...🌹🌹🌹...
Sepulangnya kami dari Mall, aku masih saja terngiang-ngiang dengan ucapan Kak Lena. Apa niatanya hingga menawarkan sesuatu yang menyesakkan dada seperti itu?
Menyerahkan lelakinya untuk wanita lain? kok bisa?
" Ay.....! " Seru si gigi kelinci memanggilku dari gerbang belakang saat aku sudah siap mengayuh sepedaku.
" Ada apa! " Kesal iya aku memang kesal. Pasti ada lagi ulah jahilnya kali ini.
Langit sudah hampir gelap, aku sedang terburu-buru tapi dia?
Dia memanggilku dan kini hanya berlenggok santai seolah menjadi model brand ternama di panggung catwalk. Huft Jackie...! kau menyebalkan!!
" Cepat...!" Teriakku kesal.
" Sabar! " Sahutnya santai tanpa beban.
" Mau pulang? " Dia menanyaiku lalu duduk di boncengan sepeda milikku.
" Tidak, Mau shopping! " Ketusku. " sudah jelas mau pulang lah lihat langitnya sudah semakin gelap." Aku menunjuk langit senja bercampur mendung.
Dia melongok ke atas lalu dengan sengaja aku menyentil jakunya. Gemas saja melihat dia yang seperti itu. Terkadang gigi kelinci dan juga mata bulatnya membuatku gemas dan ingin melakukan sesuatu padanya. Hanya sesuatu yang melampiaskan kegemasan bukan sesuatu yang menjurus pada otak kotor.
" Kebiasaan! " Dengusnya yang lalu berpegangan pada pinggangku dan menaikkan kakinya di pijakan belakang.
Aku heran tapi ya memang dia terkadang aneh. " Mau apa? Ada apa? " Aku lalu mengayuh sepedaku dengan membonceng raksasa di belangku ini. Dia terlalu besar untuk ukuran sepedaku. Tolonglah! kalau sepedaku bisa mengeluh, sudah pasti dia akan berteriak histeris dan menjerit pilu sekarang.
" Ay..."
" Hem..."
" Dari kecil kita selalu bersama. "
" Iya, lalu? "
" Aku ingin menawarkan sesuatu. " Katanya yang membuatku penasaran.
" Apa? Apa ada pekerjaan baru? " Aku berhenti mengayuh karena dia melingkarkan tangannya di pinggangku. Terasa hangat di sekitarnya juga punggungku karena dia kini menempel di punggungku.
" Iya. " Angguknya dan terasa dari pergerakan yang menempel di punggungku. " Kamu bisa mengurus bayi?"
" Bisa. " Jawabku aku masih berpikir jika semua ini berkaitan dengan pekerjaan.
" Orang tua? " Tanyanya lagi.
" Bisa, aku terbiasa mengurus Ayahku kan? Dan mengurusmu yang sudah seperti bayi besar." jawabku dengan sindiran dengan aku yang mulai terkikik geli mengingat tingkahnya yang seperti bayi besar.
" Serius! " Cicitnya.
" Iya, aku juga serius. Apa kamu lupa betapa manjanya kamu? "
" Maksudku, aku ingin kamu nanti merawat bayi kita dan juga orang tua kita bersama. " Ucapnya lembut.
Aku terdiam dan masih mencerna ucapanya.
" Jackie, bercandamu tidak lucu ya. " Aku meliriknya sekilas lalu kembali mengayuh sepedaku.
Dia semakin mengeratkan pelukannya dan terasa pergerakan bibirnya yang hangat mencium punggungku. " Aku tidak bercanda dan aku serius. Maukah kamu Ayana Jasmine menjadi ibu dari anak-anakku dan Putri dari kedua orang tuaku? " Suara baritonnya membuatku menghentikan pergerakan kakiku dan kami terdiam di jalanan yang lengang.
Aku melihat sekitar dan mengamatinya. " Kamu tidak demam. " Gumamku yang memutar badan lalu memeriksa keningnya.
