Luna Aurora Abraham rela meninggalkan nama belakang dan keluarganya demi menikah dengan lelaki yang dicintainya yaitu Bima Pratama. Seorang pria dari kalangan biasa yang dianggap Luna sebagai dewa penyelamat saat dirinya hampir saja diperkosa preman.
Dianggap gila oleh suami dan Ibu mertuanya setelah mengalami keguguran. Dengan tega, Bima memasukkannya ke Rumah Sakit jiwa setelah menguasai seluruh harta kekayaan yang dimilikinya.
Tidak cukup sampai di situ, Bima juga membayar orang-orang di RSJ untuk memberikan obat pelumpuh syaraf. Luna harus hidup dengan para orang gila yang tidak jarang sengaja ingin membunuhnya.
Hingga suatu hari, Bima datang berkunjung dengan menggandeng wanita hamil yang ternyata adalah kekasih barunya.
"Aku akan menikah dengan Maya karena dia sedang mengandung anakku."
Bagaimana kelanjutan kisah Luna setelah Tuhan memberinya kesempatan kedua kembali pada waktu satu hari sebelum acara pernikahan.
Update setiap hari hanya di Noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erchapram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Duka Di Tengah Bahagia
Dengan menggunakan seragam pelayan dari tempat katering yang disewa Mama Widya sebelumnya, wanita ini leluasa masuk ke acara yang diselenggarakan oleh keluarga Abraham tanpa pemeriksaan.
Menggunakan masker, kacamata bulat dan rambut yang disanggul rapi, membuat penampilannya benar-benar tampak berbeda.
Siapa pun tidak ada yang mengenali penampilan baru Maya Rosella.
Apa lagi di tempat ini hanya Luna saja yang pernah berurusan dengannya di masa lalu. Wanita itu begitu menaruh dendam terhadap Luna yang dianggap sebagai musuh yang telah membuatnya kehilangan bayi dalam kandungannya. Meskipun dirinya selamat, tapi insiden hari itu membuat Maya juga harus rela kehilangan rahim akibat benturan keras.
Sudah sejak lama Maya terus mengintai Luna dan keluarganya. Setelah dia keluar dari Rumah Sakit hari itu, hidup Maya sangat sulit. Dia hidup di rumah kontrakan kecil dan harus mencari pekerjaan hanya untuk bisa makan setelah Bima membuangnya begitu saja. Andai Luna tidak hadir di antara hubungannya dengan Bima kekasihnya.
Pasti, hidupnya sudah bahagia bersama anak dan suami tercinta. Tapi, kehadiran Luna merusak segalanya. Untuk itulah Maya juga akan merusak hidup Luna. Maya sudah berupaya masuk ke dalam rumah Luna, tapi selama ini belum pernah menemukan celah Hingga dia mendengar ada acara 7 bulanan membuat dia berfikir harus memanfaatkan kesempatan.
"Kamu sudah menghancurkan hidupku. Sekarang aku yang akan menghancurkanmu. Sudah cukup waktu yang ku berikan untukmu bebas tertawa di atas penderitaanku. Sekarang, giliranmu yang akan menangis darah." Ucapnya penuh dendam.
Melihat jika semua orang sedang sibuk sendiri, dan tidak ada yang menjaga Luna. Maya berniat segera menyelesaikan semua lalu pergi.
Tidak ada seorang pun yang tahu, jika di balik taplak di atas nampan ada sebilah pisau tajam yang dia sembunyikan.
Dengan berpura-pura membawa makanan untuk Luna dan Kakak iparnya, Maya datang mendekat tanpa ragu.
"Nyonya ini yang Anda minta." Ucapnya pada Daisy yang memang sebelumnya meminta Ervan mengambilkan makanan.
"Kemana suami saya, tadi saya yang memintanya mengambil." Ucap Daisy.
"Dia sedang bicara dengan rekan bisnisnya, untuk itulah saya diminta mengantarkannya untuk Anda." Ucap Maya.
