Tiba-tiba saja nenek menyuruhku menikah dengan pria kurang mapan. Aku adalah seorang wanita yang memiliki karier mapan!! Apa yang harus aku lakukan? Kenapa nenek memilih laki-laki dibawah standarku? Apa sebenarnya tujuan nenek?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ErKa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch 10 - Malam yang Hangat
Selama hampir seminggu penuh mereka tidak saling bertutur
sapa. Setiap pagi Rizal selalu menyiapkan sarapan untuk Tia. Mau sarapan itu dimakan atau tidak, dia hanya
selalu konsisten menyiapkannya. Karena tidak ingin Tia merasa terganggu dengan
kehadirannya, Rizal berusaha untuk bangun lebih pagi dan berangkat lebih awal
ke tempat kerja. Pulang kerja pun dia usahakan semalam mungkin yang sekiranya
Tia sudah tertidur lelap.
Hari itu menunjukkan pukul sebelas malam ketika dia sampai
dirumah. Dengan hati-hati dia membuka pintu rumah dan mulai merebahkan tubuhnya
dikarpet yang keras itu. Rizal berusaha memejamkan matanya. Baru beberapa menit
dia memejamkan mata, terdengar teriakan Tia dari kamar utama.
“Ahhhh… tolonggg…tolonggg.. aku takuuttt..aku taakuuu…
aaaaaahhhh… waaaaa….” Tia terdengar menjerit sekaligus menangis. Dengan sigap
Rizal mendobrak pintu kamar yang selalu dikunci itu.
BRAAAAAKKK!!
Dan pintu pun terbuka lebar dengan engselnya yang terlepas.
“Ada apa dek??!!” Tanya Rizal panic sembari melihat ke
keseluruhan kamar. Dia meliat Tia dipojokan gemetar ketakutan. Sementara tak
jauh dari dirinya berada ada seekor tikus yang kebingungan menemukan jalan
untuk keluar. Begitu melihat pintu terbuka, tikut itu langsung berlari kea rah pintu
dan menghilang. Rizal mendekati Tia pelan-pelan dan melihat kondisi Tia.
Dari dekat dia bisa tahu kalau tubuh Tia bergetar karena
ketakutan. Tia juga menangis sampai sesegukan. Rizal ragu antara ingin mendekap
Tia kepelukannya atau membiarkannya begitu saja. Dia takut Tia menolaknya,
karena didalam perjanjian tertulis tidak boleh ada kontak fisik. Namun
instingnya berbicara. Dengan lembut dia mendekap Tia dalam pelukannya.
“Ssssttt… jangan takut sayang… Tikusnya sudah keluar. Sudah
Tidak ada tikus lagi dikamar ini. Berhenti menangis ya…” bujuk Rizal seraya
memeluk Tia. Diluar dugaan Tia membalas pelukannya dengan erat, tubuhnya masih
gemetar ketakutan.
“Takuuttt mas… takuutttt…hiksss..hiksss…” Tia sesegukan.
Rizal merasa bahagia, untuk pertama kalinya Tia memanggilnya ‘mas’ bukan ‘kamu’
atau ‘kau’. Rizal semakin mempererat pelukannya.
“Sssstt…stttt… ada mas, jangan takut lagi ya…puk…puk..puk..”
Tia mulai sedikit tenang. Lama mereka dalam posisi berpelukan. Kemudian Rizal
mendengar nafas teratur Tia, menandakan kalau wanita itu sudah tertidur pulas.
Rizal menggendong Tia dan membaringkannya ditempat tidur. Ketika dia akan pergi
meninggalkan Tia, dia merasa ada tangan yang memegangnya.
“Jangan tinggalin Tia mas….” Tia berbicara dengan mata sayu,
menatap Rizal dengan tatapan memohon. Berdebar hati Rizal melihatnya.
Pikiran-pikiran liar mulai berkelebatan. Tapi Rizal berusaha menahan diri. Dia
memegang tangan Tia dan berkata.
“Mas hanya didepan sini, tidak akan kemana-mana” kata Rizal
sambil menunjuk ruang tamu tempatnya tertidur selama ini. Tia
menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Gak mau.. temani Tia mas, Tia takutt.” Tia menarik tangan
Rizal dengan lebih kuat sehingga Rizal kehilangan keseimbangan dan jatuh di
atas tubuh Tia. Keduanya sama-sama terdiam. Saling bertatapan. Menyadari ada
sesuatu yang salah, akhirnya mereka saling membuang muka. Rizal duduk
membelakangi Tia, takut bila berhadapan langsung dengan Tia dia tidak bisa
menahan hawa nafsunya.
“Mas, temani Tia ya… Tia masih takut…” Tia kembali merengek.
Karena tidak punya pilihan lain, akhirnya Rizal mengangguk.
Keduanya sama-sama berbaring terlentang. Tangan Tia masih
memegang tangan Rizal dengan posesif. Seolah-olah takut bila tidak memegangnya
Rizal akan pergi dari sisinya. Lambat-laun nafas Tia mulai teratur dan kembali
tertidur. Hanya tersisa Rizal yang menatap Tia dengan tatapan ‘Sang Pemangsa’.