Sebuah kumpulan cerpen yang lahir dari batas antara mimpi dan kenyataan. Dari kisah romantis, misteri yang menggantung, hingga fantasi yang melayang, setiap cerita adalah langkah di dunia di mana imajinasi menjadi nyata dan kata-kata menari di antara tidur dan sadar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sunny Rush, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kutukan Milik Tuan Sean
Pernah mendengar tentang sebuah kutukan kepemilikan seseorang?! Kutukan yang akan membuatnya tidak bisa kemana-mana atau hanya sekadar kesalahan saja. Bagaimana seseorang bisa mempercayai sebuah kutukan di masa lalunya itu?! Tidak! Itu bukan sebuah kutukan, hanya kesialan yang menakutkan saja.
Seorang perempuan berjalan sempoyongan di tengah jalan, langkahnya goyah seakan hati dan pikirannya sedang kacau. Matanya menatap kosong, menahan emosi yang berkecamuk.
“Di mana kamu?”
“Aku ada di tengah jalan,” jawab Zia, suaranya serak, napasnya berat.
“Jangan bilang kamu mau bunuh diri?!”
“Entahlah! Ada apa?” Zia mengangkat bahu, pandangannya menatap lurus ke depan, mencoba menenangkan diri.
“Aku tadi melihat kamu di sosial media sedang melabrak pacarmu yang sedang bersama pacarnya.”
“Ya, sangat estetik, bukan?! Seharusnya aku menghajarnya sampai babak belur hingga ke tulang-tulangnya,” jawab Zia dengan nada pedas, rahangnya menegang.
“Kenapa kamu tidak membunuhnya sekaligus?!”
“Aishhh, tidak mungkin kan seorang Zia di penjara karena membunuh pelakor. Lagian aku masih muda dan juga kehidupanku masih panjang, jadi buat apa aku berpikiran pendek hanya untuk seorang laki-laki bajingan seperti dia,” jawab Zia sambil menepuk pelan dahinya, menahan emosi yang ingin meledak.
“Aku akan menjemputmu!”
“Cepatlah. Aku berada di taman dekat supermarket,” Zia menghela napas panjang, tubuhnya sedikit gemetar.
“Oke.”
Ziavana Erlangga, seorang perempuan berumur 27 tahun, hidup sendirian di kota yang sudah tidak asing baginya lagi. Ya, dirinya sengaja ke Jakarta untuk memberikan kejutan kepada pacarnya, tapi ternyata melihat pacarnya sedang makan bersama selingkuhannya membuat hatinya nyaris hancur. Untungnya, ia punya kenalan di sosial media yang sudah 5 tahun menjadi temannya, dan kini tinggal di apartemen bersama teman sosial medianya itu.
Zia menghela nafas panjang sambil duduk di bangku taman. Entah kenapa percintaannya selalu gagal sejak remaja, bahkan sampai sekarangpun tidak ada bedanya. Matanya menatap kosong, tangan kanan menekan pelan pelipisnya, menahan sakit hati.
Apa dirinya kurang cantik atau kurang sexy? Dirinya memang selalu memakai pakaian tertutup, tidak terlalu sexy, tapi sudahlah… ini sudah ke-10 kalinya ia gagal dalam percintaan, sedangkan yang sudah mau tunangan ada 5 orang, dan yang sedang pendekatan entah sudah keberapa kali.
“Ayo masuk!” sebuah mobil berhenti tepat di depannya. Seorang perempuan muda muncul, berbeda penampilannya dengan Zia, tubuhnya lentik dan menawan.
“Terlambat 5 menit,” kata Zia sambil tersenyum tipis, berjalan menghampiri dan masuk ke dalam mobil bersama temannya itu.
Dia Dara, teman sosial media Zia yang sudah 5 tahun berteman dengannya. Penampilannya memang menggoda iman para lelaki, tapi Zia tahu hatinya baik. Mereka baru bertemu beberapa hari langsung, tapi Zia merasa nyaman.
“Apa yang akan kamu lakukan sekarang?” tanya Dara sambil menghisap rokoknya, matanya menatap serius namun ada senyum nakal terselip.
“Aku tidak tahu! Apa kamu punya ide?” tanya Zia sambil mengeringkan rambutnya, dahi berkerut sedikit.
“Jangan meminta ide kepada wanita jalang sepertiku!” Dara tersenyum, matanya menari-nari penuh arti.
“Setidaknya aku akan menerima ide yang keluar dari otak yang belum terkontaminasi oleh kotoran kejalanganmu itu,” sahut Zia sambil tersenyum tipis, matanya sedikit menyipit.
“Apa kamu yakin?” kata Dara, mematikan rokoknya dan menaruhnya di asbak, menatap Zia dengan tatapan menilai.
