MENGEJAR CINTA MAS-MAS DINGIN

Darren melemparkan kunci mobilnya begitu saja di sofa, ia mengusap wajahnya dan merasa sebal.

"Rossi, Rossi, Rossi terus, kenapa semua orang harus mengingatkannya?" tanya Darren yang sedang kesal karena hal itu berhasil membuatnya merasa jahat, lalu, Rossi pergi jauh.

Darren tidak dapat memejamkan matanya, sampai dini hari dan ketika subuh hampir datang Darren terlelap tanpa bayang-bayang masa lalu Rossi.

Justru Darren memimpikan kecupan kilat Jeje dan Darren tersenyum.

Apakah Jeje sudah berhasil masuk ke hatinya?

****

Esok harinya, karena masih terngiang dengan ucapan Salsa, Rossi pun menjadi tidak fokus dalam bekerjanya dan Rossi harus mengulang beberapa berkas yang tidak diterima oleh atasannya.

Sementara itu, di Jakarta, yang sedang ia pikirkan itu sedang tersenyum dan Rossi mulai penasaran dengan siapa Darren berkencan.

Rossi yang sedang duduk di kursi kerjanya itu memakai masker dan kaca mata, ia tidak ingin teman-temannya melihat jika sewaktu-waktu air mata Rossi harus menetes.

"Aku sangat bodoh, kenapa aku harus rindu padanya, sudah hampir dua tahun aku seperti ini. Darren, rasanya ingin sekali aku memukulmu, mencakar wajahmu!" ucap Rossi dalam hati dan apa yang Rossi ucapkan itulah yang Rossi tulis dalam berkasnya.

Setelah itu, Rossi berdiri dari duduknya, ia berteriak dan membuat teman-temannya itu menatapnya datar.

"Em, Sorry," ucap Rossi seraya mengatupkan dua telapak tangannya, Rossi sedikit membungkukkan badannya pada semua orang, lalu, Rossi yang sangat malu itu kembali duduk dan Rossi merasa beruntung karena menggunakan masker yang sudah menutupi sebagian wajahnya.

****

Pagi ini, Jeje yang sedang duduk di teras itu berkali-kali memeriksa ponselnya dan yang ditunggu itu sama sekali tidak segera membalas pesannya.

Lalu, Jeje yang sudah cukup bersabar itu memesan ojek online dan Jeje berniat akan menukar tambah motornya supaya tidak lagi harus drama mogok.

"Kamu sedang apa, Mas? Kenapa tidak membalas pesanku?" tanya Jeje pada dirinya sendiri.

"Setidaknya, kamu bisa memberitahuku kalau sedang sibuk," lirih Jeje yang sedang menatap ponselnya, tepatnya wallpaper ponsel itu yang menggunakan foto Darren dan dirinya.

Lalu, Jeje segera merubah setelan wallpaper tersebut, menggunakan wallpaper tema hitam.

Tidak lama kemudian, ojek online pun datang dan Jeje segera berangkat ke toko.

Di sana, Jeje tidak banyak bicara, ia fokus bekerja walau hatinya tengah gundah.

"Mas, apa benar kamu akan membuka hati untukku?" tanyanya dan Jeje pun kembali membuka ponselnya dan masih sama seperti tadi yaitu sunyi senyap tanpa kabar darinya.

"Apakah kamu mempermainkanku, Mas?" tanyanya lagi.

Dan jam kuliah pun tiba, Jeje yang hari ini terlihat berbeda itu pamit pada Nafiska dan Viona.

"Ada apa? Tumben dia loyo?" tanya Viona pada Nafiska.

"Mungkin belum makan," jawab Nafiska seraya menatap Viona.

Viona pun mengangguk dan Viona yang perhatian pada semua karyawannya itu mengirim pesan pada Jeje, ia mengingatkannya untuk jangan lupa makan.

Dan Jeje yang sedang menunggu angkot di depan toko itu segera membuka ponselnya dan Jeje begitu terharu dengan perhatian tersebut.

Jeje membalas singkat dengan mengirim emot love.

****

Di kamarnya, Darren yang tidur dengan bertelanjang dada itu membuka matanya, ia segera mengambil ponselnya karena ingat Jeje.

"Anak itu pasti sudah 100 kali menghubungiku," gumam Darren dan ternyata ponsel itu kehabisan daya.

Dan seraya menunggu ponsel itu di charger, Darren pun pergi mandi dan setelah itu, Darren yang masih mengenakan handuk mengambil ponselnya lagi.

