Awalnya kelas masih sepi saat aku baru datang. Kemudian satu dua tempat duduk lain mulai terisi, tetapi tempat duduk di sampingku masih kosong. Selanjutnya kelas mulai ramai. Satu persatu siswa siswi di kelasku mulai menampakkan dirinya. Mendudukki tempatnya masing-masing. Namun, tetap saja tempat duduk di sampingku masih kosong. Karena pada dasarnya aku memang duduk sendiri.
Peserta didik yang berada di kelasku berjumlah ganjil. Dan ibarat tumbal, akulah yang harus selalu duduk sendirian. Jadi mau sekalipun tidak ada siswa yang absen di kelas, tempat di sampingku akan tetap kosong. Karena itu juga aku memilih untuk duduk di pojok depan. Setidaknya dengan tidak melihat mereka memiliki teman sebangku itu akan membuat mood-ku tetap baik sepanjang hari. Meskipun tidak jarang pemandangan itu tetap menggangguku.
Beberapa menit selepas bel berbunyi, guru kesenian yang amat sangat cerewet dan centil masuk ke dalam kelas. Menyapa siswa-siswi dengan gaya khasnya kemudian memulai pelajaran. Sejujurnya aku sedang tidak dalam suasana baik untuk belajar. Kebiasaan burukku saat sedang seperti itu adalah tiba-tiba melamun dan memikirkan banyak hal. Sampai benar-benar tidak mendengar apa yang disampaikan guru.
Seperti sekarang. Setelah tiba-tiba melamun, aku tersadar bahwa guru yang awalnya duduk di depanku kini beranjak keluar dari kelas. Entah apa yang akan dia lakukan. Kemudian dengan duduk dipojok depan, aku seolah dapat melihat kelas dengan radius yang cukup luas. Dan aku melihat hampir semua teman sekelasku membuka satu halaman yang sama pada buku paket.
Samar-samar aku mendengar percakapan mereka mengenai mengerjakan soal. Aku yang tadi melamun dan tidak tau apa-apa seketika kebingungan. Aku segera memanggil salah satu teman yang duduk di samping tempat dudukku. "Tina ... Tina ... Tin."
Sayangnya, yang dipanggil tidak menyahut. Aku memutuskan untuk berhenti memanggil. Aku melihat dia tengah sibuk berbicara dengan teman sebangkunya. Entah apa yang sedang mereka bicarakan. Melihat hal itu, aku hanya menghela napas. Itu adalah salah satu hal yang biasa aku alami sehari-hari. Namun, tetap saja aku tidak bisa terbiasa.
Mengabaikan yang Tina dan teman sebangkunya lakukan. Aku beralih dengan sepasang teman sebangku di belakangku. "Feb, Febry!" panggilku pada salah satu dari mereka. Tetapi juga tidak ada sahutan.
"Ki, Kisa!" panggilku pada yang satunya, tetapi juga tidak ada sahutan. Mereka sedang sibuk bercanda dengan sepasang teman sebangku yang duduk di belakang mereka.
Mood-ku sedang tidak baik hari ini. Ah, mulai lagi. Aku dapat memastikan bahwa sekarang pelupuk mataku sedikit berair. Perasaan itu datang lagi. Lelah tetapi tidak melakukan apapun. Aku mencoba mengabaikan perasaan lelah itu dan memilih mengintip sendiri halaman yang terbuka pada buku paket mereka. Akan tetapi ternyata buku paket mereka juga tidak menunjukkan halaman yang benar, karena yang tertera justru halam depan bab yang hari ini dibahas yang jelas-jelas hanya ada gambar dan tulisan singkat.
"Febry! Kisa!" teriakku yang akhirnya membuat mereka berdua berhenti bergurau dan menatapku.
Aku mencoba tersenyum sembari menahan luapan emosi yang ada. "Apa-apa?" tanya Febry
"Tugasnya halaman berapa?" Aku masih menahannya. Meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa ada perasaan sesak yang aku rasakan.
