NovelToon NovelToon
Secangkir Macchiato

Secangkir Macchiato

Status: sedang berlangsung
Genre:Single Mom / Hamil di luar nikah / Konflik etika / Kehidupan Tentara / Fantasi Wanita / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:6.1k
Nilai: 5
Nama Author: Aksara_dee

"Bang Akbar, aku hamil!" ucap Dea di sambungan telepon beberapa Minggu lalu.
Setelah hari pengakuan itu, Akbar menghilang bagai di telan bumi. Hingga Dea harus datang ke kesatuan kekasihnya untuk meminta pertanggungjawaban.
Bukannya mendapatkan perlindungan, Dea malah mendapatkan hal yang kurang menyenangkan.
"Kalau memang kamu perempuan baik-baik, sudah pasti tidak akan hamil di luar nikah, mba Dea," ucap Devan dengan nada mengejek.
Devan adalah Komandan Batalion di mana Akbar berdinas.
Semenjak itu, Kata-kata pedas Devan selalu terngiang di telinga Dea dan menjadi tamparan keras baginya. Kini ia percaya bahwa tidak ada cinta yang benar-benar menjadikannya 'rumah', ia hanyalah sebuah 'produk' yang harus diperbaiki.
Siapa sangka, orang yang pernah melontarkan hinaan dengan kata-kata pedas, kini sangat bergantung padanya. Devan terus mengejar cinta Dealova.
Akankah Dealova menerima cinta Devan dan hidup bahagia?
Ikuti perjalanan Cinta Dealova dan Devan hanya di NovelToon.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10 : Sentuhan

Angin malam menerpa wajahnya yang pias, udara dingin di malam hari menyentuh pori-porinya. Helm tanpa kaca terpaksa Dea pakai karena hanya benda itu yang berhasil mereka pinjam.

"Pegang pinggangku, De. Sudah lama aku tidak mengendarai motor, kuatir aku ngerem atau ngegas mendadak." Devan menarik lembut telapak tangan Dea agar melingkar di pinggangnya.

Dea terpaksa mengeratkan pegangannya di pinggang Devan, karena dirasa pria itu kurang lihai mengendarai motor sport yang ia pinjam dari Juniornya.

Tapi, entahlah... Apa itu hanya alasan agar tubuh Dea lebih merapat pada punggungnya atau memang karena ia tidak pandai mengendarai motor.

Seketika itu, Dea melihat di kaca spion, sudut bibir Devan melengkung dengan senyuman nakal. Devan dengan sengaja menambahkan gas dan seringkali ngerem mendadak saat di depan tidak ada kendaraan lain. Untuk kesekian kalinya Dea merasakan kejanggalan dengan cara Devan menjalankan roda dua tunggangannya. Dea akhirnya melayangkan pukulan di punggung pria itu.

Bugh !

"Lebih baik aku turun!" kecam Dea.

"Sebentar lagi kita sampai. Di cafe itu view tepi danaunya sangat indah. Sabar sedikit... " Devan kembali tersenyum nakal, tapi kali ini ia sengaja memberikan kedipan mata kirinya di pantulan kaca spion. Dea membuang muka saat Devan terkekeh di kaca spion, rasanya ia menyesal terlalu mudah percaya padanya.

Motor mereka sampai di sebuah restoran yang 'katanya' memiliki view danau yang bagus. Wajah Dea seketika cemberut sambil melirik Devan yang ingin membantu melepaskan helm dari kepala Dea, tangannya segera menepis tangan kekar itu.

"Kenapa?" tanyanya.

"Kita tidak pergi jauh dari GBK, hanya berputar-putar di jalan raya. Itu kan tadi tendaku!" Dea menunjuk tenda yang disiapkan untuk sanggar Ladoya Nusantara ternyata sangat dekat dengan cafe yang Devan tuju.

"Iya, memang." Devan tersenyum nakal lagi. Dea menghentakkan kakinya di aspal dengan kesal.

"Kenapa sih hal begitu aja harus modus! Lebih jauh jalan kaki dari tenda ke tempat parkir daripada dari tenda ke cafe ini. Kenapa harus pinjam motor segala dan muteri jalan raya!" sungut Dea makin memeluk helm BOGO tanpa kaca itu.