" Ay, aku sudah mengatakan hal ini berkali kali. Tapi kamu selalu saja menolaknya. Apa kurangnya aku Ay? "
" Jackie, kamu itu tidak memiliki kekurangan. Disini aku yang memiliki banyak kekurangan. Sudahlah jangan di bahas lagi. Aku doakan semoga kamu mendapatkan wanita yang baik sebagai ibu dari anak-anakmu kelak. Dan wanita yang menyayangi dan menghormati kedua orang tuamu. " Kataku yang masih tak percaya dengan telingaku sendiri. Tapi sungguh percayalah jantungku seakan meledak saat mendengarkan pengakuannya. Pipiku? pipiku seperti udang rebus sekarang, terasa panas dan memerah.
" Kamu tau sebulan lagi Papa akan memgirimku kemana?" Dia mulai merenggangkan pelukannya seolah menanti jawabanku.
Aku mengangguk dan kembali mengayuh sepeda lebih kencang. " Iya aku tau, kamu akan ke Italia kan melanjutkan studi?" Sejenak aku berpikir " Lalu apa hubungannya dengan ucapanmu tadi? "
" Berhenti! " Serunya yang mengagetkanku.
Oh ayolah apalagi kali ini? " Ada apa? membuatku kaget saja. " Geramku dengan kaki yang spontan menjaga keseimbangan sepeda yang sudah berhenti.
" Ay, Kam.. kamu benar-benar rela melepasmu pergi sejauh itu? " Ucapnya yang dengan seksama kudengarkan dengan selingan getar suara yang berubah.
Tunggu dulu, dia menangis?
" Hei, ada apa? ada masalah di kampus atau Nyonya atau Tuan memarahimu Kak?" Tanyaku dengan panggilan yang sering ku lontarkan saat dalam suasana hati yang baik.
Tiba-tiba...., Di.... dia memelukku lalu menyembunyikan kepalanya di ceruk leherku lalu berucap dengan suaranya yang bergetar dan serak. " Bisakah, sebelum aku pergi kamu berada di sebelahku menemaniku dan menjadi orang spesial di hatiku?"
Sungguh sakit. Sebenarnya, jika saja status dan strata kita sama, tentu saja tak akan ada penolakan yang terlontar dari bibirku. Tapi kita? kita sangat berbeda Jackie... apa kau tau itu?
Aku hanya bisa membalas pelukannya dengan semakin mengeratkan dan mengusap punggungnya perlahan. Tanpa kusadari, tanganku membelai lembut rambutnya. " Jangan seperti ini Kak, aku jadi ikut sedih. " Aku menangkup wajahnya yang terus tertunduk " Bukankah kita memang berstatus pacaran? Ya, meski hanya pura-pura saja saat di kampus. " Kataku yang semata-mata agar dia merasa lebih baik.
" Aku ingin sesuatu yang nyata Ay... Tahukah kamu sulit bagiku untuk jatuh hati kepada yang lain?" Suaranya masih bergetar dan serak dengan pelupuk mata yang sudah basah. Itu semua menggertakan hatiku.
Harus ku terima atau tidak? Jika aku menolaknya apakah aku tergolong sebagai orang yang tidak tau balas Budi?
Tapi jika menerimanya aku akan tergolong sebagai orang yang tidak tau diri.
" Di sini... hanya ada kamu. Ay...." Dia memohon dan menatapku. Tatapan tulus yang berhasil menembus kalbuku.
Aku mengangguk perlahan dan ikut menitikkan air mataku. Rasa yang bercampur aduk kini kurasakan. Antara tak tau balas Budi atau tak tau diri. Terserahlah bagaimana nanti.
" Sungguh? Kamu sungguh mau?..." Dia mengguncang pundakku seolah tak yakin. Tatapannya kembali berbinar dan membulat membuatku membalasnya dengan seulas senyum manis.
" Iya.... Aku tak tau setelah ini aku akan menjadi apa. Mungkin Dimata mereka nanti aku akan tergolong sebagai orang yang tidak tau diri karena berani menjalin hubungan dengan anak majikan." Ucapku mengutarakan ganjalan dihatiku.
