Hani Ainsley adalah anak dari perkawinan antara manusia dengan seorang vampir, karena suatu masalah ibunya harus menitipkan Hani ke salah satu rumah warga karena wanita itu tidak bisa membawanya pergi. Saat kecil Hani ia hidup menderita karena tidak pernah disayang oleh ibu yang mengadopsinya. Namun, semua berubah saat ia beranjak dewasa dan mulai berevolusi menjadi vampir. Akankah Hani bisa mengubah nasipnya di kemudian hari? Dan siapakah orang tua kandungnya? Ikuti ceritanya dan jangan lupa likenya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lutfiatin Nisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hani Pertama Kali Berubah menjadi vampir
Hari ini, Hani pulang sendirian karena Bayu ada les tambahan. Pikirnya bisa pulang bersama Hana sang adik, tetapi ibunya datang menjemput. Wanita separuh baya itu mengajak anak kesayangannya pergi dan meninggalkan Hani sendirian di sana.
“Kamu pulang sendiri saja. Mama ada urusan sama Hana.”
“Iya, Ma.” Kecewa, padahal dia juga ingin menghabiskan waktu bersama sang ibu.
“Sayang, ayo masuk.”
Hana mengangguk dan masuk ke mobil. Di sisi lain, Hani melihat keduanya pergi dengan perasaan berkecamuk. Akhirnya daripada suntuk, gadis itu memilih pergi ke toko buku. Mungkin, dengan membaca beberapa buku akan menenangkan hatinya. Namun, saking tenangnya, gadis itu sampai lupa waktu.
“Aduh, nggak kerasa udah malam.”
Buru-buru Hani keluar dari toko buku dan berjalan sendirian melewati sebuah taman. Tubuhnya mengigil, jaket yang dikenakan tidak cukup menghangatkan badan. Dia berjalan sambil sesekali melihat ke arah bulan yang bersinar terang.
Tiba-tiba beberapa preman menghadangnya. “Wah, ada cewek cantik, nih!”
Hani tidak peduli, dia terus saja berjalan. Naasnya malam itu jalanan sudah sepi, mau tidak mau kaki mungilnya harus berjalan memasuki gang kecil. Berharap segera sampai ke rumah. Dia tidak menyangka bahwa preman-preman tadi masih terus mengikutinya. Mereka menunggu kesempatan sampai akhirnya berhasil menyergap tubuh Hani. Gadis itu memberontak. “Apa mau kalian? Lepas!”
“Duh, Nona tambah cantik aja kalau marah-marah gini.”
Dengan sekuat hati, Hani mencoba melawan. Namun, dia tidak berdaya menghadapi pria-pria bertubuh kekar itu. Hani akhirnya bisa mendorong salah satu dari mereka hingga pria itu jatuh mengenai batuan tajam.
Cairan merah mengalir dari dahi pria itu, kesal karena dilukai, pria itu tidak terima. Melihat darah yang membasahi wajah pria yang didorong tadi, membuat tubuh Hani mengalami perubahan. Bola matanya berubah warna menjadi kemerahan dan dia juga mengeluarkan taring yang tajam, kuku jarinya pun ikut memanjang.
Melihat perubahan itu, para preman tadi terkejut. Mereka berteriak ketakutan dan segera berlari tunggang-langgang. Sedangkan gadis yang sudah berubah menjadi vampir itu, masih mematung kebingungan di sana. Dia melihat tubuhnya yang berubah menyeramkan. Tidak ingin terlihat oleh orang lain, buru-buru dia pergi memasuki hutan belantara yang tidak jauh dari sana.
Setelah kepergian Hani, para preman yang sudah kewalahan lari itu berhenti. Terbayang di benak mereka tentang kejadian tadi. Mereka melihat ke belakang dan ternyata tidak ada yang mengejar.
“Syukurlah, kita selamat dari gadis menyeramkan itu.” Mereka melanjutkan perjalanan sambil menggerutu dan masih membahas tentang makhluk yang menyeramkan tadi.
***
Dari gedung yang tinggi, Sammy mencoba mendapatkan sinyal dari adiknya. Siapa tahu, Sindy akan berubah malam ini. Dia berharap bisa menemukannya sebelum orang lain. Mata pria itu memicing, dia akhirnya mendapat sebuah sinyal dari jalan yang sempit dan gelap. Dengan cepat, dia melompat dari satu bangunan ke bangunan yang lain.
Sesampainya di sana, Sammy tidak menemukan seseorang yang dia cari. Namun, dia mendengar percakapan beberapa pria tentang makhluk yang menyeramkan. Pria itu pun segera menghadang mereka dan membuat para preman itu terkejut karena kedatangannya secara tiba-tiba.
“Siapa kamu?”
Sammy tidak menjawab pertanyaan itu, dia langsung bertanya ke mana makhluk yang mereka temui tadi.
