Lima tahun pernikahan Bella dan Ryan belum juga dikaruniai anak, membuat rumah tangga mereka diambang perceraian. Setelah gagal beberapa kali diam-diam Bella mengikuti proses kehamilan lewat insenminasi, dengan dokter sahabatnya.
Usaha Bella berhasil. Bella positif hamil. Tapi sang dokter meminta janin itu digugurkan. Bella menolak. dia ingin membuktikan pada suami dan mertuanya bahwa dia tidak mandul..
Namun, janin di dalam perut Bella adalah milik seorang Ceo dingin yang memutuskan memiliki anak tanpa pernikahan. Dia mengontrak rahim perempuan untuk melahirkan anaknya. Tapi, karena kelalaian Dokter Sherly, benih itu tertukar.
Bagaimanakah Bella mengahadapi masalah dalam rumah tangganya. Mana yang dipilihnya, bayi dalam kandungannnya atau rumah tangganya. Yuk! beri dukungungan pada penulis, untuk tetap berkarya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Linda Pransiska Manalu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab sepuluh. Menikah
Suasana pesta pernikahan yang cukup sederhana terselenggara malam ini di rumah Pak Bonar, kakeknya Gavin.
Tamu undangan yang hadir hanya beberapa orang. Beberapa sahabat dekat dari Pak Bonar, keluarga dekat dan kolega Gavin.
Bella hanya mengikuti alur saja. Dan sadar betul kalau pernikahan ini terjadi hanya karena janin di perutnya. Tepatnya dia terikat kontrak, yang harus dia jalani hingga kelahiran anak dalam kandungannya. Setelah itu tugasnya selesai.
Pernikahan bohongan ini hanya dia yang tau dan Gavin, juga Martin. Dia harus mampu memerankan tokoh sebagai istri yang sempurna sebab dia sudah dibayar untuk itu.
Sebuah kenyataan yang menyakitkan memang. Tapi justru dia memilihnya dengan pikiran yang waras. Walaupun resikonya sangat besar. Semua dia lakukan hanya untuk membuktikan bahwa dia tidak mandul kepada mantan suami dan keluarganya.
***
Dengan mengenakan gaun pengantin berwarna putih tulang, Bella nampak cantik dan bersinar.
Beberapa tamu berbisik memuji kecantikan Bella. Dan bisikkan itu tanpa sengaja terdengar oleh Gavin. Setelah dirias, Bella memang tampak lebih cantik. Bisa jadi karena pengaruh kehamilannya juga.
Gavin sendiri tadi sempat pangling saat pertama kali melihat Bella usai dirias. Namun, dia tetap bersikap biasa dan tidak bereaksi, meskipun dalam hati ingin memberi pujian.
Malah Martin yang terang-terangan memuji Bella yang tampil cantik.
"Aduh, Non Bella cantik sekali." pujinya tulus pada Bella. Tapi matanya melirik nakal pada bosnya. Gavin faham kalau Martin tengah menyindir dan menggodanya.
Kedua netra Gavin melotot, seolah hendak menelan asistennya itu. Martin nyengir kuda melihat tingkah bosnya.
"Terima kasih, Pak Martin." angguk Bella seraya melirik ke arah Gavin. Menunggu perintah Gavin selanjutnya.
"Ayo Bos, Opung sudah menunggu dari tadi." Martin mengingatkan mereka untuk masuk keruangan tempat acara pesta dilaksanakan. Sebuah aula terbuka di dekat kolam renang kediaman Pak Bonar.
"Bos!" Martin memberi kode untuk menggandeng Bella menuju aula. Namun, Gavin enggan melakukannya dan meninggalkan Bella beberapa langkah. Bella menyusul di belakang. Gaunnya yang panjang menyeret di lantai, membuat langkahnya kewalahan mengikuti langkah Gavin.
Martin geleng kepala dan akhirnya membantu Bella memegangi ekor gaunnya.
"Plok!"
"Aduh!"
Tiba-tiba sebuah pukulan mendarat di kepala Gavin. Pak Bonar, yang melakukan. Beliau kesal karena cucunya berjalan tanpa menuntun pengantinnya.
Melihat bosnya kena hajar, Martin menahan tawa. 'Rasain, sudah diingatkan masih ngeyel' rutuknya dalam hati. Puas, karena Pak Bonar mewakilkan perasaannya.
"Gandeng pengantinmu, masak kau biarkan jalan sendiri." gerutu Pak Bonar kesal.
"Aduh, Opung, dibilangin bagus-baguslah. Masa pakai ketok-ketok kepala." rutuk Gavin lirih.
"Kamu juga bukan pria bocil, masak harus diingatkan hal begituan."
Martin membuang pandangannya saat bosnya melirik tajam karena ketahuan tersenyum.
Akhirnya Gavin mengulurkan tangannya ke arah Bella. Saling bergandengan keduanya melangkah menuju aula.
Tiba di aula, Gavin membantu Bella duduk di kursi pelaminan. Para tamu sudah mulai berdatangan. Sebagian tadi sudah berada di dalam aula, sebelum pasangan pengantin masuk.