Devan mengusap tengkuknya dengan senyum dikulum, "biar kita bisa menghirup udara segar lebih lama dan... Lebih jadi dekat." Seringai tipis di bibir Devan. Ia mencondongkan tubuhnya mendekat ke wajah Dea, "memangnya kamu berharap aku bawa kemana?" bisiknya dengan mengerlingkan mata.

Tubuh Dea sontak waspada, dia menjauhkan tubuhnya dari Devan. "lebih baik aku balik ke hotel!" Kesal Dea.

"Oh kamu mau aku bawa ke hotel, bilang dong dari tadi... " sambil tersenyum lebar Devan selangkah mengikis jarak.

Dea mengangkat helm ke udara lalu memukulkan ke bahu Devan dengan keras berkali-kali, "Kurang asem! Kamu pikir aku cewek apaan! Ternyata kamu buaya darat, garangan sawah!"

"Awwhh... Sshhh... Sakit, ampun!" jerit Devan lalu merebut helm yang akan melayang lagi ke tubuhnya. "Kita baru kenal kamu sudah berani main tangan sama aku." Protes Devan.

Malas menjawab ucapan Devan, Dea membalik tubuhnya berjalan dengan cepat menuju tendanya kembali.

Devan tersenyum lebar lalu mengejar Dea, tangannya dengan cepat mencekal lengan kurus Dea, "Aku minta maaf Dea, aku hanya berusaha agar kamu tidak larut dalam kesedihan. Masalahnya... Aku tidak bisa pergi jauh-jauh dari sini, aku sudah janji pada Laras hanya mengajakmu ke cafe terdekat," tutur Devan.

Sebelum menemui Dea, Devan sudah menemui Laras. Meminta ijin untuk mengajak Dea pergi. Tapi Laras melarang karena kondisi Dea terlihat kurang sehat. Setelah negosiasi yang panjang dengan Laras, akhirnya Devan berjanji mengajak Dea terapi ke psikiater. Dan, di cafe itulah ia membuat janji dengan seorang psikiater untuk memulai pengobatan.

Dea masih membelakangi Devan, ia masih kesal dengan pria itu. Bukan karena dia berharap di ajak pergi jauh, tapi dia tidak suka dibohongi. Ia nyaris menaruh kepercayaan sepenuhnya pada pria itu.

"Dea, aku ingin mengenalkan mu pada seseorang. Ayolah, jangan marah dulu," bujuk Devan.

"Aku nggak tahu lagi jebakan apa yang kamu rahasiakan padaku, lebih baik aku tidak mudah mempercayai orang lain!" Dea menepis tangan Devan.

Sedikit berlari ia mendahului, menghalangi jalan Dea. "Aku janji kali ini tidak akan mengecewakanmu." Wajah Devan kali ini serius tidak ada senyuman nakal atau tatapan menggoda. "Kita hanya akan minum kopi, aku janji!" Devan mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya membentuk V ke udara.

Entah mengapa Dea kembali patuh padanya. Ia membiarkan Devan merangkul bahunya dan berjalan dengan beriringan. Sesampainya di lantai dua cafe, mereka menghampiri dua orang perempuan yang Dea sudah kenal. Meila dan Mona.

"Ibu Meila, ibu Mona," seru Dea lalu melepaskan diri dari rangkulan tangan kekar Devan. Ia langsung melakukan cepika cepiki dengan kedua orang perempuan yang sudah memberikan motivasi padanya.

"Tadi siang Laras menghubungi ibu, dan bapak Devan ini yang membuatkan janji di sini," tutur Mona.

Dea tersenyum tipis menanggapi ucapan Mona, dari sudut matanya Devan terlihat mengangkat dagunya seakan tersanjung dengan keberhasilannya membuat pertemuan itu. Kini mereka duduk berhadapan. Dea menyadari tatapan mata pria itu tidak pernah lepas dari wajahnya.

"Apa kabar, Dea," tanya Meila.

"Saya... Baik Bu," ucap Dea sambil menundukkan wajahnya. Cerita luka dan perih di hatinya kembali ia telan, tidak berani untuk jujur tentang perasaan saat itu.

Meila menyentuh lembut punggung tangan Dea, "masih sering susah tidur?" tanyanya pelan.

