" Ay, mau ke Mall kan? aku ikut ya? " Kata manusia bergigi kelinci yang duduk bersandar di punggungku saat aku tengah membaca buku di rerumputan.
Ku lirik dia sekilas dari ekor mataku terlihat dia mengatupkan kedua tangannya meski aku tak berbalik menghadapnya. " Ih, tidak ah. Ini acara perempuan. Dia pasti risih kalau kamu ikut." Dalihku yang sebenarnya malas mengajak si jahil ini.
" Oh, Ayolah..! " Rengeknya seperti anak TK yang meminta sesuatu. Harus ku akui dia memang memiliki baby face. Jika saja dia tidak jahil dan usil, sudah tentu aku mungkin akan khilaf dan menerimanya menjadi pacarku.
" Jack, Aku hanya di ajak. Jika kamu benar-benar mau ikut, tanyalah saja langsung padanya. " Tungkasku yang malas berdebat lagi.
Dia tersenyum girang lalu mulai menghubungi seorang wanita. Kutahu itu pasti Kak Lena. Aku menempelkan telingaku dekat pada telinganya dan mendengarkan percakapan mereka. Keyakinannya luntur saat penolakan itu terdengar tegas.
" Tidak boleh. " Katanya yang lesu dan lemas.
Asik... senangku dalam hati. " Kasihan... " Aku menggeleng dan mengusap dahinya seolah iba. Padahal aku sangat senang. Akhirnya ada satu hari dalam satu bulan ini aku tidak di tempeli olehnya.
" Jack! Ayo kita latihan semua sudah menunggumu." Seru seorang lelaki berkulit putih pucat menghampiri kami dari seberang lapangan basket yang menghampar.
Aku tersenyum lalu menatapnya, dia terlihat layu. " Pergilah, sana teman-temanmu sudah menunggumu. Kamu kan pemanin yang handal? Jack aku cuma menemani Kakak iparmu, bukan menemani Kakakmu." Cicitku pelan.
" Senang sekali kamu? Hhhh... " Dia mendesah sebelum berlanjut, "Ay rasanya aku sulit sekali jauh darimu. Lama aku jatuh cinta padamu tapi mengapa tidak pernah kamu terima? Apa ketampananku ini tidak mampu memikat hatimu? " Dia menarik kakiku dan kini kita saling berhadapan. Suasana berubah hening dan serius di selimuti hawa dingin.
" Bukan begitu Jack, kamu tau kan alasannya? Aku cukup tau diri. Aku tak pantas untuk kalian. Aku hanya anak tukang kebun."
" Kamu anak tukang kebun, tapi kan sebentar lagi kamu akan menjadi karyawan di perusahaan Ayah." Dia terus saja merayuku.
Aku memegang lututnya yang masih terlipat. Agaknya hal ini perlu di bahas lebih serius lagi. " Aku tau diri Jack, Oh ayolah carilah wanita lain.. Aku hanya anak tukang kebun. Ya, walaupun nantinya akan menjadi karyawan di sebuah perusahaan, tetap saja itu masih atas uluran tangan keluargamu Jack. Aku tak mau dibilang melunjak dan melebihi batas. "
Dia balas mengusap lembut dan menggenggam tanganku. Tentu hal seperti ini yang pertama kalinya. Walaupun dia mengakui ku sebagai pacarnya di kampus, tapi dia sangat menghormati ku dan menjaga batasan. Aku juga tidak tau apa tujuannya mengaku-ngaku sebagai pacarku. " Ay..., Kamu tau kan keluarga kami bukan keluarga yang seperti itu? Status bukanlah hal utama bagi kami. Kamu lihhat Kak Gino? Dia menikah dengan orang yang biasa saja kan? tanpa status, tanpa Drajat tanpa saham. " Ujarnya yang memang benar semua itu fakta.
Batu kerikil terlempar dan tepat mengenai kepalanya membuatnya meringis dan kemudian mengerang kesal otot-otot lehernya yang sudah siap untuk berteriak. Aku segera kembali mengusap lututnya. Aku tau dia mudah terprovokasi keadaan. " Jangan marah! " Desis ku lalu menenangkannya. Atensinya kembali padaku.
" Hey, ayo latihan!! " Seru beberapa teman-temannya yang sudah berjajar dan membawa bola basket. Ada sparing basket Kali ini, sebenarnya dia memintaku untuk menemaninya tapi kak Lena juga butuh teman.
Berat hati dia meninggalkanku setelah sebelumnya dia mengacak rambutku. Aku hanya bisa terdiam tak membalas selain tersenyum kepadanya. Jika tidak ada senyuman, maka dia akan murka.
...🌷🌷🌷...
Di sebuah Mall.
Aku masih saja setia mendorong kursi rodanya dan berputar-putar mengelilingi Mall ini. Kadang aku mengeluh dalam hati. Dia enak tinggal duduk dan aku mendorongnya kemanapun.
" Kalau kamu lelah, kita berhenti di resto itu ya. " Katanya yang seolah tau keresahanku.
"Ayo! " Sahutku tanpa basa basi. Aku lagi-lagi mendorongnya dengan beberapa kantong belanjaan yang menggantung di handel pendorong. Banyak sekali dia berbelanja, agaknya dia melampiaskan sesuatu.
Kami sampai dan duduk di sebuah meja yang terlihat di sudut resto. " Ini buatmu, ini buatku, ini... buatmu, ini buatku..." Katanya berulang ulang dan membuatku bingung.
