Di tanah Averland, sebuah kerajaan tua yang digerogoti perang saudara, legenda kuno tentang Blade of Ashenlight kembali mengguncang dunia. Pedang itu diyakini ditempa dari api bintang dan hanya bisa diangkat oleh mereka yang berani menanggung beban kebenaran.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon stells, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
~Strategi Pertahanan Ironford~
Fajar pagi berikutnya menyelimuti Benteng Ironford. Edrick, Darius, Selene, dan Mira bersiap memimpin persiapan pertahanan benteng. Para pengungsi telah bangun, tetapi sebagian besar tetap berada di menara barat, menenangkan diri setelah misi pengintaian ke Brimvale.
Rolf memanggil semua orang yang bisa bekerja. “Kita harus memperkuat tembok, menyiapkan jebakan, dan memeriksa jalur evakuasi. Garrick pasti akan datang, dan kita tidak boleh lengah.”
Darius memberi arahan kepada rombongan inti. “Aku dan Edrick akan meninjau posisi tembok barat. Selene dan Mira, kalian periksa sisi utara dan timur. Pastikan tidak ada jalur yang bisa dimanfaatkan musuh tanpa kita ketahui.”
Edrick mengangguk, memegang Ashenlight. “Aku akan ikut patroli denganmu, Darius. Kita harus memastikan benteng ini tidak memiliki titik lemah.”
Selene dan Mira bergerak menuju sisi utara. Selene menarik anak panah dari quiver-nya, Mira menyiapkan posisi pengintaian dari menara yang masih utuh. “Kita harus tetap diam dan waspada,” kata Selene. “Satu langkah salah, dan mereka bisa menyerang sebelum kita siap.”
Sementara itu, Edrick dan Darius memeriksa tembok barat. Banyak batu yang retak dan beberapa bagian kayu gerbang sudah lapuk. “Kita perlu memperbaikinya segera,” kata Darius. “Kita bisa menumpuk batu tambahan dan menanamkan jebakan sederhana di sisi bawah gerbang.”
Edrick mengangguk, menatap Ashenlight. “Aku akan menempatkan pedang ini di titik strategis. Kalau musuh masuk terlalu dekat, kita bisa menghentikan mereka dengan cepat.”
Rolf datang dengan membawa beberapa ember air dan tali. “Kita bisa membuat jebakan berupa ember berisi air panas yang dijatuhkan dari atas tembok. Itu akan menunda pasukan musuh sementara kita menyiapkan pertahanan lainnya.”
Mira, dari menara utara, menembakkan anak panah percobaan ke arah ladang terbuka untuk mengukur jarak. “Ini akan efektif untuk menunda mereka jika mereka menyerang frontal. Kita bisa menggunakan posisi tinggi untuk keuntungan kita.”
Selene menambahkan, “Dan jangan lupa, kita harus menyiapkan jalur rahasia bagi pengungsi. Mereka harus bisa keluar tanpa terlihat oleh musuh.”
Darius menatap Edrick. “Kita juga harus memikirkan strategi menyerang balik. Ashenlight bisa menjadi kunci untuk menakuti musuh dan memimpin serangan balik jika mereka terlalu dekat.”
Edrick mengangguk, merasa berat tanggung jawabnya. “Aku tahu. Tapi kita bisa melakukannya, selama kita tetap fokus dan tidak panik.”
Selama seharian, mereka bekerja memperkuat tembok, menata jebakan, dan menempatkan pengintai di titik-titik strategis. Para pengungsi ikut membantu sesuai kemampuan mereka, membawa batu, memperbaiki tembok yang retak, dan menyiapkan perlindungan tambahan.
Menjelang malam, benteng Ironford terlihat lebih siap menghadapi serangan. Api unggun menyala di beberapa titik, dan para pengungsi mulai duduk di menara barat, menunggu instruksi berikutnya.
Darius menatap rombongan inti. “Besok kita akan melakukan patroli lagi. Kita harus memastikan tidak ada pasukan Garrick yang mendekat tanpa kita ketahui. Ini baru persiapan awal, tapi langkah berikutnya akan menentukan apakah kita bisa bertahan atau tidak.”
Edrick menatap Ashenlight, cahaya pedang itu menembus kegelapan malam. “Aku siap. Kita harus menghadapi apapun yang datang ke benteng ini.”
---
Malam pertama di Ironford setelah pengintaian ke Brimvale terasa tegang. Edrick, Darius, Selene, dan Mira mengambil posisi di atas tembok. Dari sana, mereka bisa memantau sekeliling benteng, memastikan tidak ada gerakan mencurigakan.
Selene menatap ladang terbuka di depan benteng. “Jika musuh datang dari sana, kita bisa menghadang mereka sebelum terlalu dekat. Posisi ini memberi kita keuntungan.”
Mira menambahkan, “Kita bisa menggunakan anak panah untuk menahan mereka, tapi kita harus pastikan setiap tembakan tepat sasaran. Kita tidak punya banyak anak panah.”
Darius menatap ke arah utara, di mana reruntuhan Brimvale masih terlihat samar. “Mereka pasti sudah mulai mencari siapa yang selamat. Kita harus siap menghadapi serangan mendadak. Ashenlight bisa menjadi senjata utama untuk menakuti pasukan Garrick.”
Edrick memegang pedang itu dengan erat. “Aku akan berada di titik yang bisa terlihat semua sisi. Jika musuh terlalu dekat, aku akan membuat mereka mundur.”
Selama beberapa jam, mereka hanya mengamati dan mendengar suara malam: angin yang menerpa tembok, ranting pohon yang patah, dan suara hewan malam. Ketegangan terasa setiap detik.