Dea melirik ke arah Devan, pria itu mengerti kehadirannya di sana membuat Dea tidak nyaman bercerita. Devan segera beranjak dari duduknya dan memisahkan diri mencari meja lain yang jauh dari ketiga perempuan itu.

Satu jam telah berlalu, Devan sabar menunggu Dea menyelesaikan sesi terapinya, sudah ada senyuman di wajah Dea meski luka tidak benar-benar pergi, tapi sorot matanya tidak seperti tadi saat Devan menemukan gadis itu duduk memeluk dirinya sendiri.

Setelah itu, Meila dan Mona pamit. Tinggallah Dea dan Devan duduk dengan canggung. Ada sisa airmata yang telah mengering di pipi Dea. Tapi sorot matanya memiliki makna.

Devan melirik jam di pergelangan tangannya, "masih sore, aku ingin membawamu keliling Jakarta kalau kamu mau."

"Kemana? Tapi—" Dea menahan ucapannya, ada perasaan takut dibohongi lagi, sisi lain hatinya juga ingin menerima tawaran Devan.

"Sisa waktu kamu di Jakarta hanya tinggal besok kan? Jangan sia-siakan tawaranku." Ia beranjak dari duduknya lalu memiringkan kepalanya memastikan Dea menerima tawarannya.

Kali ini Devan mengendarai motornya dengan kecepatan sedang dan terlihat mahir, tidak ada aksi nakal seperti sebelumnya. Membiarkan angin malam menyapu lembut wajah mereka, angin musim hujan sedikit menggerakkan sisi jaket kulit milik Devan yang kebesaran di tubuh kecil Dea.

Di antara hiruk pikuk kendaraan yang saling berkejaran ingin mendahului, dan ditemani lampu jalan yang terang benderang. Gerakan kecil dari tangan Dea di pinggang Devan seakan menerbangkan kupu-kupu di sekujur tubuhnya. Devan memejamkan mata sebentar, dadanya berdetak lebih hebat dari biasanya, merasakan perasaan asing yang tidak pernah ia alami selama hidupnya.

Devan menyentuh tangan kecil yang gemetar kedinginan di atas pinggangnya, menariknya lebih erat ke arah perut Devan. Ia berusaha menyalurkan kehangatan dan memastikan detak jantungnya berdegup karena gerakan kecil tangan imut dan jari lentik itu tadi. Ternyata benar! Gerakan tangan yang gemetar lembut itu membuatnya gelisah.

Ibu jari Dea bergerak pelan mengusap lembut punggung tangan Devan yang terjangkau jarinya. Pertemuan kulit dengan kulit mereka menimbulkan perasaan asing yang tidak ingin Devan abaikan. Jemarinya menelusup ke sela-sela jari lentik Dea. Jari mereka saling terkait. Sudut bibir Devan tertarik ke atas, senyuman manis penuh makna tercipta di wajah tampannya.

Dua hati yang telah lama merindukan kasih sayang, tanpa sadar saling menaburkan benih-benih cinta di hati yang polos tanpa pengalaman.

Bagi Devan, meski ia telah memiliki pasangan dan seorang putri. Perasaan ini pertamakali ia rasakan. Bersama Dea. Saat itu, ia tidak ingin berpikir panjang tentang ekses pada nama baik, karier dan segala hal seperti biasanya. Ia hanya ingin menikmati perasaan asing yang baru saja ia alami.

Bagi Dea, sikap hangat Devan, caranya menggoda, caranya memberi perhatian dan sentuhan hangat di tangannya yang gemetar seakan membangunkan kenangan pada sosok yang sangat ia cintai dan ia rindukan, papanya.

Devan tiba-tiba hadir di saat ia rapuh dan terjatuh di jurang yang paling dalam. Devan datang seperti reinkarnasi dari sosok papanya yang akan membantunya bangkit dari keterpurukan dengan perasaannya yang hangat dan sikapnya yang dewasa.

Dea meletakkan dagunya di bahu kiri Devan, seakan ingin mengulang moment bersama sang papa jika bermanja dalam pelukan papanya. Matanya mengembun mengenang kasih sayang papanya. Desahan pelan Dea terdengar lembut di telinga Devan hingga pria itu menoleh dengan perasaan yang berbeda.

Dada Devan terasa penuh oleh kata-kata 'merah jambu' yang tidak mampu keluar dari bibirnya.

