NovelToon NovelToon
Keluarga Langit

Keluarga Langit

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Sci-Fi / Cinta setelah menikah / Keluarga
Popularitas:473
Nilai: 5
Nama Author: Saepudin Nurahim

Di tahun 2032, keluarga Wiratama mengikuti program wisata luar angkasa perdana ke Mars—simbol harapan manusia akan masa depan antarplanet. Namun harapan itu berubah menjadi mimpi buruk, ketika sebuah entitas kosmik raksasa bernama Galactara menabrak jalur pesawat mereka.

Semua penumpang tewas.
Semua… kecuali mereka berempat.

Dikubur dalam reruntuhan logam di orbit Mars, keluarga ini tersentuh oleh sisa kekuatan bintang purba yang ditinggalkan Galactara—pecahan cahaya dari era pertama semesta. Saat kembali ke Bumi, mereka tak lagi sama.

Rohim, sang Suami, mampu mengendalikan cahaya dan panas matahari—melindungi dengan tangan api.

Fitriani, sang Istri, membentuk ilusi bulan dan mengendalikan emosi jiwa.

Shalih anak pertama, bocah penuh rasa ingin tahu, bisa melontarkan energi bintang dan menciptakan gravitasi mikro.

Humairah anak kedua, si kecil yang lembut, menyimpan kekuatan galaksi dalam tubuh mungilnya.

Bagaimana kisah sebuah keluarga ini ?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saepudin Nurahim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ujian Di Ujung Cakrawala

Fitriani Ayu Dewi duduk di salah satu meja, mengaduk-aduk kopi paginya dengan tatapan kosong. **Hijab sport berwarna hitam** membingkai wajahnya yang tampak lelah. Semalam ia hampir tidak bisa tidur, dihantui oleh bayangan simulasi gravitasi nol yang mengerikan. Jantungnya berdebar kencang setiap kali mengingat sensasi melayang tak terkendali di dalam tabung raksasa itu.

Rohim Wiratama duduk di sampingnya, menggenggam tangan Fitriani erat. Wajahnya terlihat khawatir, namun matanya memancarkan keyakinan. "Ibu, kamu yakin kuat? Kalau kamu enggak kuat, kita bisa bicara sama pihak ISTC. Kita bisa mundur," ucapnya lembut, mengusap punggung tangan Fitriani.

Fitriani menggeleng lemah, bibirnya bergetar. "Enggak, Yah. Aku enggak mau nyerah. Ini impian kita. Aku enggak mau jadi penghalang," jawabnya lirih, namun ada tekad yang kuat di balik kata-katanya. Ia menatap mata Rohim, mencari kekuatan.

Rohim tersenyum tipis, mengangguk. "Aku tahu kamu kuat, Ibu. Kamu lebih kuat dari yang kamu kira. Aku akan selalu ada di sampingmu. Kita akan lewati ini bersama." Rohim mengecup kening Fitriani, menyalurkan semangat.

Shalih Wiradipa dan Humairah Wulanindri duduk di kursi sebelah, menikmati sarapan mereka dengan tenang. Mereka belum mengerti sepenuhnya apa yang akan dihadapi orang tua mereka, namun mereka bisa merasakan ketegangan yang ada. Shalih menatap ibunya dengan tatapan khawatir, sementara Humairah hanya menggumam tak jelas, mengunyah roti dengan pipi gembilnya.

Setelah sarapan, para peserta dikumpulkan di ruang *briefing*. Seorang instruktur berwajah tegas dengan seragam biru ISTC menjelaskan jadwal pelatihan hari ini. Suaranya lantang dan tanpa basa-basi.

"Hari ini, kalian akan menjalani serangkaian simulasi yang akan menguji kemampuan fisik dan mental kalian. Pertama, kalian akan menjalani simulasi gravitasi nol. Kemudian, kalian akan dilatih untuk menghadapi situasi darurat di luar angkasa. Terakhir, kalian akan menjalani tes psikologi untuk memastikan kalian stabil secara emosional."

Fitriani menelan ludah dengan susah payah. Jantungnya berdebar semakin kencang. Ia melirik Rohim, mencari dukungan. Rohim menggenggam tangannya erat, memberikan senyuman penyemangat.

