Perangkap Cinta Carmen

Tara

"Beneran, Gas? Anak gue bikin baby kayak gitu? Pantes aja baby jadi marah banget! Tuh anak ya, pinter doang masalah pelajaran tapi giliran masalah kehidupan nol besar! Nanti gue bakal ceramahin panjang lebar, Gas! Sekarang, boleh gue ketemu sama Baby?" tanyaku pada Agas.

"Nggak bisa! Pasti lo mau bujuk Baby 'kan supaya nggak mau cerai sama Zaki? Nggak usah deh, Tar, kalau kedatangan lo cuma bikin Baby jadi galau sama keputusannya. Anak itu udah tenang, udah nggak nangis lagi. Kalau memang jodoh mereka sampai di sini, yaudah. Mau bagaimana lagi? Daripada mereka terus dipaksakan, ujung-ujungnya malah saling menyakiti satu sama lain? Biarkan saja mereka dengan takdirnya masing-masing. Siapa tahu, mereka akan jauh lebih bahagia?" tolak Agas.

Aku tahu, kalau Agas sudah membuat keputusan, susah untuk digoyahkan. Tari pun tidak membantu aku sama sekali. Ia memang menurut pada suaminya, jika suaminya sudah berkehendak. Akhirnya, aku menyerah. Aku pun kembali pulang dengan tangan hampa. Tak ada hasil apa-apa selain mengetahui kenyataan bahwa anakku sudah melakukan sesuatu yang sangat menyakiti hati Baby.

Sesampainya di rumah, Zaky langsung memberondongku dengan banyak pertanyaan. Dia bertanya kenapa aku terlalu cepat baliknya? Apa yang Baby katakan? Apakah Baby mau rujuk dengannya? Bagaimana reaksi kedua orang tua Baby?

Aku tak langsung menjawabnya. Aku butuh minum sebelum aku mengoceh panjang lebar pada anak ini.

"Ma, cepetan dong jawab! Kok lama banget sih? Mama nggak tahu apa, kalau aku tuh penasaran? Dari tadi, aku terus melihat di jendela. Aku tunggu Mama pulang. Aku langsung turun nih ke bawah pas aku lihat Mama udah keluar dari rumah Abi. Bagaimana Ma hasilnya?" rengek Zaky.

Aku taruh gelas yang sudah kosong ke atas meja makan. Aku lalu mengambil kacang panjang yang tadi aku siapkan untuk masak lalu aku sabet kaki Zaky. Anak itu mengaduh kesakitan. "Aduh, Ma! Kok mama sabet aku sih? Mama bukannya belain aku malah sabet kaki lagi aku! Pake kacang panjang lagi!" protes Zaky.

"Memangnya kenapa? Kamu tuh udah sepantasnya Mama sabet! Masih untung ya, Mama sabet kamu pakai kacang panjang. Mama tuh mau ngambil alat pecut punya Papa buat sabet kamu. Sayang, Mama takut rusak aja! Itu 'kan properti rahasia Mama dan Papa! Kamu tuh ya, kenapa sih cuma pinter masalah bisnis aja? Giliran masalah percintaan tuh lemot banget! Kamu sadar enggak kalau kamu tuh udah nyakitin hati Baby tahu!" omelku panjang lebar.

"Iya, aku tahu Ma. Karena itu 'kan aku mau baikan lagi sama Baby. Aku mau Baby maafin aku." jawab Zaky.

"Kamu tahu nggak, masalah kalian tuh bukan hanya masalah tentang kamu yang gagal move on sama Dewi. Bukan hanya tentang Baby yang selama ini nungguin cinta kamu tapi berakhir dengan sia-sia, atau tentang rumah tangga kalian yang begitu hambar kayak sayur tanpa garam. Masalah rumah tangga kalian itu lebih parah. Kelihatannya aja di depan baik tapi di dalamnya menyimpan banyak luka. Yang paling parah adalah yang terakhir kamu lakukan ke baby, itu lebih menyakitkan dari penantian menunggu selama 1 tahun!" omelku.

"Memangnya aku melakukan apa sih, Ma? Iya sih, Baby memang mendengar percakapan aku dengan Dewi namun yang terakhir kali aku bicarakan dengan Dewi itu cuma sebentar. Lebih lama waktu pertama kali Baby dengar dua-duanya kok. Kenapa dia bereaksi berlebihan kali ini?" ujar Zaky, rupanya anak itu masih belum sadar juga.

