NovelToon NovelToon
Jodohku Ternyata Kamu

Jodohku Ternyata Kamu

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Romansa / Office Romance
Popularitas:272
Nilai: 5
Nama Author: Yoon Aera

Rizal mati-matian menghindar dari perjodohan yang di lakukan orang tuanya, begitupun dengan Yuna. Mereka berdua tidak ingin menikah dengan orang yang tidak mereka cintai. Karena sudah ada satu nama yang selalu melekat di dalam hatinya sampai saat ini.
Rizal bahkan menawarkan agar Yuna bersedia menikah dengannya, agar sang ibu berhenti mencarikannya jodoh.
Bukan tanpa alasan, Rizal meminta Yuna menikah dengannya. Laki-laki itu memang sudah menyukai Yuna sejak dirinya menjadi guru di sekolah Yuna. Hubungan yang tak mungkin berhasil, Rizal dan Yuna mengubur perasaannya masing-masing.
Tapi ternyata, jodoh yang di pilihkan orang tuanya adalah orang yang selama ini ada di dalam hati mereka.
Langkah menuju pernikahan mereka tidak semulus itu, berbagai rintangan mereka hadapi.
Akankah mereka benar-benar berjodoh?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yoon Aera, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Cukup Jelas Mendengar

Rizal membuka pintu mobil untuknya, menunggu sampai Yuna duduk. Saat ia menutup pintu, Yuna mencuri pandang ke arahnya, dan di sanalah, di sela cahaya lampu parkiran yang temaram, ia sadar bahwa menyembunyikan perasaan ini tidak akan mudah.

Karena setiap kali bersama Rizal,  rasanya ia hanya ingin jujur.

Mobil melaju pelan menembus jalanan malam yang lengang. Lampu-lampu jalan memantul di kaca jendela, membuat bayangan bergerak seperti film bisu di hadapan Yuna. Ia duduk bersandar, tapi pikirannya melayang jauh ke masa lalu, ke masa ketika ia masih mengenakan seragam putih abu-abu.

Flashback on

Waktu itu, kelas XI SMA. Hari pertama semester baru. Seorang guru olahraga baru masuk ke lapangan, mengenakan kaos polo putih dan celana training hitam. Tatapan Yuna terpaku sejak detik pertama ia melihatnya.

Syamsul Rizal.

Wajahnya tegas, tapi senyumnya hangat. Suara langkahnya mantap, dan setiap kali ia berbicara, semua siswi seperti lupa cara bernapas. Termasuk Yuna.

Awalnya, ia pikir ini hanya kekaguman sesaat seperti siswi lain. Tapi semakin hari, ia sadar bahwa ia selalu menunggu jam olahraga hanya untuk melihat Rizal. Bahkan sekadar mendengar suaranya menyebut nama Yuna saat absen sudah cukup untuk membuat dadanya berdebar. Dalam diam, ia menandai Rizal sebagai cinta pertamanya, cinta yang ia tahu tidak mungkin terwujud. Seorang murid dan guru… batas itu terlalu tebal untuk ditembus.

Sampai suatu pagi di lapangan basket. Yuna sedang bermain basket dan entah bagaimana ia tersandung bola yang memantul. Tubuhnya jatuh ke lantai lapangan, lututnya perih dan panas. Rizal yang melihat langsung berlari menghampiri.

“Kamu nggak apa-apa?” Tanyanya, setengah berjongkok di hadapan Yuna.

Tapi Yuna panik. Jantungnya seperti hendak pecah, bukan karena sakit, melainkan karena Rizal begitu dekat.

“S-saya nggak apa-apa, pak.” Ujarnya cepat, lalu berdiri dan… berlari menjauh, meski lututnya berdarah.

Ia kira itu akhir dari perhatiannya. Tapi sepuluh menit kemudian, saat bel istirahat, Rizal kembali muncul di depan kelas. Tangannya memegang kotak P3K.

“Ikut saya!” katanya tegas.

Yuna mencoba menolak, tapi Rizal sudah melihat cara jalannya yang pincang. Tanpa banyak bicara, ia memegangi bahunya dan nyaris menyeretnya ke UKS.

“Kalau luka kecil aja kamu nggak mau diobatin, nanti malah infeksi.” Gumamnya sambil membersihkan darah di lutut Yuna.

Momen itu, tatapan seriusnya, tangannya yang telaten dan suaranya yang mengandung nada khawatir, tersimpan rapi di hati Yuna. Ia mengubur semuanya dalam-dalam, mencoba melupakan. Sampai hari ini, ketika takdir seperti mengerjai, mempertemukannya lagi dengan Rizal… bukan lagi sebagai guru dan murid, tapi sebagai calon suami yang dijodohkan.

Flashback off.

Yuna menarik napas panjang, menatap tangan Rizal yang fokus menyetir di sampingnya. Rasanya seperti mimpi yang terlalu nyata… dan terlalu berbahaya untuk diungkapkan.

Setelah berpamitan, Rizal langsung pulang. Begitupun dengan Yuna yang langsung masuk ke rumahnya.

Yuna belum sempat duduk ketika Nadine tiba-tiba bangkit dari sofa, berjalan mendekat dengan senyum yang dibuat semanis mungkin. Senyum itu terlalu cepat muncul setelah nada marahnya barusan.