Darren mengirim pesan pada Jeje, "Maaf, aku baru bangun."

Dan Jeje yang baru saja sampai di kampus itu hanya membaca pesan itu.

Dan Jeje yang merasa sebal pada Darren pun memilih untuk menonaktifkan ponselnya.

"Kamu menyebalkan, pasti kamu habis begadang, begadang memikirkannya, kan?" tanyanya seraya kembali menyimpan ponsel itu di tasnya.

Lalu, Jeje yang sedang berjalan sendiri itu harus berhenti saat sahabatnya itu merangkul dari belakang.

"Tumben kamu berangkat sendiri, kemana pacarmu?" tanya Arum.

"Ada, dia kesiangan dan bukan kesiangan lagi, kamu tau ini jam berapa, kan?" tanyanya pada Arum.

"Eemm, baiklah, sepertinya kamu sedang kesal, bagaimana kalau kita beli es krim," ajak Arum dan Jeje mengiyakannya.

Singkat cerita, selesai kuliah, Jeje yang harus kembali bekerja itu melihat ada Darren.

Jeje tidak menyapa sama sekali dan Darren yang menggendong Lovely itu menghampirinya.

"Kenapa ponselmu tidak aktif?" tanya Darren dan Jeje yang baru saja meletakkan tasnya di loker itu menatap, "Kamu sendiri, kenapa semalam ponsel tidak aktif?"

"Lowbat," jawabnya singkat.

"Bohong, pasti kamu sengaja, kan. Biar aku tidak mengganggu?" Sungguh, hatinya saat ini terasa sakit karena pikiran yang mengganggunya itu terus mengusik.

Lalu, Darren menjelaskan tidak ada alasan untuk menghindarinya.

Dan belum sempat menjelaskan semua, Viona sudah menyusul ke belakang.

"Lovely, ikut Mami, Nak. Sebentar lagi Papi jemput," kata Viona yang sudah berdiri di belakang Darren.

Lalu, Darren memberikan Lovely dan Lovely menolak, ia menempel dan Darren tertawa karena begitu eratnya Lovely menempel seperti ada lemnya.

"Mami mau beli es krim, Lovely tidak mau?" tanya Viona seraya mengeluarkan dompet dan padahal itu hanya bohong.

"Maafkan Mami, Nak. Mami tidak berniat bohong," ucap Viona dalam hati dan akhirnya suster Ana mengatakan kalau akan membuatkan puding untuk menggantikan es krim itu.

Dan sebelum pergi, Darren meminta ijin pada ibu tirinya itu untuk membawa salah satu karyawannya keluar.

"Boleh, tukar hari, ya!" kata Viona dan tentunya itu hanya untuk meledek.

Akhirnya Darren mengajak Jeje keluar. Keduanya pergi ke kafe dan di sana Jeje masih diam.

Darren menarik nafas dan menanyakan apa yang salah.

"Yang salah aku," jawab Jeje yang tak mau menatap Darren, Jeje memainkan ponselnya dan Darren mengambil ponsel itu, Darren juga mengambil ponselnya untuk di kumpulkan supaya tidak ada yang memegang benda pipih itu.

"Katakan, apa salah denganmu?" tanya Darren seraya menatap Jeje dan Jeje yang sudah berusaha menahan air matanya itu akhirnya kelolosan juga.

"Apa ada masalah, cerita sama aku," kata Darren seraya meraih tangan Jeje. Jeje yang duduk di sampingnya itu menarik tangannya dan menarik nafas.

"Apa benar kamu siap membuka hati untukku?" tanya Jeje dan Darren mengusap wajah Jeje yang sedang menatapnya datar.

Sementara itu, setiap apa yang Darren lakukan, ternyata itu berhasil membuat Jeje semakin jatuh cinta.

Dan Jeje menjatuhkan kepalanya di dada Darren. Ia mengusap air matanya.

"Kalau tidak membuka hati, untuk apa aku mengajakmu berkencan?" jawab Darren.

"Semalam, setelah orang-orang mengingatkannya, kenapa ponselmu tidak aktif? Apa kamu sengaja karena semalam sibuk memikirkannya?"

Darren melepaskan pelukannya dan menatap Jeje, apakah Darren akan menjawab 'iya' karena kenyataannya, ia memang sibuk memikirkan Rossi.

Bersambung..

Dukung authornya, ya. Dengan like dan komen, jangan lupa difavoritkan juga, ya.

Yang baik hati boleh kasih bintang lima dan vote/giftnya. Terima kasih yang sudah mendukung.