BUNGA CINTA ALEX DAN DEWI

Cukup lama Alexander di rumah Dewi. Dari dapur, Sukma begitu keheranan melihat sikap Alexander yang sangat bersahaja.

"Baru kali ini, seorang pejabat VOC duduk di sebuah tikar beralas tanah. Ya Tuhan, apakah dia orang yang Kau kirim untuk Dewi?" bathinnya.

Sukma teringat akan Letnan Aart yang begitu angkuh. Alih-alih mau datang. Untuk kunjungan saja dia enggan datang ke kampung itu.

Sementara itu, di ruang tengah tampak Alexander sedang menceritakan sebuah lelucon. Dewi yang mendengarnya tertawa. Setelah lama bertamu di sana, Alexander tersadar jika hari telah petang. Dia segera pamit untuk pulang.

"Dewi, Ik mau kembali ke mess. Jangan lupa, besok kamu datang ke loji," pesan Alexander pada Dewi.

"Iya, Tuan. Terima kasih atas bantuannya," kata Dewi.

Alexander dan Dewi bangkit dari duduknya.

"Sebentar, Tuan. Saya panggil Ibu," kata Dewi.

Alexander hanya tersenyum sambil mengangguk. Dewi melangkah ke dapur. Dan tak lama kemudian, dia datang bersama ibunya yang membawa besek yang diikat tali dari bambu.

"Tuan, kami berterima kasih atas bantuannya. Kami tak bisa membalas kebaikan Tuan. Kami hanya bisa memberikan ini untuk Tuan," kata Sukma memberikan besek yang dia bawa.

Alexander menerimanya dengan senyum lebar.

"Ibu tak perlu memikirkan itu. Cinta Ik di terima Dewi sudah cukup buat Ik bahagia," kata Alexander.

Alexander memandangi besek yang dia bawa. Tercium aroma kue yang baru di masak.

"Dan, ini ... wow. Ik sangat-sangat berterima kasih pada ibu. Aroma kuenya enak sekali," kata Alexander tersenyum manis.

Sukma merasa tersanjung dengan pujian Alexander.

"Tuan, semoga suka dengan kue buatan kami. Terima kasih kiranya Tuan sudi untuk singgah di gubuk reyot ini," kata Sukma.

Alexander tersenyum.

"Sudah, bu. Jangan terlalu merendah. Kue ini memang sepertinya enak sekali," kata Alexander.

Dengan diantar Dewi, Alexander melangkah keluar. Dia berjalan menuju kuda yang di tambatkan di halaman rumah Dewi. Sebelum menaiki kudanya, Alexander memegang kedua tangan Dewi, dan menciumnya.

"Dewi, terima kasih U terima cinta Ik. Ik bahagia sekali malam ini. Tak sabar Ik jalani hari selanjutnya bersama U," katanya tersenyum mesra.

Dewi tersenyum memandangi Alexander. Bintang telah muncul menghiasi langit. Alexander segera naik ke pelana kudanya, dan segera pergi kembali ke messnya. Dewi tersenyum manis memandangi kepergian Alexander.

Di saat yang bersamaan, Bahri menyapaya

"Dewi, kamu tampak begitu gembira?" tanyanya.

Dewi reflek menoleh ke arah Bahri.

"Oh, iya, Bahri. Aku begitu lega terlepas dari jerat hutang pada Pak Larso," kata Dewi.

Bahri tersenyum manis. "Syukurlah, Dewi. Lain kali, hindari rentenir," katanya mengingatkan.

Dewi mengangguk. Hari mulai gelap. Bahri bergegas pulang ke rumahnya. Sesaat, Dewi pandangi bintang dengan sebuah harapan, sebelum akhirnya dia masuk ke dalam rumahnya.

Setibanya di loji, hari telah malam. Alexander menambatkan kudanya di Istal yang ada di loji itu. Dia beri kudanya makan, dan mengelusnya sebelum menutup pintu istal itu. Alexander melangkah menuju messnya.

"Uhm ... bahagianya Ik. Dewi, terima kasih, Dewi. U buat Ik bahagia malam ini," katanya dalam hati.

Ketika di depan messnya, Ernest menyapanya.