---

Simulasi gravitasi nol adalah mimpi buruk bagi Fitriani. Ia merasa mual dan pusing saat melayang-layang tak terkendali di dalam tabung raksasa itu. Tubuhnya terasa ringan, namun pikirannya terasa berat. Ia berusaha mengikuti instruksi, namun gerakannya terasa kaku dan canggung.

"Ibu, fokus! Kendalikan dirimu! Jangan panik!" Suara Rohim terdengar di *headset* yang mereka kenakan. Rohim terlihat lebih tenang dan berpengalaman, ia bergerak dengan lincah dan terkendali.

Fitriani mencoba mengatur napas, memejamkan mata sejenak. Ia membayangkan wajah Shalih dan Humairah, membayangkan impian mereka untuk menjelajahi Mars. Ia tidak boleh menyerah.

Dengan sekuat tenaga, Fitriani mencoba mengikuti instruksi. Ia mulai mengendalikan gerakannya, meskipun dengan susah payah. Ia berhasil melewati simulasi itu, meskipun dengan tubuh yang lemas dan pikiran yang kacau.

Saat keluar dari tabung, Fitriani langsung memeluk Rohim erat. Air mata mengalir di pipinya. "Aku... aku hampir menyerah, Yah," ucapnya terisak.

Rohim memeluk Fitriani erat, mencium puncak kepalanya. "Kamu hebat, Ibu. Kamu berhasil. Aku bangga sama kamu."

---

Pelatihan menghadapi situasi darurat di luar angkasa juga tidak kalah sulit. Para peserta dilatih untuk menghadapi berbagai skenario buruk, seperti kebocoran oksigen, kerusakan peralatan, hingga serangan meteor. Fitriani merasa kewalahan dengan semua informasi dan prosedur yang harus ia kuasai.

"Ibu, ingat! Oksigen adalah yang utama. Pastikan masker oksigen terpasang dengan benar. Kemudian, cari tahu sumber kebocoran dan tutup dengan cepat," Rohim menjelaskan dengan sabar, membimbing Fitriani langkah demi langkah.

Fitriani berusaha keras untuk fokus, namun pikirannya terasa penuh. Ia takut melakukan kesalahan, takut membahayakan dirinya dan keluarganya. Namun, ia tidak mau mengecewakan Rohim, ia tidak mau menyerah.

Dengan bantuan Rohim, Fitriani berhasil melewati pelatihan itu. Ia merasa lega dan bangga pada dirinya sendiri. Ia mulai percaya bahwa ia bisa melakukan apapun jika ia berusaha.

---

Tes psikologi adalah ujian terakhir hari itu. Para peserta diwawancarai oleh seorang psikolog untuk menilai stabilitas emosional mereka. Fitriani merasa gugup, ia takut jika ia tidak lolos tes ini.

"Ibu, tenang. Jujur saja. Mereka hanya ingin memastikan kamu stabil secara emosional. Kamu pasti bisa," Rohim menyemangati Fitriani sebelum ia masuk ke ruang wawancara.

Fitriani menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Ia menjawab pertanyaan psikolog dengan jujur dan terbuka. Ia menceritakan tentang ketakutannya, tentang harapannya, dan tentang cintanya kepada keluarganya.

Setelah wawancara, Fitriani keluar dengan wajah lega. Ia merasa lega karena telah melewati semua ujian hari itu. Ia merasa bangga karena ia tidak menyerah.

Namun, kelegaan itu tidak bertahan lama. Saat hasil tes diumumkan, nama Fitriani tidak ada dalam daftar peserta yang lolos. Wajahnya pucat pasi, air mata mengalir di pipinya.

"Tidak mungkin... aku gagal?" ucapnya lirih, tidak percaya.

Rohim memeluk Fitriani erat, berusaha menenangkan istrinya. Namun, ia sendiri juga merasa terpukul. Ia tidak menyangka Fitriani akan gagal.

Shalih dan Humairah menatap orang tua mereka dengan tatapan bingung. Mereka tidak mengerti apa yang terjadi, namun mereka bisa merasakan kesedihan yang menyelimuti keluarga mereka.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!