Dia mencium bibirku sekilas lalu memamerkan gigi kelincinya. " Jangan takut akan opini orang lain. Takutlah jika kamu tak bahagia meski kamu terlihat baik-baik saja Dimata mereka. " Dia merapikan anak rambutku dan kecupannya masih membuatku membeku.
" Curang! " Kataku yang menatapnya tak suka " Aku balas ya! " Kataku yang kemudian balas mengecupnya dan membuatnya kembali membulatkan matanya dan membuatku merasa gemas.
Dia menguyel kedua pipiku. " Kamu berani? " Lagi, dia menatapku dengan intens seolah memindai sesuatu dari air mukaku. " Kenapa di kembalikan? tidak suka? "
" Em... em..." Aku menggeleng cepat. " Aku hanya kaget saja, kamu mencuri ciuman pertamaku. "
Dia tertawa renyah dan kembali mendekapku. Kini aku berada dalam dekapan hangat anak majikanku. Sungguh aku adalah anak babu yang tak tau malu. Setelah pernyataannya, aku luluh. Ketulusannya menembus pertahanan terakhirku.
Pernyataannya yang mungkin akan membuatku terbuang setelah ini.
" Lalu kamu membalasnya biar impas? berarti jika aku..."
Pletak!
Kujitak kepalanya yang mulai berpikir kotor. " Awas saja kalau kamu berani Jackie!" Ancamku dengan mata yang menatapnya tajam.
Dia takut?
Oh, tentu tidak. Dia malah menghujani wajahku dengan ciuman. " Ayo balas! " Harapnya dengan wajah meledek. " Ayo... Ay....!" Rengeknya yang kambuh lagi menjadi bayi besar.
" Tidak! " Aku melengos dan berbicara dengan nada ketus.
" Kenapa? "
" Kesenangan kamu nanti. Tidak ah!" Ku lepaskan pelukannya lalu kembali menuju ke sepedaku.
Dia membuntutiku dan menarik kerah bajuku. Aku mirip anak kucing sekarang. " Kamu marah? Ekspresi wajahnya sungguh lucu ketika khawatir seperti ini.
" Tidak, siapa yang marah? Masa iya baru jadian sudah marah. Aku ingin cepat-cepat sampai rumah Jackie..." penekanan kataku pada namanya membuatnya menautkan kedua alisnya.
" Jangan panggil Jackie. Panggil Sayang. " Pintanya.
Geli sumpah ini menggelikan " Sayang?" ulangku yang tak yakin.
Dia mengangguk antusias dan menunggu pengulanganku. " Aneh ah.. Kalau kamu tidak menyebalkan maka akan ku panggil Sayang. Tapi kalau menyebalkan ya Jackie."
Raut kecewa kembali muncul. " Tak semudah yang kubayangkan." Gumamnya perlahan.
" Sudah sana pulang! " Aku memutar badannya untuk kembali ke rumah besarnya.
" Kitakan sudah jadian, aku mau apel kerumah kamu ah..." Dia berlari kecil lalu mengambil alih sepedaku dan menepuk bagian belakang sadel.
" Ayo! Paman sudah menunggu. Lihat dia menghubungiku!" Dia menunjukkan ponselnya yang menyala tanda panggilan masuk dari ayahku.
Dimana-mana dia anak emas. tidak di rumahnya atau di rumahku. Jika sudah ada dia di rumah, maka aku akan menjadi anak tiri.
Kami pulang bersama dan pernyataan darinya membuatku sadar bahwa selama ini, yang ku rasakan padanya adalah cinta bukan rasa sebatas adik dan kakak yang saling menjaga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
NandhiniAnak Babeh
wah ternyata babang Jackie udah bucin duluan ya sma Ayana
2022-04-06
0
Cha_lamoh
sweett banget sih bang Jack....
2022-02-04
0
^💕 Cut Rumaisha💕^
bentar lg alex ikutan nembak
2021-12-12
1