“Aku pikir-pikir lagi, Pi.” Ucap Nadine, nada suaranya lembut seperti sedang menenangkan suasana.

“Kalau memang tujuannya untuk kebaikan keluarga, aku bersedia kok menggantikan Yuna menikah dengan Rizal.”

Yuna menoleh cepat, hatinya mencelos.

Yuna berdiri terpaku di ruang tamu. Ucapan Nadine tadi masih menggantung di udara seperti kabut tebal.

“Aku bersedia kok menggantikan Yuna menikah dengan Rizal.” Suara Nadine mengulang dengan lebih mantap, kali ini sambil memandang Papi Indra.

“Lagipula aku lebih berpengalaman, Pi. Urusan pergaulan, bisnis, aku bisa jadi pasangan yang sepadan untuk dia.”

“Ini bukan hanya soal cocok di atas kertas, Nadine. Ini menyangkut komitmen jangka panjang.” Papi Indra menghela napas panjang, menatap kedua putrinya bergantian.

“Justru itu, Pi. Nadine jelas lebih matang daripada Yuna. Dia bisa mengurus rumah tangga sekaligus mendukung suami.” Sania ikut menimpali sambil tersenyum tipis.

Yuna merasa seperti sedang berdiri di tengah panggung, semua orang menilai tanpa bertanya apa yang ia rasakan. Dia ingin bicara… ingin mengatakan bahwa sekarang dia tidak menolak lagi. Bahwa ia rela mencoba, karena Rizal bukan sembarang pria.

Tapi yang keluar dari mulutnya hanya.

“Papi…” Suaranya lirih, nyaris tenggelam oleh suara Nadine yang langsung menyambar.

“Pi, dari awal Yuna memang nggak mau, kan? Jadi, biar aku saja. Lagian… ini akan menyelamatkan perusahaan keluarga kita.”

Kata ‘perusahaan’ itu membuat Yuna menegang. Nadine memang tahu betul di mana titik lemah Papi Indra.

Keheningan menekan ruangan, sampai akhirnya Papi Indra berkata.

Indra kembali menimbang, baik Nadine ataupun Yuna yang menikah toh besannya tetap Bram Danantara. Begitu juga dengan suasana rumah, akan lebih tenang jika di rumah itu hanya ada satu putri. Karena selama ini, rumahnya selalu terisi dengan pertengkaran keduanya. Meski Indra sering terhasut Sania, tapi bagaimanapun Yuna adalah anak kandungnya. Dia sebenarnya masih tidak rela jika Yuna menikah dan tidak tinggal lagi dengannya.

“Akan papi pikirkan.”

Detik itu juga jantung Yuna berdebar tak karuan. Ada rasa takut… dan tidak rela.

Namun, di sudut matanya, Yuna menangkap senyum Nadine, senyum yang mengatakan bahwa ia yakin sudah satu langkah di depan.

Dan Yuna mulai sadar… kalau dia diam saja, dia akan kehilangan segalanya.

Yuna yang masih berdir, hanya mendengarkan. Hatinya mencelos, campuran antara rasa bersalah dan bingung.

Tanpa mereka sadari, dari pintu utama, Rizal masuk setelah diarahkan oleh Mbok Sari, asisten rumah tangga mereka. Ia memegang ponsel Yuna yang tertinggal di mobilnya.

Langkahnya melambat saat mendengar suara itu. Awalnya hanya ingin mengetuk pintu, tapi kalimat Indra yang samar-samar dia dengar membuatnya berhenti.

Rizal menatap punggung Yuna yang berdiri tak jauh dari sana. Wajah gadis itu tegang. Sesaat ia berpikir untuk mundur, tapi melihat Yuna menggenggam ujung dressnya erat, Rizal melangkah mendekat.

Suara sepatunya di lantai membuat Yuna menoleh kaget.

“Pak Rizal?” Bisiknya.

Rizal tak menjawab, hanya menatapnya sebentar, lalu menyela tanpa meminta izin. Semua kepala di sana menoleh.

“Maaf, saya tidak bermaksud menguping.” Ucapnya datar.

“Saya hanya mengembalikan ponsel Yuna yang tertinggal di mobil. Tapi… saya rasa, saya sudah cukup jelas mendengar percakapan barusan.”

Nadine memutar bola mata, berusaha tersenyum sopan.

“Oh… Rizal. Itu cuma salah paham...”

“Tidak perlu dijelaskan.” Potong Rizal tenang tapi tajam.

“Karena saya juga berhak memutuskan. Perjodohan ini tidak perlu diganti orang lain. Saya menikah dengan Yuna… atau tidak sama sekali.”

Sania terdiam, Nadine terperangah. Sementara itu, Yuna merasakan lututnya sedikit lemas. Ucapan Rizal barusan menggema di kepalanya, terlalu berani, terlalu jelas… dan terlalu membuat dadanya berdebar.

Di ruang keluarga itu menyisakan Yuna dan Rizal. Indra beranjak menuju kamarnya setelah Nadine dan Sania pergi dari sana dengan kecewa. Karena Indra tidak membela mereka.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!