"Kamu lelah, De?" bisik Devan. Hanya kalimat itu yang sanggup keluar dari bibirnya.

"Dea nggak lelah, Pah. Dea terlalu rindu... " Dea memejamkan matanya, bulir embun mengalir dari sudut matanya.

1
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
sesuai dugaan, devano adalah lelaki yang sangat menghargai wanita, tetapi Kasandra yang tak tau diri.
🌞Oma Yeni💝💞
saat hati terluka,, lanjutkan makan habiskan mienya sampai tuntas tak bersisa /Facepalm/
🌞Oma Yeni💝💞: paling males aku tuh, lagi asyik balas komen, ada tulisan muncul, komen anda terlalu cepat BLA BLA BLA BLA
Aksara_Dee: pedes ya sampe ke hidung
total 2 replies
🌞Oma Yeni💝💞
wadduhh, kamu kurang hati hati nih devan
Aksara_Dee: playboy amatir 😅
total 1 replies
🌞Oma Yeni💝💞
komandan nya udah tahu
Aksara_Dee: istrinya melangkah LBH dulu ka
total 1 replies
🌞Oma Yeni💝💞
cuma sesama wanita yang paham rasa itu, para pria belum tentu
Aksara_Dee: cowo mah bisanya bikin porak poranda hati cewe
total 1 replies
🌞Oma Yeni💝💞
bukan urusanmu nduukk
🌞Oma Yeni💝💞: sotoy banget /Facepalm/
Aksara_Dee: Kasandra sotoy yaa
total 2 replies
🌞Oma Yeni💝💞
bheuh,,, lagakmu cah ayuuu,, mertua di panggil nama
🌞Oma Yeni💝💞: iya, aneh Kasandra itu
Aksara_Dee: sakit hati sama siapa, mertuanya yg dihina
total 2 replies
🌞Oma Yeni💝💞
pencuri bukan di rayu tapi ditangkap pak devan
Aksara_Dee: di tangkap ke hatinya
total 1 replies
🌞Oma Yeni💝💞
dunia terbalik ini mah /Facepalm/
Aksara_Dee: ngerayu jalur ektrim ka
total 1 replies
🌞Oma Yeni💝💞
usir aja pak usir /Chuckle/
Dee
Ca deserve better! Jangan mau jadi second lead di hidup orang.
Kok Kasandra jadi side character di cerita cintanya Devan sama wallpaper 😭
Aksara_Dee: cara dia meminta maaf jg saah sih
total 1 replies
Dee
Delapan tahun bukan waktu yang sebentar, tapi dihancurkan begitu saja oleh kehadiran orang ketiga. Tapi, itu karena salahmu jg kan?!
Aksara_Dee: dia terlalu percaya diri Devan akan selamanya tunduk padanya
total 1 replies
Dee
Cakeepp...
Aksara_Dee: makjleb
total 1 replies
Dee
Ternyata Aca bisa tertarik jg ya, sama 'orang susah'
Aksara_Dee: bagi dia yg penting style
total 1 replies
Dee
GR deh... Akbar...
Aksara_Dee: tanpa rayuan dari Dea, Akbar udah tergoda
total 1 replies
Dee
Tuh kan bener, Akbar aja gemes😄
Aksara_Dee: nanti ada di episode BRP aku lupa, Akbar komen. udah kecil, ngerepotin, pemarahnya kayak swan tapi bikin gagal move on
total 1 replies
Dee
Hihi...lucu Dea, bikin gemes..
Aksara_Dee: di jadiin mainan bener si Dea
total 1 replies
Dee
Baca ini bikin aku jadi pengen ikut nimbrung sambil minta dibuatin kopi juga 😆
Aksara_Dee: seru yaa kalau lagi camping gt, bikin makanan bareng² kayak mau main masak²an
total 1 replies
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
suami salah jika tak bisa sabar & menuntun istrinya. tapi jika istri pembangkang padahal suami sudah berusaha menjalankan tugasnya, apakah tetap bisa dikatakan suami salah? 😔😔
kasihan juga pada Kasandra, tapi mau gimana lagi? udah telat.
semoga zie tidak jadi korban
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ: oke sist. 👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ: iya. seperti slogan. anda sopan kami segan. begitu juga rumah tangga
total 9 replies
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
dan wanita itu adalah dea.
Aksara_Dee: iya ka
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!