"Ooo... Begitu ya sudah terima kasih." Ucap Daisy sambil mengulurkan tangan ingin mengambil piring di atas nampan yang Maya bawa.
"Matilah Kamu..." Teriaknya sambil menusuk.
"Ahhh... "
Bruk...
Bukan, bukan Luna atau Daisy yang tumbang, tapi seorang pria berpakaian Ojol yang terkena tusukan tepat di perutnya.
"Siapa kamu, kenapa menghalangiku membunuh pelakor itu." Teriak Maya histeris.
Luna, dia tercengang tubuhnya kaku dengan air mata yang mengalir serta detak jantung yang kembali berdetak kencang. Luna kembali terguncang.
"Honey..." Atlas yang baru kembali setelah mengangkat panggilan ikut syok. Sedangkan Ervan langsung berlari setelah melempar sebuah piring yang dipegangnya.
Suasana tasyakuran menjadi chaos, Maya masih memegang pisau yang sudah berlumur darah. Dia tidak percaya, jika salah sasaran justru menusuk orang lain yang belum dia lihat wajahnya karena tertutup topi.
Keamanan rumah segera datang kemudian menangkap Maya dan membungkus pisau yang terdapat sidik jari Maya.
"Luna..." Ucap terbata seorang pria yang rela menyerahkan tubuhnya sebagai perisai yang melindungi mantan kekasihnya.
Salah satu tamu, menahan tubuh pria itu kemudian membuka topinya. Terlihat jelas wajah seseorang dari masa lalu Luna, Bima Pratama.
"Luna..." Suara Bima bergetar lirih.
Luna pun tersadar dari lamunannya, kemudian berjongkok menatap pria yang pernah membuatnya terluka di masa lalu. Justru kini telah menyelamatkan nyawanya, dengan mempertaruhkan nyawanya sendiri.
"Kenapa... Kenapa kamu menolongku Bima?" Tanya Luna berderai air mata, sedangkan Atlas tetap di samping istrinya sambil merangkul dengan erat.
"Maafkan... Aku Luna, aku pernah jahat padamu. Aku pernah sangat menyakitimu. Untuk terakhir kalinya, boleh aku menggenggam jemarimu." Pinta Bima.
Tampak ragu, karena Luna menghargai Atlas sebagai suami. Luna menoleh menatap Atlas, ketika pria bermata biru itu mengangguk Luna pun tersenyum kemudian mengulurkan tangannya pada Bima. Dan membiarkan Bima menggenggamnya.
"Luna... Maaf... Mungkin kata-kataku datang terlambat. Tapi kamu harus tahu, jika aku menyesal telah menyakitimu. Aku dan keluargaku telah menerima karma atas dosa kami. Dan aku ingin kamu tahu, aku mencintaimu Luna. Aku melepaskanmu hidup bahagia bersama pria pilihanmu. Hiduplah dengan tenang bersama suami dan anak-anakmu." Ucap Bima.
"Aku... Aku sudah memaafkanmu Bima, kamu harus kuat. Sebentar lagi ambulan datang, kamu pasti sembuh dan setelah itu hiduplah dengan lebih baik." Ucap Luna di sela air mata yang mengalir.
Tidak hanya Luna, semua orang menangis tak terkecuali Maya yang masih di pegang oleh dua orang petugas keamanan keluarga Abraham.
"Tidak Luna, aku rasa waktuku sudah habis. Terima kasih sudah pernah mencintaiku meskipun akhirnya kita berpisah karena kesalahanku. Selamat tinggal..." Bima menghembuskan nafas terakhir dalam genggaman tangan Luna. Nampak Bima tersenyum saat menutup mata. Luna tercengang tidak percaya, pria yang pernah menyakitinya mati di hadapannya.
"Bima... Kamu tidak boleh mati."
