Odd Diary
Rotterdam, musim semi 1940
Langit memucat dalam hening yang tak biasa. Burung-burung enggan bernyanyi. Di dalam barak tua yang membelakangi kanal, seorang pria duduk membisu, tangannya mengusap sampul buku harian yang telah menguning.
Ia bukan pahlawan yang tercatat dalam sejarah, namun hidupnya pernah berdiri di tepi waktu yang hancur. Seragamnya lusuh, matanya menyimpan lebih banyak keraguan daripada keberanian.
"Jika mereka datang esok pagi... dan aku tak sempat bicara..."
Tulisnya pelan, tinta bergoyang seiring getar jemari.
Foto kecil terselip di antara halaman: seorang anak, berpakaian putih dari hari Minggu terakhir di tanah yang jauh-Hindia Belanda.
Di luar, sirine meraung. Bukan hanya tanda perang, tapi panggilan sunyi bagi mereka yang tahu bahwa dunia tak akan sama lagi.
Lembar demi lembar ditulis bukan untuk masa kini, tapi untuk seseorang di masa depan. Seseorang yang akan membuka diary tua itu... dan membaca dunia yang hampir hilang
Rotterdam, 10 Mei 1940 Tengah Malam
Sebuah kapal patroli tengah menjaga perairan di sekitar pelabuhan Rotterdam, Belanda. Kapal itu adalah kapal angkatan laut kerajaan Belanda. Seorang Kelasi tengah mengawasi keadaan perairan di sekitar pelabuhan.
Kelasi itu berbicara melalui radio.
"Rapporteer ... de situatie die voor ons ligt is veilig ... " Kelasi itu memencet sebuah tombol.
(Lapor .... Di depan kondisi aman ... )
Terdengar respon dari temannya.
"Goed, rapport ontvangen," respon temannya
(Baiklah, laporan di terima)
Namun, kelasi tersebut tiba-tiba kembali mendengar suara kapal perang lain.
"Rapporterend, hoorde ik alsof er een vliegtuiggeluid was, in grote getale op de richting van negen uur," kata kelasi itu sambil melaporkan kejadian melalui radio.
(Lapor, saya mendengar seperti ada suara pesawat, dalam jumlah besar di arah pukul sembilan)
Tiba-tiba beberapa kapal pesawat tempur milik Jerman menyerang kapal itu. Mereka mengeluarkan tembakan ke arah dua kapal perang angkatan laut Belanda. Alarm.pun di bunyikan. Pesawat itu menembakkan senapan otomatisnya di atas kapal perang.
"We worden aangevallen! Bereid je voor op de strijd!" teriak kelasi melalui radio.
(Kita di serang! Bersiap tempur!)
Dan, tak lama kemudian alarm perang di bunyikan.
"TEEEEET!! ... TEEEEET!! ... TEEEET!! Suara alarm itu menyalak begitu keras.
"Schip wordt aangevallen! Schip wordt aangevallen! Bereid je allemaal voor op de strijd!" Bunyi suara melalui pengeras suara.
(Kapal di serang! Kapal di serang! Semua bersiap untuk tempur!)
Alarm tanda bahaya pun begitu keras hingga menekakkan telinga, sehingga semua yang berada di kapal terbangun. Semua prajurit angkatan laut Belanda bersiap. Mereka segera berlari membawa senjata masing-masing. Ditengah kepanikan, seorang prajurit tampak masih menggeliat. Rupanya dia sebelumnya begitu lelah, hingga temannya membangunkannya.
"Robert! Schip wordt aangevallen! Kom op, schiet op en sta op!" Temannya berusaha keras membangunkannya.
(Robert! Kapal di serang! Ayo cepat bangun!)
Robert yang akhirnya terbangun tampak menguap. Dia sepertinya. begitu lelah sehingga alarm sekeras itu tak langsung membangunkannya.
"Ugh! Eindelijk ... de Tweede Wereldoorlog is hier he!" Robert yang baru tidur perlahan membuka matanya.
(Ugh! Akhirnya ... Perang Dunia II sudah disini rupanya,!)
Tenannya berkata, "Kom op man. Bereid snel je wapen voor. We gaan oorlog voeren!."
(Ayo, Bung. Cepat siapkan senjatamu. Kita akan berperang!)
Temannya segera menarik tangan prajurit itu.
Robert yang sudah terbangun segera berpakaian. Dia mengambil senapan di dekatnya dan bersiap di posisinya. Dia berada di buritan dan siap menyerang.
Terdengar suara tembakan di udara. Pesawat penyerang Jerman terus menyerang kapal angkatan laut Belanda. Mereka bertempur mati-matian mempertahankan wilayah kedaulatannya..
Namun, kedua kapal angkatan laut Belanda akhirnya tenggelam.setelah di tembak dengan torpedo dari kapal selam Jerman. Banyak tentara Belanda yang tewas. Namun, beberapa berhasil selamat. Robert dan seorang temannya berusaha menyelam. Sambil memanggul senapan, Robert dan seorang temannya berusaha bertahan dengan menyelam
Drat ... DAT ... DAT ... DAT ... DAT ... DAT .... DAT .... DAT!
Suara senapan mesin dari pesawat tempur pasukan Nazi Jerman pun menyalak keras memecahkan kesunyian malam. Mereka menembaki tentara Belanda yang berenang dari udara. Bahkan, peluru senapan mesin pesawat itu menembus dalamnya laut. Beberapa tentara Belanda yang menyelam pun menjadi korban senapan mesin itu.
