Kutukan Angka Ganjil

Kutukan Angka Ganjil

1. Eyalani dan Ramalan Zodiak

Zodiak hari ini

Aries

Umum: Lihatlah sekitarmu, sudah sepatutnya kamu bersyukur terhadap apa yang kamu miliki.

Asmara: Single, sepertinya si dia juga mencintaimu. Ciee cintanya terbalas--

Aku menghentikan gerakan mataku untuk terus membaca. Terkadang pemikiran rasionalku menolak untuk mempercayai hal-hal seperti itu. Lagi pula mana mungkin Aries sedunia hari ini cintanya terbalas semua? Itu mustahil dan aneh. Namun, terkadang hal-hal seperti itu terlalu menarik untuk tidak dibaca.

Aku menekan tombol kembali, keluar dari beranda salah satu jejaring media sosial yang sangat populer sekarang. Mematikan layar ponsel, kemudian meletakannya ke atas meja belajar yang terletak tepat di samping tempat tidur. Lalu setelah meregangkan tubuh, aku beranjak dari kamar menuju dapur. Terdengar suara barang-barang yang saling bersentuhan dan bertubrukan dari sana. Itu mamaku, dia sedang mencuci piring dan alat-alat memasak.

"Ma, laper," keluhku sembari mengambil gelas untuk minum.

"Laper makan, Ya. Laper kok ngeluh," jawab mamaku sembari menyelesaikan panci terakhir yang perlu digosok. Setelah itu kulihat mama mematikan kompor yang diatasnya terdapat masakan yang sudah mendidih.

"Masak apa, Ma?" tanyaku sebelum menenggak air putih yang baru saja aku tuangkan pada gelas.

"Anak cewek ke dapur kok tanya masak apa. Dilihat sendiri, Ya. Syukur-syukur bantuin Mama masak," protesnya sembari berlalu keluar dari dapur.

"Masak apa, Ma?" Itu suara kakak laki-lakiku. Kami hanya terpaut dua tahun, jadi aku tidak mau memanggilnya dengan embel-embel yang menunjukkan bahwa dia adalah kakak dari seorang Eyalani.

"Masak tumis kangkung sama goreng telur." Mendengar pertanyaan kakakku dijawab oleh mama, aku langsung balik badan yang tadinya menghadap tembok jadi menghadap mama dan Fandi yang masih berdiri di ambang pintu dapur.

"Fandi kalau tanya dijawab, tapi Eya disuruh lihat sendiri," protesku kesal. Namun, mama memilih untuk acuh lalu keluar dari dapur. Sementara Fandi--kakakku--berjalan melewatiku menuju kamar mandi sembari memberikan tatapan mengejek. Andai mama sedang tidak di rumah atau sudah berangkat kerja, pasti sekarang Fandi sudah basah kuyub dengan air yang berada di dalam gelasku.

Mengabaikan Fandi, aku bergegas kembali ke kamar untuk bersiap ke sekolah. Barusan tadi itu keluargaku. Jangan tanya di mana papaku, karena aku pun tidak tau di mana rimbanya. Dia akan pulang saat ingin, merusuh, kemudian pergi lagi. Sudahlah, aku bahkan berharap dia tidak perlu pulang. Dengan pekerjaan mama sebagai perawat dan Fandi yang rajin mengurus dagangannya di online shop, itu sudah cukup untuk menghidupi kami bertiga. Bahkan tabungan Fandi sudah cukup untuk biayanya masuk kuliah tahun depan.

***

Aku dan Fandi hanya terpaut satu angkatan. Dia kelas tiga SMA sementara aku kelas dua SMA. Akan tetapi, kami bersekolah di sekolah yang berbeda karena ... entahlah, aku tidak pernah menanyakan alasannya pada mama. Yang terpenting adalah aku berangkat dan pulang sekolah bersama Fandi dengan membonceng motor matic kesayangannya. Motor yang lebih Fandi sayang dibanding adiknya, huh.

"Nanti kalau ada apa-apa kabarin. Biar aku gak nunggu sampai jam lima lagi kayak kemarin," tegasku sebelum Fandi kembali melajukan motornya.