Aku angkat kembali tanganku yang masih memegang kacang panjang lalu aku sabet lagi. "Dasar anak sombong! Jadi laki-laki kok nggak punya hati! Masih ngerasa lagi kamu nggak salah. Kamu nggak ingat malam itu tuh kamu mabuk! Kamu tuh ngelakuin sesuatu yang udah bikin Baby marah!"

"Udah dong, Ma! Jangan disabet terus!" omel Zaky setelah beberapa kali mengelak agar tidak terkena sabetanku. "Iya sih aku memang mabuk malam itu. Memangnya aku ngapain? Kayaknya aku nggak ngapa-ngapain deh! Ya paling kalau di novel-novel seorang CEO yang mabuk lalu tidur dengan pacarnya. Udah. Apa malam itu aku dan Baby tidur bareng? Salahnya di mana? Bukannya aku suaminya?!" tanya Zaky masih belum merasa salah sama sekali. Aku sampai geleng-geleng kepala dibuatnya. Kenapa Anak itu bodoh sekali ya? Bahkan saat mabuk pun dia lupa apa yang ia lakukan!

"Kamu mau kacang panjang ini Mama ganti jadi golok?" ancamku.

"Mama apaan sih? Kenapa jadi kejam kayak gitu deh! Ok aku ngaku! Aku lupa Ma, aku lupa waktu aku mabuk itu ngapain. Namanya juga orang mabuk. Masih untung aku telepon supir dulu untuk nganterin aku pulang. Namanya orang lagi patah hati, mabok itu jalan keluar pertama yang aku pikirin. Aku udah ngakuin kalau aku tak ingat, sekarang Mama tinggal bilang aja sama aku, apa yang udah aku lakuin? Apa perlu aku tanya Baby? Kalau dia bisa aku ajak ngobrol juga aku udah nanya langsung, Ma! Aku enggak perlu sampai diancam Mama pakai golok segala!" oceh Zaky.

"Yang kamu lakukan ya nggak beda jauh dari kisah novel yang kamu katakan tadi. Namun bukan kayak novel pasaran yang mabuk terus nidurin ceweknya, terus mereka dinikahin paksa, terus saling jatuh cinta. Kisah kamu tuh beda! Kamu itu malah membuat luka di hatinya Baby semakin menyakitkan lagi!" omelku.

"Bikin luka? Bukan bikin enak?" jawaban Zaky malah membuat aku makin naik pitam saja.

"Astaghfirullahaladzim! Kayaknya kemarin kepala kamu beneran kena tonjok parah sama Wira! Kenapa nggak bisa mikir sendiri sih? Kenapa kamu malah makin gesrek? Ya kamu tuh udah nyakitin Baby, bukannya bikin enak. Kalau bikin enak itu beda kasus tahu! Karena merasa sangat sakit hati makanya anak itu minta pulang ke rumah orang tuanya. Kalau merasa enak, dia nggak bakal minta pulang, bakalan minta lanjut!" jawabku dengan kesal.

"Iya, aku ngapain Baby, Ma? Mamam muter-muter aja nih dari tadi! Aku maksa Baby buat ngelakuin hal itu? Baby juga waktu itu memaksa aku. Satu sama dong berarti!"

Tak terhitung sudah berapa kali aku menghirup nafas dalam dan menghembuskannya. Tak terhitung berapa kali aku istighfar dengan kelakuan anakku ini. Untung saja dia tidak bersikap seperti ini di depan Agas. Kalau tidak, sudah pasti dia bakalan masuk ICU karena kena bogem mentah Agas.

"Malam itu kamu cuma cium Baby," jawabku. Belum selesai aku berbicara, Zaky sudah memotong duluan.

"Ya elah cuma cium doang! Lebay banget sih! Emangnya kenapa? Cuma cium doang nggak ada masalah dong?!" tanya Zaky. Rupanya anak itu masih belum merasa bersalah juga.

"Iya kalau kamu cuma mencium dan nggak ngomong apa-apa tak akan jadi masalah. Yang jadi masalah adalah kamu cium Baby, terus kamu puji dia cantik dan membuat Baby sangat bahagia mendengarnya, tapi ternyata kamu ngomong kayak gini: 'Kamu cantik sekali, Wi'. Siapa yang nggak sakit hati kalau diperlakukan seperti itu? Sekarang kamu baru sadar 'kan? Makanya mikir!" omelku sambil menaruh kacang panjang yang sudah banyak patah kembali ke atas baskom.

****