Sulastri tak menyangka kalau dia akan jadi korban pemerkosaan oleh pria yang tak dia kenal, dia sampai hamil dan dihakimi oleh warga karena merasa kalau Sulastri merupakan wanita pembawa sial. Sulastri meninggal dunia dan menjadi kuntilanak.
Wanita yang menjadi kuntilanak itu datang kembali untuk membalas dendam kepada orang-orang yang dulu membunuhnya, dia juga terus gentayangan karena mencari siapa yang sudah merenggut kesuciannya.
Jangan lupa follow Mak Othor biar gak ketinggalan up-nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BD Bab 10
Juragan Saleh sebenarnya merasa kesal terhadap adik iparnya itu, karena Sadam terlalu mengungkit masalah warisan. Perkebunan sudah dijual, uangnya sudah dibagi dua. Namun, pria itu masih saja datang ke rumahnya. Juragan Saleh merasa kalau kedatangan pria itu pasti karena ada maunya.
"Mau apalagi datang ke sini?"
"Sabar, Kang. Aku ke sini karena ingin mengobrol, datang juga dengan baik-baik."
Padahal sang pemilik rumah belum mempersilahkan untuk masuk, tetapi Sadam tanpa tahu malu langsung masuk dan melangkahkan kakinya menuju ruang keluarga. Lalu, dia duduk di salah satu sofa yang ada di sana. Mau tak mau juragan Saleh mengikuti pria itu.
"Duduklah, Kang. Jangan berdiri saja, ada hal penting yang ingin aku bicarakan."
Juragan Saleh menghela napas kasar, lalu dia duduk di sofa yang berseberangan dengan Sadam. Sadam tersenyum karena juragan Saleh mengikuti keinginannya, pria itu lalu mulai bersuara.
"Akang masih ingat kan' kalau rumah ini adalah warisan dari kedua orang tuaku?"
"Ya, tentu saja aku masih ingat."
"Kalau begitu aku ingin Akang menjual rumah ini, terus uangnya dibagi dua."
"Astagfirullah, Sadam. Kenapa yang dipikiran kamu itu hanyalah uang? Padahal bapak belum lama meninggal, tapi kamu itu sudah mempermasalahkan tentang warisan terus."
"Masalah uang itu tidak ada saudaranya, Kang. Semua yang diwariskan oleh bapak dan juga Ibu harus dibagi sama rata, karena anak bapak sama ibu bukan mbak Karmila saja."
"Aku tidak setuju kalau rumah ini harus dijual dan dibagi dua, jangan serakah kamu."
Bukan juragan Saleh yang menjawab, justru yang menjawab adalah Karmila. Wanita itu merasa kalau suaminya tidak segera masuk ke dalam kamar, makanya dia cepat keluar kamar dan mencari keberadaan suaminya.
Alangkah kagetnya dia mendengar apa yang dikatakan oleh adik kandungnya itu, dia merasa sudah sangat keterlaluan.
"Justru kamu yang serakah, Mbak. Karena tidak mau membagi sama rata warisan bapak dan juga Ibu," ujar Sadam.
"Kamu itu aneh loh, lagi bujang aja kamu sering menjual sawah. Mau punya mobil saja kamu harus menjual sawah, mau punya usaha saja menjual Sapi dan juga kambing di peternakan. Lalu, apa pantas sekarang kamu mau mempermasalahkan masalah warisan?"
Kedua orang tua Karmila dan juga Sadam sudah berpesan, kalau semua yang tersisa akan diberikan kepada Karmila dan juga juragan Saleh. Karena Sadam sudah menghabiskan banyak harta selama kedua orang tuanya hidup, sedangkan Karmila sama sekali tidak pernah menghabiskan uang kedua orang tuanya.
"Halah! Itu masa lalu, Mbak. Nggak bisa kalau nggak dibagi dua, apa yang aku habiskan adalah harta di mana bapak dan juga Ibu masih hidup. Aku meminta harta bagianku setelah bapak dan juga Ibu meninggal, karena yang namanya menghabiskan harta sewaktu bapak dan juga Ibu hidup, itu namanya bukan warisan."
Karmila begitu kesal sekali mendengar apa yang dikatakan oleh adik kandungnya itu, dia hendak mengeluarkan kata-kata yang sudah tidak terbendung lagi, tetapi dengan cepat juragan Saleh memeluk istrinya.
"Turuti saja apa kemauan adik kamu, aku tidak keberatan. Aku tidak mau mempermasalahkan hal yang menyangkut warisan, toh tanpa warisan dari bapak dan ibu kamu juga aku masih bisa menghidupi kamu, Sayang."
