

Juan tertunduk, "Maafkan aku, Ma."

Jeni menarik napas dalam, lalu mengembuskannya secara perlahan. Ia mencoba untuk tenang menghadapi semua ini.

"Kita harus mencari rencana untuk membalas mereka," gumam wanita itu.

...****************...

"Kapan pemilik dari perusahaan sebenarnya akan tiba? Oh, ya, apa kalian pernah melihat beliau?" tanya seorang wanita pada rekan kerjanya.

"Aku masih baru, dan belum tahu anak dari pemilik perusahaan. Aku tahunya tuan Juan saja," tutur wanita yang lainnya.

Berita mengenai jatuhnya klan Hutomo tersebar. Setidaknya itu di telinga para karyawan perusahaan. Belum sampai seminggu karyawan menyambut Juan sebagai pemimpin, kali ini mereka kembali menyambut atasan baru.

Para karyawan baik wanita maupun pria sudah berjejer di depan pintu masuk guna menyambut pemimpin baru mereka. Semua mata memandang iring-iringan mobil yang baru saja tiba.

James keluar terlebih dulu, lalu membuka pintu mobil. Seorang pria keluar dengan setelan jas memukau di tubuh, serta topeng di wajah yang menambah aura misterius juga rasa takut pada orang yang melihatnya.

"Apa itu Tuan Hito? Kenapa wajahnya ditutupi topeng?" gumam pelan seorang wanita yang pernah melihat wajah Hito.

Hito berjalan masuk dengan James di sampingnya, lalu empat orang pengawal yang mengikuti mereka dari belakang. Satu per satu karyawan menundukkan kepala mereka tatkala Hito lewat.

James bertepuk tangan dua kali agar perhatian karyawan tertuju pada mereka. "Dengarkan, sebagian mungkin sudah tahu siapa pria yang berdiri di samping saya. Ya, dia Tuan muda Hito Wiliam Hutomo. Tuan muda sudah kembali untuk memimpin perusahaan."

"Selamat datang kembali, Tuan," ucap karyawan serempak.

"Terima kasih," jawab Hito, "Karena aku sudah kembali, maka peraturan di perusahaan ini juga akan berubah. Aku harap kalian dapat bekerja lebih giat lagi demi perusahaan."

"Siap, Tuan," ucap karyawan.

"James, siapkan rapat untuk para petinggi," perintah Hito.

"Segera, Tuan."

Hito masuk ke dalam lift menuju ruangan teratas, sedangkan James membubarkan karyawan, dan menyiapkan rapat bagi para petinggi.

Kasak-kusuk mengenai Hito yang memakai topeng mulai beredar. Sebagian dari mereka beranggapan wajah Hito cacat, dan harus ditutupi. Sebagian karyawan lain hanya diam, dan tidak mau menerka-nerka apa yang terjadi pada sebagian wajah Hito.

"Tuan," sapa James yang masuk ke ruangan. "Rapat sudah akan di mulai."

Hito tersenyum, "Saatnya menganti nama klan, dan juga menganti para tikus itu dengan yang baru." Hito beranjak dari duduknya. "Ayo, kita menuju ruang rapat.

Pintu ruang rapat dibuka pengawal. Di sana sudah duduk petinggi perusahaan yang sebagian, adalah kerabat dari Hito sendiri.

Petinggi perusahaan itu berdiri, tetapi Hito memberi instruksi lewat tangannya agar semuanya duduk kembali.

"Langsung saja," ucap Hito, "Aku beritahu kalian, mulai saat ini, tidak ada lagi nama klan Hutomo. Yang ada hanya klan Astavi. Kalian semua yang duduk di sini. Aku pecat!"

Tentu yang duduk di kursi rapat kaget mendengar hal itu. Hito datang main pecat saja. "Kami sudah minta maaf padamu, dan kamu masih ingin memecat kami!"

"Tiada maaf bagi para penghianat seperti kalian. Mau kerabat ataupun orang lain tetap saja kalian aku pecat!" kata Hito.

"Kami sudah berlutut padamu," ucap seorang pria paruh baya berkumis tebal.

Hito tertawa, "Apa dengan berlutut aku memaafkan kalian? Jangan mimpi! Kalian semua aku pecat sekarang!"

"Kami tidak terima," protes mereka.

"James, suruh pengawal kita untuk melempar mereka semua keluar dari perusahaan ini!" kata Hito dengan melangkah keluar dari ruangan rapat.

Para petinggi itu ribut, dan tidak terima dipecat begitu saja oleh Hito. Mereka protes, dan mengumpat kata-kata kasar.

"Berhenti! Kalian semua sudah dipecat! Pengawal! Bawa mereka satu per satu keluar dari perusahaan," kata James.

Keempat pengawal membawa satu per satu petinggi perusahaan itu. Mereka melempar keluar para penghianat, dan Hito hanya menyaksikan dari atas ruangannya saja.

"Rasakan pembalasanku!" gumam Hito.

"Ini yang akan terjadi jika kalian mencoba untuk menjadi penghianat klan Astavi. Kalian akan dilempar keluar, dan hidup kalian akan sengsara. Tidak ada perusahaan manapun yang akan menerima kalian bekerja kembali. Ingat baik-baik pesanku ini," kata James kepada karyawan yang melihat kejadian itu.

Mereka yang dilempar kini terpuruk. Tanpa kekayaan, kerabat Hito tidaklah ada apa-apanya. Sudah diberi kenyamanan, tetapi mereka malah menusuk dari belakang. Sekarang mereka merasakan akibatnya. Kesengsaraan, dan kemiskinan mereka dapatkan.

Bersambung.

Dukung Author dengan vote, like, dan koment.

Terpopuler

Comments

Imam Sutoto

Imam Sutoto

beneran super duper novel thor lanjut

2024-03-07

3

🌸 Airyein 🌸

🌸 Airyein 🌸

Yahahahha wahyu. Mampus kau

2024-03-02

0

🌸 Airyein 🌸

🌸 Airyein 🌸

Miskin bukannya taubat. Masih aja jahat

2024-03-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!