Mengemas tiga kisah cinta dalam satu cerita. Mudah? Oh tentu tidak!
ini sangat sulit asal kalian tau.
emmmm taknusah berlama-lama, langsung masuk saja di salah satu babnya.
Happy redding!
Seperti biasa, aku disibukkan dengan segudang kesibukan di pagi hari. Aku Ayana Jasmine. Tak ada yang istimewa dari diriku.
Aku hanyalah anak tukang kebun di sebuah keluarga kaya raya. Keluarga Armanto.
Ibuku sudah lama meninggal semenjak melahirkanku. Aku sama sekali tak pernah melihat wajahnya ataupun mengusapnya. Aku hanya pernah melihatnya dalam foto dan Ya, harus ku akui aku mewarisi wajah ayunya.
" Ay....! Mana celanaku?" Teriak seseorang yang menggema memenuhi ruangan tempatku saat ini menyetrika baju.
Kebiasaannya selalu seperti itu, memburuku saat aku sedang bekerja. Ini masih jam 6 pagi dan aku sudah seperti ibu-ibu yang kerepotan mengurus ketiga anaknya.
" Celana yang mana sih Tuan?" Sengaja aku menekankan kata TUAN kepadanya, lelaki bertubuh kekar yang hanya berbeda 3 tahun lebih tua dariku. Namanya Jackie Putra Armanto. Dari seisi rumah ini, dia yang paling jahil padaku.
" Tuan, tuan!" Desisnya dengan suara yang meninggi. Dia tak suka ku panggil Tuan.
" Itu, celana bellel. Yang biru dongker!" Dengusnya yang kemudian menerobos masuk dengan hanya memakai handuk batas sepinggang sedang bagian dadanya sudah terekspos kemana-mana.
Sudah biasa bagiku melihat pemandangan seperti itu. Setiap hari dia suguhkan kepadaku dan membuat mata, hati, dan pikiranku ternoda.
" Ini kan? " Celana itu sudah terlipat rapih di susunan celana dan dia menariknya begitu saja sehingga membuat yang lainnya jatuh berhamburan. Aku selalu di kerjainnya seperti ini dia suka sekali melihat wajahku yang kesal. " Ups! Maaf tak sengaja!" Cetusnya seenak hati disusul dengan langkah seribu dia berlari meninggalkan ku yang berteriak emosi.
" Jack... !!! " Ku lempar celana dalamnya ke arahnya namun sayangnya tidak mengenainya tapi justru di tangkap oleh anak nomor dua dari keluarga ini. Alex namanya. Alex Putra Armanto. Sosok yang lembut dan manis. Ku akui dia tipe lelaki yang hangat. Bahagia sekali nanti wanita yang menjadi istrinya.
" Kak? " Aku melongo juga malu. Kini aku hanya bisa menunduk lesu takut kalau dia akan menegurku.
Dia mendekat dan hanya berjarak 3 kilan dariku. " Mana dasiku yang merah maroon? " Suaranya lembut dan sedikit serak membuatku meremang dan memiliki hasrat ingin menjadi istrinya. Hehehehe tak tau malu jika aku berharap seperti itu. Tidak, tidak, aku cukup tau diri.
Ku ambil dasi yang masih berada di keranjang pakaian dan ku setrika sebentar. " Ini. " kataku mengulurkan padanya. Dia menunduk dan merendahkan lehernya. Aku sudah hapal apa maunya. Iya, setiap hari dia ingin aku memakaikan dasinya. " Besok lagi jangan lempar celana dalamku pada Jack, lempar saja langsung setrikamu ke kepalanya." Katanya yang lalu menaruh celana dalamnya di atas meja setrika.
Apa?
Celana dalamnya??
Oh, God!!!
Shit...!!
Aku sungguh malu saat ini. Mungkin wajahku sudah memerah seperti udang busuk. Tapi, dia tetap saja berlaku manis. Dia tersenyum dan mengusap kepalaku sebelum pergi. " Cepat selesaikan dan sarapan bersama kami." Katanya yang kemudian menghilang di balik pintu yang telah berhasil membuat jantungku meletup-letup.
" Ya, " lirihku dan kembali merapikan tumpukan celana yang terjatuh tadi.
" Na..., Mana bajuku? " Suara bariton dari seorang pria yang gagah dan tinggi yang semakin mendekat dan membuatku mendongak kesusahan.
" Baju yang mana Kak? " Aku melihatnya, rambut setengah basah dan juga wangi aroma maskulin membuatku dimabuk kepayang. Wanita munafik yang menolak mengakui sisi ketampanannya ini. " Kemeja putih. " Sahutnya.
Kemeja putih? Bukankah banyak kemeja kerjanya yang berwarna putih. " Yang ini Na, " Dia menyambar kemeja putih yang sudah tergantung di hanger.
Sengaja memang, mereka sengaja menambah pekerjaanku di pagi hari, siang, atau malam. Mereka menganggapku sebagai adik kecilnya. Tapi, tidak dengan Jack yang berkali-kali mengatakan jika aku adalah calon istrinya di masa depan. Dan aku? Sudah pasti aku berpikir seribu kali untuk mengamini hal itu. Dia jahil sekali, bagaimana bila aku menjadi istrinya?? bisa habis kurus kering aku di kerjai.
Lelaki yang menenteng kemeja putih itu sudah memakai celana panjangnya tapi belum dengan kemejanya, bisa dibilang penampilannya saat kerja adalah semaunya. Tak akan berpenampilan rapih jika tak akan ketemu klien penting. " Kancingkan! " Perintahnya dengan merentangkan kedua tangannya seolah akan terbang.
Sudah biasa..
