Aluna Maharani dan Reza Mahesa sudah bersahabat sejak SMA. Mereka kuliah di jurusan yang sama, lalu bersama-sama bekerja di PT. Graha Pratama hingga hampir tujuh tahun lamanya.
Kedekatan yang terjalin membuat Aluna yakin, perhatian kecil yang Reza berikan selama ini adalah tanda cinta. Baginya, Reza adalah rumah.
Namun keyakinan itu mulai goyah saat Kezia Ayudira, pegawai kontrak baru, masuk ke kantor mereka. Sejak awal pertemuan, Aluna merasakan ada yang berbeda dari cara Reza memperlakukan Kezia.
Di tengah kegelisahannya, hadir sosok Revan Dirgantara. Seorang CEO muda yang berwibawa dari perusahaan sebelah, sekaligus sahabat Reza. Revan yang awalnya sekadar dikenalkan oleh Reza, justru membuka lembaran baru dalam hidup Aluna. Berbeda dengan Reza, perhatian Revan terasa nyata, matang, dan tidak membuatnya menebak-nebak.
Sebuah kisah tentang cinta yang salah tafsir, persahabatan yang diuji, dan keberanian untuk melepaskan demi menemukan arti kebahagiaan yang sebenarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iqueena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ALUNA MABUK?
Tawa dan sorakan kecil kembali pecah, menambah tegang suasana. Putarannya perlahan melambat… Semakin pelan… Hingga akhirnya berhenti.
Kali ini, ujung botol berhenti tepat di depan Reza. Kezia yang duduk persis di hadapannya hanya bisa menahan senyum malu, sementara Aluna yang berada di samping Kezia menatap penuh rasa ingin tahu, penasaran dengan pilihan Reza.
Reza menyeringai tipis, lalu condongkan tubuhnya ke depan. Gerakan itu membuat Kezia refleks menundukkan kepala, pipinya memerah.
Jantung Aluna ikut berdegup cemas, matanya berkedip cepat, berharap Reza tidak melakukan sesuatu yang akan menyakiti hatinya.
Namun tepat sebelum jarak di antara mereka semakin dekat, Reza justru meraih sebuah botol soju yang berada di depan Aluna. Ia membukanya perlahan, lalu menuangkan minuman bening itu ke dalam dua gelas kecil di tengah mereka.
Dengan tenang, ia kembali ke tempat duduknya.
GLUK! GLUK!
Reza meneguk isi gelas itu sampai habis, menandakan bahwa ia menolak untuk mencium Kezia. Kezia hanya bisa terdiam, sedikit kecewa dengan penolakan itu. Akhirnya, ia pun ikut menenggak minumannya, sebagai tanda penolakan juga, dan berusaha menyembunyikan perasaan yang tak terucap.
Teman-teman yang lain langsung bersorak kecewa melihat keputusan mereka.
"Ehhh… nggak bisa gitu dong, Za!"
"Iya, Reza, nggak asik ah."
"Za, tuh lihat… Kezia jadi kecewa."
Cecaran protes itu membuat suasana semakin ramai. Reza hanya menanggapinya dengan sebuah senyum tipis, seolah tak mau ambil pusing.
Sementara itu, di sisi lain, Aluna diam-diam menarik napas lega. Setidaknya, malam ini ia tidak perlu menahan perasaan sedih melihat sesuatu yang sebenarnya tak sanggup ia terima.
****
Putaran demi putaran terus berlalu. Ada yang dengan berani mencium lawan mainnya, ada pula yang memilih menenggak minuman sebagai bentuk penolakan.
Hingga akhirnya, di putaran keenam, ujung botol berhenti tepat mengarah pada Aluna.
Spontan ia mendongak, dan langsung bertemu pandang dengan Revan yang sedari tadi memang memperhatikannya. Jantung Aluna berdegup tak karuan, sementara di sisi lain, Reza ikut merasa khawatir.
Bukan karena Aluna mungkin akan mencium Revan, tapi karena ia tahu Aluna sama sekali tidak kuat meminum alkohol, bahkan hanya sekali teguk, wanita itu pasti akan mabuk.
Sorakan teman-teman pun semakin riuh.
"Ayo, Aluna!"
"Cium! Cium!"
"Nah, Aluna… Kamu kan nggak bisa minum. Artinya… ya tau sendiri dong?" goda Andika jahil.
Aluna menelan ludah. Ia berpikir keras. Revan adalah pria yang baru saja ia kenal, dan jelas bukan orang sembarangan.
Jika membiarkan dirinya mencium Revan hanya demi permainan konyol ini, itu jelas bukan pilihan yang bagus. Daripada harus menanggung malu seumur hidup, lebih baik sekali ini ia menelan pahitnya alkohol.