"Halaman lima puluh enam," jawabnya singkat kemudian kembali menghadap belakang. Menyusul Kisa yang sudah lebih dulu melakukan hal itu.
"Terimakasih," ucapku sembari tersenyum. Kemudian kembali menghadap ke depan. Saat itulah aku baru menghela napas berat. Aku juga mengigit bibir bawahku. Menahan diri sendiri agar luapan emosi itu tidak semakin besar hingga membuatnya tumpah. Tidak, aku sedang tidak ingin terlihat lemah. Itu hanya hal sepele, tidak perlu dipermasalahkan atau dibesar-besarkan.
Salah satu hal yang aku suka dari duduk dipojokan selain penglihatan luas pada seisi kelas dan mencegahku melihat hal-hal menyebalkan adalah karena dengan duduk di tempatku saat ini, tidak akan ada orang yang dapat dengan mudah melihat wajah murungku. Tidak akan ada yang tau jika aku sedang menunjukkan ekspresi kesal, kecuali ada orang yang sengaja menghampiri.
***
Bel istirahat berbunyi. Aku segera memutar duduk menghadap samping agar aku bisa berbicara pada teman-temanku yang duduk di belakang. "Mau ke kantin?" tanyaku.
"Iya," jawab Tika. Seseorang yang duduknya denganku dipisahkan oleh Febry dan Kisa.
Dulu dia pernah duduk denganku selama beberapa bulan. Itu sebelum kelompoknya yang terdiri dari lima orang-- enam jika mereka sedang menganggapku-- mengalami masalah. Karena setelah salah satu dari mereka bermasalah dan akhirnya pindah tempat duduk, Tika berpindah tempat duduk menjadi bersama Riani--teman satu kelompoknya yang entah kenapa terkadang sangat sensi denganku.
Aku ikut berdiri saat melihat mereka berempat --Tika, Riani, Febry, dan Kisa-- melangkah dari tempat duduknya masing-masing. Meskipun aku bukan seseorang yang suka berkelompok, tetapi jika tidak mengikuti salah satu kelompok seperti ini, aku tidak akan mendapat teman.
Aku mensejajarkan langkahku dengan Tika yang berjalan sendiri paling belakang. Sementara Febry, Riani, dan Kisa berjalan beriringan sembari mengobrolkan suatu hal yang entah apa itu. Keberadaanku membuat Tika mengalihkan pandangan dari ponselnya. Untuk informasi saja, dari mereka berempat aku paling cocok dengan Tika. Meskipun tidak selalu cocok dalam segala hal.
"Tik, buat hari ini duduk sama aku, yuk," mintaku dengan ragu.
"Oh," ucapnya kemudian mengerjapkan mata dua kali. "Aku bicara dulu sama Riani, ya. Takutnya nanti dia marah. Tau sendiri kalau dia marah sama kamu, kan?"
Aku memaksakan seulas senyum pada bibirku. Ah, bodohnya aku. Betapa tidak tau malunya mulutku. Padahal sudah sejak awal aku menebak itu pasti yang akan dia katakan. Bahkan aku hapal kelanjutannya. Setelah itu dia pasti juga tidak akan duduk denganku. Bahkan mungkin melupakan permintaanku.
Aku mungkin sudah biasa duduk sendiri. Tetapi ada satu waktu dimana aku merasa tidak terbiasa untuk hal itu. Merasa kesepian. Lalu selanjutnya sifat kekanakanku yang muncul akan melontarkan pertanyaan seperti tadi pada Tika.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
Alriani Hespiapi
lanjut
2022-09-20
0
Neny Putri Julirinni
lanjut
2021-01-02
0
Dewi Julian
aku juga gitu kok duduk sendiri dipojok belakang lagi, kalo dipojok depan pasti selalu digeser sama yang katanya temen
2020-12-21
0