“Ya yakin, tapi jangan menyuruhku untuk menggunakan keperawananku,” jawab Zia sambil tetap mengeringkan rambut, wajahnya sedikit menegang.
“Bekerjalah di tempat pacarmu berada."” suruh Dara, membuat Zia berhenti dan menatap Dara dengan alis terangkat, ekspresi sedikit tercengang.
“Untuk apa?” tanya Zia, matanya meneliti Dara dengan heran.
“Ya takutnya kamu mau memperjuangkan barang bekas orang lain dan menaklukannya lagi,” jawab Dara, bahunya digerakkan ringan sambil tersenyum sinis.
Zia langsung meraih bantal dan melemparkannya ke Dara.
“Sialan! Barang bekas seperti apa yang harus didaur ulang kembali, tapi bisa kalau itu berharga, sedangkan dia ternoda,” gerutu Zia sambil berjalan menuju tempat tidur dan berbaring, wajahnya menunduk, tangan menopang dagu.
“Buat dia jatuh cinta lagi dan buat dia menyesal. Bukankah kamu sering dicampakkan oleh laki-laki? Untuk kali ini buat laki-laki yang mencampakanmu itu menyesal,” ujar Dara, matanya menyipit sedikit, menatap Zia serius tapi penuh maksud baik.
Zia berbaring, menatap langit-langit kamar Dara. Sesekali ia menoleh ke arah Dara, wajahnya penuh pertanyaan.
“Dara, boleh aku bertanya sesuatu hal?” tanya Zia, menatap Dara dengan mata harap.
“Silahkan!” kata Dara tersenyum, matanya lembut.
“Kapan kamu kehilangan sesuatu yang berharga dalam dirimu?” Zia menunduk, nada suaranya bergetar.
Dara menghela napas panjang, lalu pergi ke kamar mandi tanpa menjawab pertanyaan itu, langkahnya berat tapi tenang.
“Berharga mungkin buatmu, tapi tidak buat orang yang hanya membutuhkan tubuhnya untuk menghidupi kehidupannya,” kata Dara setelah keluar dari kamar mandi, berbaring di dekat Zia. Matanya menatap lembut tapi tegas.
“Apakah menyakitkan?” tanya Zia sambil memiringkan tubuhnya, menatap Dara dengan mata berkaca-kaca.
“Bahkan remaja sekarang banyak yang sudah kehilangan keperawanannya, dan aku salut kamu masih bisa menjaganya,” jawab Dara, matanya berkilat, penuh pengakuan dan kekaguman.
“Ya, karena aku menjaganya, aku sering dicampakkan oleh laki-laki. Apa aku harus memberikannya kepada pacarku juga nanti?” Zia mengubah posisi tubuhnya kembali seperti semula, wajahnya cemas.
“Tidak semua laki-laki seperti itu. Akan ada saatnya mereka mengendalikan nafsu mereka untuk menjaga seseorang yang mereka anggap berharga,” jelas Dara, suaranya mantap dan bijak.
“Ya, semoga saja dengan hilangnya mereka dari kehidupanku, bisa digantikan dengan seorang laki-laki yang sangat menghargaiiku,” ujar Zia, menengok ke arah Dara, mata berbinar harap.
Mereka kembali ke pemikiran masing-masing. Zia sadar bahwa kehidupan tidak sepenuhnya dilingkupi kejujuran, dan dirinya memang tidak selalu jujur, bahkan terhadap Dara atau orang lain yang ditemuinya.
Ya, Zia selama ini hidup sederhana, meninggalkan kemewahan keluarganya. Ia ingin bebas tanpa masalah, setelah kecelakaan yang memaksanya mengubah wajahnya.
“Sean, kamu sudah pulang?” tanya Aluna saat Sean ada di rumah.
“Hmmm,” sahut Sean, menatap kosong ke arah lain, wajahnya datar.
“Sean, berhentilah bersikap seperti anak kecil!” Aluna menegur tegas.
“Berhentilah ikut campur urusanku!” kata Sean, berjalan cepat ke kamarnya, wajahnya menegang. Terjebak! Pikir Sean, hatinya panas. Ia harus bertunangan dengan Aluna tanpa ada rasa suka, perempuan itu licik, menjebaknya hingga terpaksa menerima tunangan.
Sean terduduk di tempat tidur, membuka dasi dengan kasar, matanya menatap kosong. Ia membuka laci, menarik keluar foto seorang wanita lebih tepatnya seorang remaja. Matanya berkilat, rahangnya menegang.
“Mau sampai kapan kamu bertahan dengan semua ini?! Pulanglah sebelum aku mencarimu ke belahan dunia!” ujar Sean, suaranya bergetar campur marah, menatap foto itu dengan campuran rindu dan sakit hati.
Ada sesuatu yang mungkin akan terjadi dengan kisah mereka. Kisah yang dulu tertunda kini akan dimulai, seiring berjalannya waktu…