"Iya, iya. Bawel!" jawab Fandi sekenaknya kemudian bergegas melanjutkan perjalanan menuju sekolahnya.

Sekolahku dan sekolah Fandi berjarak lima belas menit perjalanan. Jadi aku sampai lima belas menit lebih awal dibanding Fandi. Biasanya aku sampai pukul setengah tujuh seperti sekarang. Meskipun setengah jam lagi bel masuk dibunyikan, tetapi sekolah masih cukup sepi jam segini. Jadi aku dapat melangkah dengan tenang sembari bersenandung karena pada dasarnya aku suka ketenangan tetapi benci kesepian.

Langkah kakiku terhenti saat akan memasuki ruang kelas yang terletak dilantai dua sekolahan. Langkah kakiku terhenti saat tanpa sengaja aku melihatnya dan kemudian mata kami saling bertemu. Satu, dua, tiga, aku memutuskan kontak mata kami yang dipisahkan halaman sebuah ruang kelas. Aku tidak berani menatapnya terlalu lama. Aku terlalu ketakutan untuk mempertahankan kontak mata kami. Aku jatuh cinta terhadapnya, tetapi aku juga begitu takut saat harus bersitatap dengannya.

Kisahku dengannya sudah sejak lama dimulai, tetapi tidak kunjung sampai pada ujung kepastian.

Sejenak keberadaannya yang tertangkap mata membuat pikiranku sedikit terganggu. Ah, itu sudah sejak tahun lalu. Setiap kali tanpa sengaja menangkap keberadaannya, memperbanyak kenangan tentangnya, merekam raut wajahnya dengan mataku, itu memang selalu akan menganggu pikiran.

Itu karena dia adalah dia yang selalu menatapku tanpa dapat kuartikan tatapannya. Menyebalkan, tapi sudahlah. Aku juga sudah terlanjur menjatuhkan hati terhadapnya. Huh, daripada terus memikirkan hal itu lebih baik aku segera melangkah masuk ke dalam kelas dan menempati tempat dudukku. Dan kemudian aku mendapati kedua kakiku melangkah masuk ke dalam kelas, menghampiri tempat duduk yang terletak di pojok depan. Tepatnya tempat duduk yang terletak persis di depan meja guru.

Setelah meletakkan helm ke belakang kelas kemudian duduk, aku memilih untuk melihat keluar pintu. Menatap langit biru dipagi hari. Mataku menatap langit, tetapi pikiranku menerawang jauh ke masa di mana aku pertama kali menyadari keberadaan Pram--lelaki yang tadi melakukan kontak mata denganku. Terkadang aku pikir ini sedikit lucu.

Saat itu awal masa kelas sebelas. Aku menghadiri rapat acara kegiatan sekolah dan mendapati Pram berada di sana juga. Aku menatap Pram sembari berpikir keras. "Siapa orang ini? Kenapa aku baru melihatnya?" Begitulah kira-kira isi pikiranku. Ternyata tindakanku menatap Pram hari itu aku lakukan terlalu lama hingga membuat dia menatapku balik dan aku buru-buru mengalihkan pandangan mata.

Setelah itu, aku justru mendapati dia sering menatapku. Jadi dengan rasa penasaran, aku bertanya dengan salah satu teman, tepatnya sahabatku. "Dia siapa, sih? Kok aku baru lihat. Anak baru, ya?"

"Nggak, tuh. Dia anak IPS, temen sekelasku. Padahal kelasnya deketan. Bisa-bisanya gak tau." Aku menatap sahabatku itu dengan pandangan nyaris tidak percaya. Bagimana bisa satu tahun berlalu tetapi aku baru menyadari dia ada di dunia ini?

Terpopuler

Comments

Alriani Hespiapi

Alriani Hespiapi

saya mampir thor

2022-09-20

0

Neny Putri Julirinni

Neny Putri Julirinni

nyimak

2021-01-02

0

Linda Rahmawati

Linda Rahmawati

lanjut

2020-12-23

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!