“Ada urusan apa kamu, ha?!” Preman itu kekeh tidak mau menjawab.
Sammy pun hilang kesabaran karena waktu yang semakin menipis. Dia harus segera menemukan adiknya sebelum sesuatu yang buruk terjadi. tidak punya banyak waktu. Pria itu akhirnya emosi sampai mencekik dan mendorong lawan bicaranya hingga membentur dinding. Teman-temannya preman itu mencoba membantu. Akan tetapi, Sammy terlalu kuat untuk mereka lawan.
“Lepas! Lepaskan aku! Makhluk tadi masuk ke dalam hutan.”
Merasa sudah mendapatkan jawaban yang pasti, Sammy langsung melemparkan pria itu ke sembarangan arah, kemudian mencari adiknya ke hutan. Dia harus segera menemukannya sebelum semuanya terlambat.
***
Di tempat lain ....
Sebuah sirene berbunyi kencang, selama bertahun-tahun saat inilah yang ditunggu-tunggu. Semua orang berlarian panik dan segera melihat dari mana sinyal itu berasal. Salah satu di antara mereka segera melaporkan hal tersebut.
“Pak, kami mendapatkan sinyal,” ujar salah satu tim peneliti di laboratorium milik Bondan.
Pria yang dimaksud tersenyum mendengar kabar itu, dia pun menyuruh anak buahnya untuk segera berangkat dan menangkap vampir tersebut.
Dua mobil yang berisikan pria-pria berpakaian hitam sedang bersiap-siap, tidak lupa mereka membawa perlengkapan berburu vampir dan segera menuju ke lokasi.
***
Hani berlari tanpa arah, gadis itu menangis di sepanjang jalan. Cemas, takut dan khawatir. Semua rasa itu bercampur aduk di kepalanya. Dia tidak mengerti kenapa tubuhnya bisa berubah seperti itu. Hani pun kelelahan berlari, dia memutuskan untuk beristirahat sejenak. Gadis itu duduk di bawah pohon dengan nafasnya yang tersengal-sengal.
“Apa yang terjadi padaku, mengapa tubuhku bisa seperti ini,” isaknya sesenggukan. Dia masih tidak percaya dengan apa yang sedang berlaku padanya.
Sammy berusaha secepat mungkin untuk menemukan adiknya. Setelah lama mencari, akhirnya dia melihat seorang gadis terduduk di bawah pohon. Dia terkejut karena gadis yang selama ini dicarinya adalah Hani.
Belum sempat mereka bertegur sapa, suara kendaraan dari arah jalan memenuhi area tersebut. Sammy tidak ingin adiknya dalam bahaya. Dengan cepat, dia membekap mulut Hani agar tidak bersuara. Namun, gadis itu memberontak karena perlakuan yang tiba-tiba itu. Terpaksa, Sammy memukul leher belakangnya hingga sang adik pingsan. Itu cukup memudahkan untuk membawanya pergi dari sana.
Sedangkan sekelompok orang di bawah pepohonan tengah sibuk mencari, mereka mengarahkan cahaya senter pada ranting-ranting di atas pohon. Syukurlah Sammy bisa bersembunyi dengan baik.
Sammy mengecek situasi, melihat orang-orang itu sudah berlalu, kemudian dia melompat dari satu ranting ke ranting lainnya. Dia bergegas membawa Hani pergi ke rumah Sofyan.
“Sinyal itu tiba-tiba hilang, Pak,” pekik anak buahnya.
“Apa, bagaimana bisa? Bodoh kalian semua, ha!”
Bondan sangat kesal karena pengawalnya kehilangan jejak. Penantiannya selama bertahun-tahun pun kandas karena kebodohan para pengawalnya. Dia pun memberi perintah agar mereka semua tetap mencari vampir itu di area titik munculnya sinyal.
***
Di tempat lain, Sammy sudah tiba di rumah pamannya.
“Kamu berhasil menemukannya, Sam. Cepat, baringkan dia.” Sofyan segera mengambil posisi saat melihat seorang gadis yang dibopong Sammy.
Sarah melihat Sammy datang membawa seorang gadis. Dia pun mendekatinya. “Hah! Pantas saja kamu sulit melepaskannya, ternyata dia adikmu.”
Sammy hanya mengangguk, sembari merapikan rambut sang adik yang berantakan. Dia bersyukur akhirnya bisa menemukannya.
“Paman, apa yang harus kita lakukan? Orang lain tidak boleh melihat keadaan adikku yang seperti ini.” Suara Sammy bernada cemas.
“Tenanglah, Sam. Aku sudah mempersiapkan sesuatu.”
Sofyan segera mengambil serum dari dalam lemari kaca pendingin, kemudian menyuntikkannya ke tubuh Hani. Ternyata reaksi obat itu begitu cepat, tubuh gadis itu kembali seperti semula. Tidak ada lagi kuku panjang ataupun taring.