"Alexander, ben je net thuis? en ... wat heb je meegebracht?" tanya Ernest sambil memperhatikan besek yang di bawa Alexander.

(Alexander, baru pulang? dan ... apa yang kau bawa?)

Alexander tersenyum manis. Dia angkat besek yang dia bawa.

"Oh, ik kom uit het huis van de cakeverkoper, Dewi. Laten we deze cake proeven. Het ruikt zo lekker," ajak Alexander.

(Oh, aku dari rumah penjual kue, Dewi. Yuk kita cicipi kue ini. Aromanya enak sekali.)

Ernest tersenyum manis. mereka segera duduk di teras mess. Alexander membuka besek yang dia bawa. Mereka berdua mencicipinya.

"Wauw, deze cake is zo lekker," kata Ernest sambil mengunyah kue itu.

(Wow, enak sekali kue ini.)

Alexander tersenyum manis. Dua orang yang melewati mess Alexander mampir setelah mencium aroma kue itu. Mereka juga begiru suka dengan kue itu.

Alexander mengungkapkan idenya untuk menyuruh Dewi berjualan kue di kantin dekat klinik.

"Ernest, wat als Dewi taarten verkoopt in de kantine bij de kliniek?" tanya Alexander.

(Ernest, bagaimana jika Dewi jualan kue di kantin dekat klinik?)

Ernest berfikir sejenak. Dia menyetujuinya. Apexander begitu senang. Agak lama Alexander dan beberpa penghuni loji bercakap-cakap di teras messnya. Setelah hari mulai malam, mereka semua pulang ke rumah masing-masing. Alexander masuk ke kamarnya. Dia ambil buku diarynya, dan dia tuliskan sesuatu.

"Mijn dagboek,

Deze nacht bij volle maan is zo mooi. Die vrouw, de vrouw genaamd Dewi, heeft nu mijn liefde aanvaard. Ik voel me zo gevleid door zijn eenvoudige houding. God, als je Dewi naar me toe stuurt, zal ik zo blij zijn."

(Buku Harianku,

Malam purnama ini begitu indah. Wanita itu, wanita yang bernama Dewi kini telah terima cintaku. Aku begitu tersanjung dengan sikapnya yang sederhana. Tuhan, jika Kau kirim Dewi untuk mendampingku, aku begitu bahagia.)

Dengan senyum bahagia, Alexander menutup buku hariannya. Di tiupnya lilin yang meneranginya di meja tulisnya.

Sementara itu, di rumahnya Dewi memandangi bulan purnama yang bersinar cerah. Dia begitu bahagia telah menyatakan cintanya pada pria pujaan hatinya, Alexander.

"Alexander, beruntung sekali aku mendapatkanmu. Kau begitu baik kepadaku, dan tak ada alasan untuk tak mencintaimu. Apakah kau di kirim Tuhan untuk temani aku? Semoga saja," katanya dalam hati sambil pandangi bulan purnama yang bersinar terang.

Hari terus berjalan. Tak terasa sudah sebulan Dewi menjalin hubungan dengan Alexander. Berkat kedekatannya dengan Dewi, Alexander akhirnya fasih berbicara bahasa Indonesia, walau dengan dialek Belanda.

Jalinan asmara diantara Alexander dan Dewi cepat menyebar. Kabar itu akhirnya sampai di telinga Jenderal Pieterz. Ketika dia tengah menulis buku hariannya, Jenderal Pieterz datang ke messnya dan mengajak Alexander bicara.

"Alexander, vind je Dewi echt leuk?" tanya Jenderal Pieterz.

(Alexander, kamu serius suka dengan dewi?)

Alexander tersenyum manis. Dia mengangguk.

"Ja meneer. Ik hou zo veel van hem," jawab Alexander.

(Iya, Pak. Saya begitu sayang dan mencintainya)

Jenderal Pieterz tersenyum. Dia menepuk lembut pundak Alexander.

"Oké, Alexander. Ik verbied je niet. Het belangrijkste is dat u nog steeds toegewijd bent aan uw functie," balas Jenderal Pieterz.

(Baiklah, Alexander. Aku tak melarangmu. Yang terpenting, kamu tetap berdedikasi dengan jabatanmu.)

Alexander menggangguk. Jenderal Pieterz tetap mendukung Alexander kendati dia menjalin hubungan dengan wanita pribumi.