Tiba-tiba, Mira menekuk tubuhnya dan menunjuk ke arah timur. “Ada gerakan. Lima orang, berjalan perlahan melalui ladang.”
Selene menyiapkan busurnya. “Mereka terlihat seperti pengintai. Kita harus mengambil keputusan cepat.”
Darius mengangguk. “Edrick, kau siap?”
Edrick menatap Ashenlight, memusatkan konsentrasi. “Siap.”
Tiga panah dilepaskan bersamaan—dua dari Selene dan satu dari Mira. Dua pengintai jatuh tersungkur, yang ketiga berhasil melarikan diri sambil menjerit.
Darius menatap sisa pengintai. “Itu tanda mereka akan mengirim lebih banyak pasukan. Kita harus bersiap.”
Edrick melangkah maju, Ashenlight terhunus. Cahaya pedang itu bersinar di malam gelap, memberi peringatan bahwa benteng ini bukan target mudah. “Besok, kita akan memperkuat jebakan lebih banyak lagi. Mereka tidak akan mudah menembus Ironford.”
Rolf dan para pengungsi menyaksikan dari menara barat, beberapa menunduk, menyadari betapa dekatnya ancaman. “Kita benar-benar membutuhkan strategi yang matang,” kata Rolf kepada Maren. “Tanpa persiapan yang tepat, kita bisa kalah sebelum pertempuran sesungguhnya dimulai.”
Selene menatap Edrick. “Ini hanya pengintai. Yang utama adalah besok. Kita harus memastikan setiap sudut benteng aman, setiap jalur evakuasi siap, dan setiap jebakan berada di posisi yang tepat.”
Edrick menegakkan tubuhnya. “Aku tahu. Dan kita akan melakukannya. Kita tidak bisa membiarkan Garrick menang begitu saja.”
Malam itu di Ironford terasa panjang. Para pengungsi mencoba tidur, meski ketakutan masih terlihat. Sementara itu, rombongan inti terus berjaga, memastikan tidak ada gerakan musuh yang tidak terlihat.
---
Fajar kedua di Ironford membawa ketegangan yang berbeda. Setelah malam panjang mengawasi benteng, Edrick, Darius, Selene, dan Mira memulai patroli pagi. Mereka berjalan menyusuri tembok, memeriksa jebakan yang telah dipasang, dan memastikan setiap pengintai berada di posisi terbaik.
Rolf datang membawa beberapa warga yang siap membantu. “Kita bisa menambah penghalang di gerbang utama dan membuat parit kecil di sisi timur. Itu akan menunda pasukan musuh.”
Darius menilai rencana itu. “Bagus. Kita juga perlu menyiapkan posisi untuk menembak dari atas tembok jika mereka menyerang frontal.”
Edrick menatap Ashenlight, memikirkan serangan yang mungkin datang. “Kita tidak tahu kapan mereka akan menyerang. Tapi kita bisa memaksa mereka ragu sebelum mereka sampai ke benteng.”
Selene memeriksa menara pengintai. “Kita akan menempatkan dua pengintai tambahan di sisi barat. Mereka bisa memberi peringatan jika ada gerakan mendekat.”
Mira menambahkan, “Aku akan tetap di utara dengan busur. Jika ada yang mencoba menyusup, mereka tidak akan lolos begitu saja.”
Siang itu dihabiskan untuk memperkuat benteng, menata parit, menambahkan jebakan, dan mengatur strategi evakuasi. Para pengungsi bekerja sama, meski sebagian masih trauma akibat serangan Garrick di Brimvale.
Menjelang sore, Edrick memanggil rombongan inti. “Kita harus merencanakan skema pertahanan. Ashenlight akan menjadi kunci kita. Kita harus tahu siapa yang bertanggung jawab di setiap titik tembok dan siapa yang akan menghalau musuh jika mereka datang.”
Darius menambahkan, “Aku dan Edrick di tembok barat. Selene dan Mira di utara dan timur. Pengintai tetap di sisi selatan. Semua posisi harus terhubung dan bisa saling membantu.”
Selene menatap peta kasar benteng. “Jalur evakuasi bagi pengungsi harus jelas. Jika musuh menembus pertahanan, mereka harus bisa keluar tanpa terlihat.”
Mira menunduk, memeriksa busurnya. “Kita tidak bisa mengandalkan keberuntungan. Setiap gerakan musuh bisa menjadi ancaman.”
Saat matahari mulai terbenam, benteng Ironford tampak lebih siap. Para pengungsi menatap tembok yang diperkuat dan jebakan yang dipasang. Mereka mulai merasa sedikit aman, meski ketegangan tetap ada.
Edrick berdiri di halaman tengah, Ashenlight di tangannya bersinar lembut di cahaya senja. “Ini bukan akhir, tapi awal pertahanan kita. Besok, kita akan mengetahui seberapa efektif persiapan kita.”
Darius menatapnya. “Dan kita harus tetap siap. Garrick tidak akan menunggu terlalu lama.”
Selene menambahkan, “Kita harus tetap fokus, tidak panik, dan pastikan setiap pengintai, setiap jebakan, dan setiap strategi bekerja sempurna.”
Mira menatap horizon utara, di mana reruntuhan Brimvale masih samar. “Kita tidak hanya melindungi benteng. Kita melindungi semua yang tersisa dari Brimvale. Tidak ada ruang untuk kegagalan.”
Malam itu, Ironford menjadi saksi persiapan terakhir sebelum pertempuran sesungguhnya. Cahaya Ashenlight menembus gelap, simbol bahwa Edrick dan rombongannya siap menghadapi Garrick dan pasukannya yang semakin mendekat.