Robert dan seorang temannya terus menyelam tanpa alat bantu. Mereka berusaha keras bertahan hidup. Hingga akhirnya, terdengaar suara pesawat pergi dari atas laut. Robert dan temennya perlahan berenang ke permukaan
"Ahh! ... Akhirnya ... pesawat Jerman itu pergi," kata Robert menghela nafas panjang.
Seorang temannya menyusul. Dia menarik nafas panjang karena cukup lama menahan nafas di dalam air. Sejenak, mereka berusaha menarik nafas dan melegakan pernafasannya di tengah dinginnya air laut. Mereka berdua segera menuju daratan. Mereka berenang ke anjungan pelabuhan. Setelah berhasil naik ke daratan, terdengar suara tembakan dan sayup-sayup teriakan tentara musuh.
"Hallo! Da sind Feinde!" Teriakan itu terdengar jelas walau di jarak yang cukup jauh.
(Hei! Ada musuh di sana!)
Robert dan temannya begitu panik. Terdengar rentetan suara senapan mesin.
"Shit! Nazi-soldaten. Laten we ons snel verstoppen" kata Robert berbisik.
(Sial! Tentara Nazi disini! Cepat sembunyi)
Suara teriakan makin dekat. Dan mereka berdua yang terdesak segera melakukan perlawanan. Baku tembak pun tak terhindarkan. Mereka terus berlari untuk mencari tempat persembunyian. Akhirnya, setelah berlari sambil membalas tembakan, mereka berdua menemukan tempat persembuyian yang tampaknya aman.
"Robert! Laten we ons hier verstoppen,' kata temannya berbisik.
(Robert! cepat sembunyi di sana!)
"Oké, Hans. Kom op ... ," balas Robert berbisik.
(Oke, Hans. Ayo ...,)
Mereka berlari di antara bangunan di pelabuhan Rotterdam. Namun, ternyata ada tentara Jerman yang mengetahui keberadaan dua prajurit itu.
"Hey ... Es gibt Feinde. Attacke!" Seorang tentara Nazi mengabarkan pada temannya.
(Hei ... Ada musuh. Serang!)
Karena terdesak, Hans segera menembakkan senapan otomatis yang dia bawa. Baku tembak kembali terjadi. Namun, Naas menimpa Hans. Dia tewas setelah dadanya tertembus dua peluru pasukan musuh. Melihat Hans tertembak, Robert segers berlari dan mendekatinya.
"Hans, wacht even. ik breng je." Robert yang berlari menghamoiri temannya.
(Hans, bertahanlah. Aku akan bawa kamu)
Hans yang tertembak memegangi dadanya yang baru saja tertembus peluru.
"Robert ... Laat me hier ... ugh!" Hans mulai batuk.
(Robert ... Biarkan aku disini ... ugh! )
Rupanya, pasukan musuh mengambil.kesempaan.
Dia lempar granat untuk menghalau musuh. Mereka kembali melancarkan tembakan. Robert pun kembali berlari.
Robert terus berlari hingga akhirnya dia berhasil sembunyi di sebuah gorong-gorong.
Tak lama, suasana suara tembakan terhenti. Hanya tinggal suara pesawat tempur tengah terbang mengawasi situasi. Tentara Jerman semakin banyak yang masuk ke wilayah Belanda. Bangunan di pelabuhan Rotterdam telah hancur dan banyak puing-puing berserakan.
Di tengah banyaknya tentara Nazi yang datang, ada seorang Perwira wanita dari pasukan SS Jerman datang bersama ajudannya.
"Heil Fuhrer!" kata tentara Jerman yang memberi hormat pada Perwira wanita itu.
Dia tersenyum membalasnya. Seorang prajurit melaporkan kondisi pelabuhan Rotterdam
"Luitenant Eva! De omstandigheden zijn veilig. Alle Nederlandse soldaten kwamen om," kata seorang tentara pada perwira itu.
(Letnan Eva! Kondisi sudah aman. Semua tentara Belanda tewas.)
Perwira itu tersenyum. Dia memberi isyarat untuk terus menyerang dan menguasai Belanda. Namun, tak ada yang menyadari bahwa perwira wanita itu adalah Sri Lestari, seorang penyihir yang telah berusia lebih dari 300 tahun.
"Kruger, lass mich hier in Ruhe. Ich möchte die Atmosphäre sehen," kata perwira itu pada ajudannya.
(Kruger, tinggalkan aku disini. Aku ingin berkeliling melihat suasana sekitar)
"Bereit, Leutnant Eva," balas ajudanya
(Baik, Letnan Eva)
Dia memberi hormat pada perwira itu, lalu pergi meninggalkan perwira itu. Dia berkeliling di sekitar puing-puing pelabuhan. Rotterdam. Tampak senyum manisnya. Dia seperti merapal mantra.
"Alexander, aku tahu kamu ada di sini. Kamu gak akan bisa lari dari aku," kata Lestari dalam hati.
Sementara, di persembunyiannya Alexander begitu resah. Kepalanya begitu pusing. Dia terus mendengar bisikan Lestari. Dia mengeluarkan sepasang kalung ruby. Kalung itu mengeluarkan cahaya putih. Dia pakai kalung itu, dan akhirnya dia terlelap di persembunyiannya.
***Download NovelToon to enjoy a better reading experience!***
Updated 17 Episodes
Comments