Sofyan memberi tahu Sammy dan anaknya untuk tidak memberitahukan kejadian yang sebenarnya kepada Hani karena gadis itu belum siap. Dia juga menjelaskan bahwa obat yang disuntikkan tadi akan membuat Hani lupa dengan kejadian yang dialami. Tidak lupa, Sofyan memerintahkan dua orang di hadapannya itu agar menjaga Hani dari jauh.
Sammy pun mencari ponsel adiknya, pria itu memasang pelacak agar mudah mencari tahu ke mana Hani pergi. Dikarenakan baterainya habis, ia pun segera mengecas benda pipih tersebut.
Sofyan mengambil sampel darah milik Hani untuk diteliti. Untuk sementara waktu, dia akan memberikan obat yang juga dikonsumsi oleh Sammy, berharap hal itu bisa membantunya.
***
Di tempat lain, seorang pria sedang mondar-mandir di depan rumah. Sesekali pandangannya melihat ke arah pagar, kalau-kalau ada yang datang. Dirga khawatir karena sang anak belum juga pulang. Padahal hari sudah larut. Dia juga tidak bisa menghubunginya. Hani biasanya tidak pernah pulang telat.
“Apa Mama yakin, tidak melihat Hani di Kampus?”
“Mama melihatnya sekilas dan langsung pergi bersama Hana,” jawab Lucy singkat sembari melipat tangan di dada.
“Kenapa Mama tidak mengajaknya pulang bersama?!”
“Kan, Mama sudah bilang, hari ini ada acara arisan. Hani tidak mau jika Mama ajak ke sana.”
“Mama itu kebanyakan alasan, ya! Kalau sampai terjadi sesuatu pada Hani, Papa enggak akan maafin Mama.”
“Kok, jadi mama yang disalahi!”
Dirga membuang muka, kembali ke posisi sebelumnya. Ia berharap akan ada kabar tentang anak kesayangannya itu.
***
Saat ini, Hani sedang berbaring di atas ranjang, dia mendapatkan telepati dari seorang wanita yang berada di dalam kotak pendingin. Wanita itu terus saja memanggilnya.
j
“Nak, tolong ibu. Tolong ibu, Nak.”
Hani pun terbangun, dia bingung menatap sekitar. Dirinya mulai bertanya-tanya mengapa bisa sampai ke tempat itu.
“Kamu sudah bangun.”
Kedatangan Sammy membuat Hani terkejut. “Prof. Sam? Kok, aku bisa di sini?”
“Aku menemukanmu pingsan di tengah jalan, jadi kubawa saja ke rumahku karena tidak tahu kamu tinggal di mana.”
“Oh, begitu. Terima kasih, Prof. Maaf sudah merepotkan.”
Sofyan datang dan menyapa Hani. Dia memperkenalkan diri dan juga bertanya, “Apa akhir-akhir ini badan kamu terasa aneh?”
“Hm, iya. Kok, Anda bisa tahu.”
“Aku ini Dokter. Ketika kamu pingsan, aku sudah memeriksanya. Daya tahan tubuh kamu melemah, jadi kamu sering pusing dan berhalusinasi.”
Hani membenarkan ucapan Sofyan. Dia juga berpikir bahwa akhir-akhir ini sering berhalusinasi jika melihat darah dan ingin meminumnya.
Sofyan pun memberikan obat untuk Hani agar dikonsumsi setiap hari. Dia juga memberi peringatan, jangan sampai obat itu tidak diminum.
“Berapa harga obat ini?”
Sofyan menjawab dengan memberikannya secara gratis karena gadis itu merupakan salah satu murid Sammy. Hani pun mengucapkan terima kasih.
“Oh, ya. Ini ponselmu. Tadi baterainya habis, jadi aku cas,” ujar Sammy seraya mengembalikan ponsel milik gadis tersebut.
Hani mengambil ponsel tersebut dari tangan Sammy. “Makasih, Prof. Duh, pasti Papaku khawatir banget.”
Hani mulai menyalakan ponsel, dia melihat beberapa notifikasi panggilan dan pesan yang sudah memenuhi layar.
Hani menelepon Dirga. Pria itu benar-benar khawatir dengan kondisinya hingga memberikan pertanyaan beruntun.
“Kamu ada di mana, Han. Apa yang sebenarnya terjadi, apa kamu baik-baik saja?”
“Hani minta maaf, Pa. Ponselku mati. Sekarang
Hani di rumah Profesor Sammy. Dia Dosen di Kampus. Sebentar lagi aku pulang, nanti Hani jelaskan di rumah.”
Hani pun menutup sambungan telepon setelah Dirga berpesan agar dirinya berhati-hati.
“Sudah? Ayo, aku antar.”
Sammy pun mengantarkan Hani pulang sesudah gadis itu berpamitan pada Sofyan.
Bersambung.