"Mas!"
Karmila rasanya ingin protes, tetapi juragan Saleh malah memeluknya dengan lebih erat. Lalu, pria itu mengecup kening istrinya dengan mesra.
"Aku tidak butuh harta yang melimpah tapi sengketa, aku ingin hidup tenang bersama kamu dan juga putri kita. Oke?"
Karmila hanya bisa mengganggukan kepalanya di dalam pelukan suaminya, walaupun hatinya kesal luar biasa, tetapi dia merasa senang memiliki suami yang selalu bersikap seperti itu. Tenang dan sangat manis.
"Bagus kalau kalian setuju, besok jangan lupa pindah. Ada juragan dari kampung sebelah yang ingin membeli rumah ini, dia berani membeli rumah ini dengan harga mahal. Nanti kalau sudah terjual uangnya kita bagi dua," ujar Sadam.
"Hem, kalau begitu kamu cepat pulanglah. Aku sudah mual melihat wajah kamu," ujar Karmila yang tidak tahan melihat wajah adiknya sendiri.
Walaupun kakaknya mengatakan hal seperti itu, tetapi Sadam tidak terlihat tersinggung. Dia malah tertawa-tawa lalu pergi, Karmila sampai menangis setelah kepergian dari adiknya itu.
"Padahal rumah ini banyak kenangannya loh, Mas. Banyak kenangan dari aku kecil sampai aku jadi ibu seperti ini," ujar Karmila sambil terisak.
"Sabar, Sayang. Kita bawa saja semua barang yang menyangkut tentang kedua orang tua kamu, sekarang mending kita salat saja. Kita harus berserah diri kepada Allah, jangan sampai hati kita diisi dengan kedengkian."
"Ya," jawab Karmila.
Saat malam hari tiba, juragan Saleh mengemasi semua barang-barang milik dan juga barang-barang milik istrinya. Dia juga mengamati barang-barang yang ada sangkutannya dengan mendiang kedua mertuanya.
Pria itu sampai tak tidur, karena barang-barang yang harus dikemasi sangatlah banyak. Setelah semuanya rapi dia memasukkannya ke dalam mobilnya.
Juragan Saleh tidak lupa menghubungi teman-temannya, dia menanyakan tentang rumah yang bisa dia tempati dengan segera. Walaupun mengontrak untuk sementara tidak apa, yang terpenting mendapatkan tempat tinggal terlebih dahulu.
Setelah itu dia bisa membeli rumah sesuai dengan keinginannya, karena untuk uang, juragan Saleh sudah memiliki uang yang begitu banyak. Hanya saja dia memang tidak pernah pamer uang, karena takut nantinya akan jadi permasalahan.
Terlepas dari apa pun yang terjadi, juragan Saleh merasa bersyukur. Karena ternyata ada yang menjual rumah walaupun sederhana, rumah yang jauh dari kata mewah seperti rumah yang sekarang dia tempati.
"Loh, Yah? Kenapa Ayah berkemas? Kenapa barang-barang ayah dan juga bunda sudah berada di dalam mobil semua?"
"Kita akan pindah ke rumah yang sederhana, biar gak cape bersihin rumahnya."
"Loh! Ayah bangkrut?"
"Nggak, kita nggak bangkrut. Kamu mau bikin usaha baru saja Ayah tidak masalah, uang Ayah banyak."
"Terus, kenapa harus pindah?"
"Kan' Ayah udah bilang, biar gak cape bersihin rumah."
Dea sebenarnya tidak paham dengan apa yang dikatakan oleh ayahnya itu, tetapi dia yang tidak mau pusing tak mau kembali bertanya.
"Ck! Terserah apa kata Ayah aja, Dea ikut. Mau tinggal di tempat yang sangat sederhana pun Dea mau, asal sama Ayah dan juga Bunda."
Juragan Saleh langsung tersenyum mendengar apa yang dikatakan oleh Dea, dalam hati dia merasa bersyukur karena memiliki putri yang tidak tamak akan harta. Dia merasa bersyukur karena Dea tak banyak bertanya apalagi marah ketika dia akan mengajak putrinya pindah ke rumah yang sederhana.
ternyata begitu ceritanya... dasar laki-laki...
jahat pula...
kalo ada udaku geplek pala abg syahdan 🤣
syahdan ini udah termakan omongan ibunya.. kasihan juga sih.. nggak tau apa-apa, malah dimanfaatkan ibunya..