Dengan tekad bulat, Aluna meraih gelas kecil di depannya.
GLUK! GLUK!
Ia meneguk soju itu sampai habis. Tenggorokannya terasa panas, matanya sedikit berair, namun ia berusaha menahan diri agar tidak terbatuk.
Di hadapannya, Revan hanya tersenyum kecil. Entah itu tanda simpati, atau sekadar menikmati kegugupan Aluna, tapi tak lama kemudian ia ikut meneguk gelasnya, membuat suasana jadi semakin riuh.
"Ahhhhh, Alunaaa, ini kesempatan bagus, Na"
"Kapan lagi, Na. Bisa cium pria tampan."
"Wah, ternyata dia lebih milih mabuk, Dika."
Aluna hanya menunduk, wajahnya memerah entah karena efek alkohol atau karena malu. Reza yang duduk tak jauh darinya menatap dengan perasaan campur aduk, sementara Revan masih menahan senyumnya, sorot matanya sesekali kembali jatuh ke arah Aluna.
Permainan terus berlanjut hingga suasana makin larut. Tawa, sorakan, dan gelas yang saling beradu mengisi malam itu, sampai akhirnya jarum jam menunjukkan pukul sepuluh lewat. Satu per satu, mereka pun sepakat mengakhiri permainan.
"Aluna, terima kasih ya sudah menyambut kami," ucap salah satu teman sambil tersenyum.
"Iya… sama-sama." jawab Aluna, wajahnya memerah, setengah mabuk.
Meski kepalanya terasa berat, ia tetap berusaha ramah. Dengan langkah sedikit goyah, Aluna mengantar teman-temannya sampai ke depan pintu.
Satu per satu teman Aluna akhirnya pamit pulang. Reza dan Kezia pun ikut melangkah keluar.
"Na, habis ini kamu istirahat ya. Kalau besok kamu masuk kerja, biar aku yang jemput," ucap Reza dari balik pintu dengan nada perhatian.
Aluna hanya mengangguk pelan, matanya setengah sayu karena mabuk. Reza lalu berpamitan kepada Revan, yang saat itu masih sibuk merapikan ruang tamu Aluna yang berantakan.
"Van, aku pergi duluan ya. Mau antar Kezia pulang."
"Iya, Za. Hati-hati. Sebentar lagi aku juga pamit. Kasihan Aluna, gara-gara kita ruang tamunya jadi berantakan."
Reza hanya mengangguk, lalu melangkah pergi bersama Kezia. Dari ambang pintu, Aluna masih menatap punggung keduanya hingga perlahan menghilang di koridor.
"Ck… perempuan itu." gumamnya setengah mabuk.
Ia kembali masuk dan hendak menutup pintu. Namun, langkahnya terhenti ketika melihat Revan sudah berdiri di dekatnya.
"Em… Aluna, aku pulang dulu ya. Ruang tamu kamu udah aku beresin, jadi kamu bisa langsung istirahat. Semoga kakimu cepat sembuh," ucap Revan hati-hati.
Aluna hanya mengangguk tanpa suara. Revan mengerti, kondisi Aluna jelas sedang tidak sepenuhnya sadar. Ia pun berbalik, melangkah ke arah pintu.
Tepat saat setengah badannya melewati pintu, tangan Aluna meraih tangannya, dengan kuat menariknya kembali ke dalam. Revan terhentak, sebelum akhirnya terdorong pelan hingga punggungnya menempel pada pintu yang langsung tertutup rapat.
Jarak mereka kini sangat dekat, begitu dekat. Tangan Aluna bertumpu di dada bidang Revan, sementara tatapannya kabur namun penuh keberanian. Revan menunduk, menatap wajah Aluna yang memerah, dan kini jantungnya sendiri berdegup kencang.
Perlahan, Aluna berjinjit di atas sepatu Revan. Bibirnya semakin dekat dengan bibir Revan. Nafas keduanya beradu, sampai akhirnya...
...----------------...
Apakah Aluna benar-benar akan mencium Revan saat itu? Apa dia hendak menebus ciuman di permainan tadi? Hayooo, ada yang bisa nebak nggak?
kebanyakan nonton Drakor lu lun..
kali dia emang mau ngasih duit segepok,tapi nyuruh jgn ninggalin anaknya
abis....takut belok beneran
ini mumpung ada betina yg mau dan khilaf🤣🤣🤣
yg penting pasangan perempuan..
seenggaknya lega euy,anak gw ga belok
abis ga pernah ketawan gandeng cewek
di ga tau aja,udah kyk soang anknya maen nyosor Mulu🤣🤣