Apalagi yang bisa ku katakan selain itu? Bagaimana? aku sudah sangat mirip dengan ibu-ibu rempong kan?
" Apa tidak akan ketemu klien Kak? " Tanyaku yang menurut sembari mengancingkan bajunya. Kulihat wajahnya yang masih lembab dan dihiasi beberapa bulir air sisa mandi. Terlihat sexy Dan menggoda. Dai menggeleng pelan tanpa melihatku dan sibuk melihat benda pipih di tangannya.
" Nanti tolong kamu temani Lena belanja ya. Dia ingin pergi ke Mall katanya. " Ujarnya yang kemudian tersenyum melihatku sekilas lalu pergi tanpa menunggu jawabanku. Entah bisa atau tidak tapi aku harus.
Lena, siapa Lena?
Lena adalah istrinya. Istri dari lelaki ini. Gino Putra Armanto.
Aku, tugasku di rumah ini adalah mengurusi perbajuan mereka semua. Ayah, Bunda dan ketiga anaknya ini, juga menantunya.
Di meja makan.
Aku datang sembari mendorong kursi roda Kak Lena. Dia adalah wanita yang kurang beruntung. Dia dahulunya adalah seorang dancer. Tapi sebuah kecelakaan merenggut semua darinya. Dia menjadi lumpuh karena kecelakaan yang fatal. Juga rahimnya, dia harus melakukan pengangkatan rahim karena kecelakaan itu.
Harus ku akui, keluarga ini teramat baik. Mereka kaya, tapi masih bisa menghargai manusia lainnya. Mereka tak tinggi hati. Terbukti mereka merestui pernikahan Kak Gino dan Kak Lena yang memiliki banyak kekurangan.
" Lena, nanti Kamu di temani Ayana saja ya. Aku ada kunjungan ke cabang baru yang cukup jauh." Kak Gino membuka suara setelah sebelumnya hanya suara sendok dan garpu yang beradu di atas piring makan.
Kak Lena tersenyum. " Iya Mas. " Jawabnya dengan lembut. Wajahnya terlihat teduh.
" Ay..., Hemh....! " Jackie memayunkan bibirnya ke arahku tanda meminta sesuatu dan aku tau apa itu.
Aku hanya bisa menurut dan memutar bola mataku malas sambil mendengus. " Iya." Jawabku berat hati kemudian menggambil tisu dan mengelap sudut bibirnya yang terkena saus.
" Cih! Bunda, kamu lihat anakmu itu? dia manja sekali pada Ayana. Dia sudah besar Bunda. Tidak pantas dia seperti itu." Protes Alex dengan raut wajah yang tak suka.
" Hihihi...! Sudah berapa tahun kamu melihat hal ini setiap pagi? Masih saja protes. Apa kamu belum hapal kebiasaan adikmu itu? " Bunda Winda terkesan membela Jackie si bungsu.
" Oh, Ayolah.. Bunda...." Alex lagi-lagi melontarkan protesnya.
" Kenapa? Apa salahnya manja terhadap calon istri. Ya kan Yah?" Jackie menyambar ucapan Alex.
Selalu dan selalu Tuan Dhani Armanto yang menengahi pertengkaran kecil yang menggemaskan ini. Sedangkan aku, tak berani membuka suara. Aku sadar aku ini siapa. Dengan bisa duduk satu meja di tengah-tengah mereka seperti ini sudah lebih dari cukup bagiku sebab aku hanyalah anak tukang kebun disini.
" Tanya dulu Mau tidak Ayana sama kamu Jack! "
Orang yang sedari tadi tenang dan enggan bicara akhirnya bicara juga. Gino berbicara dengan raut wajahnya yang datar dan tak perduli.
" Mau dong! " Sambar si bungsu yakin.
Aku hanya diam tertunduk tak berani menjawab celotehannya.
" Ya, mau ya? " Dia si jahil itu menaikkan kedua alisnya dan berkedip manja padaku. Sungguh aku ingin menjambak bulu matanya saat itu juga.
" Tuh kan dia mau. Kalau diam berarti mau kan? " Dia yakin dengan opininya sendiri.
Oh, astaga!
Kamu adalah lelaki kaya dan tampan. Mengapa tidak mencari calon yang lain saja. Aku ini hanya tukang kebun Kak Jackie..!
Dan seperti biasa, saat di kampus.
" Jangan jauh-jauh! " Semburnya saat kaki mulai bergerak satu langkah dari sisinya.
Jika di rumah dia selalu berkata aku ini adalah calon istrinya. Lain jika di kampus, dengan entengnya dia mengumumkan pada semuanya jika aku adalah pacarnya. Aku punya hak apa?
Aku tak bisa menolak karena ancamannya pasti akan semakin mempersulit hidupku. Tapi terkadang dari hubungan pura-pura ini, aku juga mendapatkan keuntungan. Setidaknya tak perlu repot-repot untuk mengeluarkan uang transportasi lagi, Hihihih...!
" Iya Abang sayang. Ini cuma mau buang sampah. " Dengusku yang sungguh malas jika harus beradu argument.
Dia nyengir dan memamerkan gigi kelincinya " Hehehehe, jangan jauh-jauh. Kamu kan tau aku gampang kangen? " Ujarnya dengan membuat aegyo.
Terdengar samar dan riuh di telinga banyak wanita yang memujanya saat dia menunjukkan aegyo miliknya. Kata mereka itu imut, manis, dan lucu. Tapi bagiku? Biasa saja.
" Iya, iya..." Aku mencubit gemas pipinya sambil melotot kesal dan menggertakan gigiku agar merka tak membaca ucapanku selanjutnya. " Dasar monster..! " Desisiku yang di susul dengan senyuman terbaiku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mimi lita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hasrat 3 cinta Komentar