Diantara tamu undangan yang datang, di sudut ruangan sepasang manusia tengah mengobrol asyik dengan tamu yang lainnya.
Saat iringan pengantin memasuki ruangan aula, perhatian tamu undangan teralih. Tidak terkecuali pasangan yang berdiri di pojok. Ryan dan Karin.
Kedua netra pasangan itu melotot saat melihat siapa pasangan pengantin yang melintas di depan mereka. Keduanya saling pandang tanpa bicara. Shok karena tidak percaya dengan apa yang mereka lihat.
"Bella? Ngapain dia disini?" desis Ryan seolah pada dirinya sendiri. Begitu juga dengan Karin. Dia hampir tidak mengenali kalau pengantin perempuan adalah Bella mantan istrinya Ryan.
"Itu bukan dia. Tidak mungkin!" bantah Karin shok. Bagaimana mungkin Bella yang kampungan bisa menikah dengan Gavin? Semua orang dalam ruangan ini pasti tau betul siapa Gavin. Dia adalah pemilik perusahaan bonafide di kota ini.
Jadi pria yang menjemput Bella kemarin itu adalah Gavin? Pantasan saat melihat pria itu kemarin, wajahnya begitu familiar. Hanya saja Karin tidak ingat pernah melihatnya dimana.
"Dia memang Bella, aku kenal betul wajahnya. Walaupun dia dirias begitu." sebut Ryan kaget. Ryan menerima undangan karena perusahaan tempat dia bekerja adalah rekanan bisnis Gavin. Dan malam ini, Ryan mewakili bosnya yang tidak bisa hadir karena istrinya tengah melahirkan.
"Dia hanya mirip, bagaimana dia bisa kenal Gavin. Seorang ceo perusahaan terkenal." bantah Karin di telinga Ryan. Meskipun hatinya ragu dengan bantahannya itu.
Sejenak hati Ryan gamang. Satu sisi hatinya membenarkan ucapan Karin. Tapi sisi yang lain, dia kenal betul wajah Bella. Dan hatinya juga tidak membantah dan yakin kalau pengantin itu adalah Bella mantan istrinya. Yang baru dia ceraikan beberapa hari yang lalu.
Pertanyaannya sekarang, kalau itu memang benar Bella. Bagaimana dia bisa kenal Gavin dan sejak kapan mereka kenal. Kok bisa mereka tiba-tiba menikah?
"Hanya satu cara memastikan semua ini," bisik Ryan pada Karin nyaris tak terdengar.
"Saat mengucapkan selamat, kita pasti tau dia adalah, Bella." seru Ryan pasti.
Karin menggangguk. Dalam hatinya penuh rasa iri. Lepas dari Ryan ternyata Bella mendapatkan pengganti yang jauh lebih hebat dari mantan suaminya.
Saatnya para undangan untuk memberi ucapan selamat pada pasangan pengantin. Ryan dan Karin sudah tidak sabar untuk mendapat giliran. Dari senyum dan tawa pengantin wanita yang tampak cantik dan sangat berbahagia Ryan semakin yakin kalau dia adalah Bella.
Tidak mungkin ada dua orang yang bisa sama persis wajahnya. Sedangkan kembar saja ada perbedaannya.
"Selamat ya?" ucap Ryan pada Gavin dan melirik ke arah Bella. Bella mendadak gugup dan tidak menduga kalau Ryan ada di antara para tamu undangan.
Melihat paras Bella yang berubah karena terkejut, Ryan semakin yakin dengan dugaannya.
"Terima kasih," sahut Gavin, dan heran juga saat melihat paras Bella yang mendadak berubah meskipun hanya sekian detik.
"Cepat juga kamu mendapatkan penggantiku," bisik Ryan dengan nada mencemooh.
"Jangan merasa jadi orang yang tersakiti." balas Bella dingin. Tatap matanya begitu angkuh. Bella menangkupkan kedua tangannya di dada, menolak bersalaman. Membuat wajah Ryan merah menahan malu.
Tiba giliran Karin, dia hanya tersenyum miring tanpa memberi salam. Lantas bergegas mengikuti langkah Ryan.
"Siapa mereka?" bisik Gavin ke telinga Bella. Dan momen itu nampak seolah Gavin tengah mencium pipi Bella. Itulah penilaian Ryan, saat berbalik ke belakang dan tanpa sengaja melihat Bella.
Karena geli merasakan nafas Gavin di telinganya, Bella tersenyum. Seketika hati Ryan terbakar.
"Kita pulang saja." ucap Ryan begitu Karin menyusulnya duduk di kursi.
"Pestanya belum berakhir, kamu jangan bikin malu." sahut Karin kesal. Kesal bukan karena mereka akan meninggalkan pesta sebelum usai. Tapi melihat sinar api cemburu di mata Ryan. Kenapa dia tidak bisa menahan emosinya. Itu yang membuat Karin tidak suka. Apakah Ryan, menyesali keputusannya menceraikan Bella?***