"Dank u meneer. Inderdaad, dit is vreemd, voor mij is Dewi zo gemeen," kata Alexander pada Jenderal Pieterz.

(Terima kasih, Pak. Memang, ini aneh.Bagiku, Dewi begitu berarti)

Jenderal Pieterz tertawa ringan. Dia hendak beranjak. Sebelum beranjak, Jenderal Pieterz berpesan pada Alexander.

"Alexander, Dewi is een goede vrouw. En ... het lijkt erop dat je het goed met hem kunt vinden," kata Jendrral Pieterz sambil bangkit dari duduknya.

(Alexander, Dewi adalah wanita yang baik. Dan ... sepertinya kamu cocok dengannya)

Setelah berpesan, Jenderal Pieterz pergi meninggalkan Alexander yang tengah duduk di depan messnya. Alexander tersenyum sambil menulis buku hariannya.

Sementara itu, kabar hubungan Dewi dan Alexander cepat menyebar di desa tempat Dewi tinggal. Sebagian tetangga menghujat Dewi dan keluarganya, namun sebagian tetangga justru membelanya, termasuk seorang ulama di desa itu. Ulama itu adalah ayah dari tetangganya yang bernama Bahri.

Penyebab utamanya, kendati Alexander seorang pejabat VOC, dia sering membantu warga, terutama yang kekurangan. Beda sekali dengan kebanyakan kompeni. Seorang ulama di desa itu juga dekat dengan Alexander. Kabar hubungan Dewi itu sampai juga di telinga Larso yang masih jengkel dengan Alexander. Rupanya dia masih bernafsu mendapatkan Dewi.

"Brengsek!! Rupanya pejabat VOC itu merebut Dewi. Awas kamu!!" katanya dalam hati.

Sore itu, sepulang kerja, dengan menaiki kereta kuda, Alexander menghampiri Dewi di rumahnya. Dia bermaksud mengajak Dewi jalan jalan. Dia mengetuk pintu rumah Dewi. Dan, Dewi membukanya.

"Dewi, aku mau ajak kamu jalan-jalan. Mau ya ...," ajak Alexander.

"Baik tuan. Dewi ganti baju dulu ya," kata Dewi

Alexander menunggu di depan pintu. Tak lama kemudian, Dewi keluar. Kemdati berpakaian sederhama, namun kecantikannya membuat Alexander terpesona. Dia menggandeng tangan Dewi, dan membantunya naik ke kereta kuda. Lalu, Alexander menyusul.

Setelah itu, kusir segera menjalankan kereta kuda tersebut. Alexander mengajak Dewi ke sebuah taman di tengah kota Batavia. Setelah kereta kuda berhenti, Alexander segera turun dan membantu Dewi turun dari kereta kuda. Mereka segera duduk di sebuah bangku di bawah pohon besar.

"Dewi, sudan sebulan kita jalin tapi asmara ini. Aku begitu bahagia dekat denganmu. Bagaimana perasaanmu, Dewi?" tanya Alexander.

"Alex, aku bahagia dekat denganmu. Tapi, apakah kamu siap bersanding dengan seorang pribumi miskin sepertiku?" tanya Dewi.

"Dewi, aku mencintai seseorang tak perrduli darimana dia. Selama dia baik, dan aku suka kenapa tidak?" tanya Alexander.

Dewi tersenyum mesra. Alexander merangkul pundak Dewi. Dewi.yang merasa nyaman menyandarkan kepalanya di bahu Alexander, dan satu tangannya melingkar di pinggang Alexander.

"Alex, aku merasa bahagia hari ini. Ini adalah hari terindahku. Aku melihat matahari yang terbenam bersamamu, dan kehangatanmu begitu dalam terukir di hatiku," kata Dewi.

"Benar. Aku juga ngerasain hal yang sama. Kamu begitu cantik seperi bintang yang akan datang," kata Alexander.

Alexander tersenyum bahagia. Dengan mesra, dia mencium kening kekasihnya.

Download

Like this story? Download the app to keep your reading history.
Download

Bonus

New users downloading the APP can read 10 episodes for free

Receive
NovelToon
Step Into A Different WORLD!
Download NovelToon APP on App Store and Google Play