" Tumben banyak belanja Kak? biasanya malas keluar?" Tanyaku yang sedang membasahi kerongkonganku dengan jus buah.
Dia tersenyum lalu menatapku teduh dan wajah ayunya mulai sedikit bergerak untuk menjawab. " Ini untukmu! " Tangannya mendorong beberapa kantong belanjaan.
Jujur aku merasa takjub juga kaget. " A... apa? " Aku tak percaya. " Buatku? semua ini? " Malu sangat malu setelah sebelumnya aku berpikiran yang tidak-tidak.
Aku tak enak hati lalu menolaknya perlahan dan menggesernya kembali lebih dekat dengannya duduk. " Aku tidak pantas untuk ini Kak. " Kataku dengan menunduk lesu.
" Apanya yang tidak pantas Ayana? Kamu itu sudah di anggap seperti anak juga di keluarga Bunda... " Tekannya dengan lembut.
" Pakailah ini untuk acara wisudamu nanti. " Ujarnya.
" Tapi ini berlebihan Kak. " Tolak ku halus. Jujur saja aku tak enak hati, percayalah.
Dia kembali tersenyum lalu melihatku dan meraih tanganku. " Jangan menolak atau mengembalikan ini. Atau aku akan marah." Ancamnya dengan wajah yang manis. Siapa yang takut kalau di ancam model begini?
" Ayana, " Panggilnya dan mengalihkan atensiku dari ponsel.
" Apa kak?"
" Kapan kamu memiliki rencana untuk menikah? "
Aku mengambil kembali jusku dan menyeruputnya " Belum ada rencana. Bagaimana nanti saja biarkan jodoh itu yang mengahmpiriku. " Jawabku yang tak mencurigai sesuatu.
Dia tiba-tiba menitikan air matanya. " Boleh aku mengajukan satu calon untukmu? "
Apa maksudnya??
Dia berbicara seperti itu tapi dengan air mata? Aku tidak mengerti pemikiran apa yang ada di kepalanya.
" Kak ada apa? " Aku ikut merasakan kegelisahannya. Terpancar jelas dari matanya ada kesedihan disana.
" Kamu tau aku cacat kan? Aku juga tidak bisa hamil, Aku ingin suamiku bahagia."
" Lalu apa hubungannya denganku kak? "
Dia mendekat dan memelukku hangat. " Bila selesai wisuda nanti, menikahlah dengan suamiku ya? " Ucapnya.
Sukses sudah dia membuat jantungku menggelinding entah kemana. Apa ini? istri melamarkan wanita lain untuk suaminya?? Mengapa ini seperti sinetron?
" Tidak! " Ku urai pelukan kami dengan kasar dan membuat dia sedikit bergeser dari tempatnya.
" Kalau Kakak ada masalah ceritalah padaku, walau aku belum berpengalaman, tapi semoga saja itu bisa membuatmu sedikit merasakan kelegaan. Jangan bicara hal yang tak masuk akal."
Dia menggeleng dan menahan air matanya dengan suara yang bergetar. " Aku tidak bisa memberikan dia keturunan, dia tidak mau menceraikan ku Na. Aku bingung, dia teramat baik padaku. Kadang aku merasa tak pantas bersanding dengan dia. Aku merasa tak sepantasnya kami bersama. Dia begitu tulus dengan cintanya. Tapi apa yang bisa ku berikan? Tidak ada Na, tidak ada!! " Tangisnya kembali pecah dan menggetarkan hatiku.
" Apalagi aku Kak? Sedari bayi merah, aku hidup atas kelapangan hati dan kebaikan mereka semuanya. Lantas apakah pantas aku berpikiran untuk mendapatkan salah satu anaknya? membayangkannya saja aku tak berani Kak. Jangan, tolong jangan aku yang kau seret dalam urusan rumah tanggamu. " Pintaku yang terdengar memelas.
Dia kembali tersenyum lalu mengusap air matanya dari pipinya yang merona " Tapi kamu calon terbaik dari semua wanita yang ku pikirkan. Tolonglah Na, setidaknya sebelum aku berpulang, aku telah memilihkan calon yang baik untuk suamiku. Untuk menjaganya nanti. "
" Apa maksudmu? " Aku melongo tak percaya. Dan dia kini bersimpuh di kakiku. Kami menjadi tontonan banyak orang.
" Dokter memnvonisku tak bisa hidup lebih lama Na. Lalu, apakah aku akan tetap menahannya untuk tetap merawat aku sampai akhir hayatku? Aku ingin melihat senyumnya Na. Selama bersamaku dua tahun ini, tak pernah kulihat senyumnya bersamaku. Hanya bersamamu saat kau kancingkan bajunya aku melihatnya tersenyum."
Apa jadi dia sering melihat canda tawa kami? " Kak Lena slaah paham. Kami tertawa bersama karena membicarakan Jackie, bukan karena kami ada sesuatu." Tepisku bercampur marah karena tuduhannya.
Kubantu dia berdiri dan kembali duduk di kursi rodanya. " Na, pikirkanlah. Ada atau tidak rasamu padanya aku tak apa. Aku bisa terima Na, asalkan wanita itu kamu. " Bergetar suaranya sat mengatakan itu dan membuat dadaku sesak tak karuan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
susi 2020
🥰🥰🥰
2023-03-05
0
susi 2020
😘😘😀🤩🥰
2023-03-05
0
Renny Mardha
baru nyimak thor .. kesan pertama sudah menggoda.. akhirnya kutuntaskan baca karyamu thor.. jempol 2 kuberikan untuk karya hebatmu... 😍😘
2022-10-05
0