Maya terlihat histeris dan terus memberontak, sayangnya dia tidak bisa melepaskan diri dari dua petugas yang memegangnya dengan sangat kuat. Hingga akhirnya polisi dan ambulan datang bersamaan, mengamankan Maya dan perawat yang mengangkat jenazah Bima.
Para tamu rekan bisnis dan anak yatim ikut merasakan kesedihan atas musibah di tengah pesta.
Flashback On
Kejadian sebelum Bima tertusuk pisau yang diayunkan Maya.
Hari itu, Bima sedang mengantar pesanan di sekitar rumah keluarga Abraham. Tidak sengaja dia melihat ada pesta meriah 7 bulanan. Rasa sakit mencubit hati Bima yang penuh penyesalan masa lalu. Dia menyelinap masuk hanya untuk bisa melihat mantan kekasihnya itu.
Bima hanya berdiri diam di samping sebuah pilar tenda. Membuat tubuhnya tidak terlalu terlihat. Meskipun ada yang melihatnya, mereka juga tidak berfikir aneh karena Bima menggunakan jaket dari perusahaan ojol.
Saat dia melihat wanita yang sama yang pernah menjadi duri dalam hubungannya dengan Luna. Wanita ular yang pernah membuatnya terperdaya.
"Untuk apa Maya ada di sini? Meskipun kamu menggunakan masker dan kacamata, aku tidak mungkin salah mengenalimu." Gumam Bima lirih.
Tentu saja Bima sangat hafal dengan bentuk tubuh Maya, karena sudah puluhan kali mereka melakukan pergulatan panas di atas ranjang.
"Jangan bilang, Maya ingin mencelakai Luna. Dia ingin balas dendam."
Tanpa disadari oleh siapa pun, Bima perlahan melangkah mendekat ke samping panggung di mana Luna dan kakak iparnya tengan duduk.
Bima mendengar jelas gumaman Maya yang sengaja ingin mencelakai kandungan Luna, karena dulu Maya pernah kehilangan anak mereka karena dirinya. Bima menyesal telah membunuh darah dagingnya karena emosi dan obsesi.
Bima juga menyesal pernah menyakiti wanita sebaik Luna demi selingkuh dengan Maya. Wanita murahan itu.
"Aku tidak akan membiarkan kamu mencelakai Luna, cukup kita berdua pernah menyakiti hatinya." Gumam Bima.
Bima menyadari, ada sesuatu di balik kain yang menutupi nampan. Tidak terlihat jelas, tapi Bima yakin itu adalah senjata tajam.
Dugaan Bima tidak meleset, Maya mengayunkan sebilah pisau tepat di perut besar Luna. Tapi dengan cepat Bima menghangnya, dan merelakan perutnya sendiri yang terkena tikaman.
Suara jeritan semua orang samar terdengar oleh Bima, dia hanya fokus menatap wajah terkejut Luna.
"Bima, apa yang kamu lakukan? Kenapa... Kenapa kamu menolongku Bima."
"Jika dengan kematian bisa menghapuskan dosaku padamu. Aku ikhlas, Luna. Aku mohon, maafkan aku. Aku... Aku... Aku mencintaimu..." Ucap Bima sebelum menutup mata dengan senyum yang menghiasi bibirnya. Wajah Bima terlihat pasrah, tapi juga ada raut lega yang tergambarkan karena bisa menyelamatkan nyawa mantan kekasihnya.
"Bima... Aku memaafkanmu."
Flashback Off
Acara 7 bulanan Luna dan Daisy terpaksa dibubarkan meski belum selesai. Tamu undangan mengerti dan memakluminya karena insiden tak terduga. Maya sudah dijemput oleh polisi, wanita itu tidak bisa mengelak lagi karena adanya bukti sidik jari di pisau dan juga banyaknya saksi. Sudah pasti hukuman berat yang akan diterima Maya.
Setelah mobil ambulan datang dan pihak Rumah Sakit memastikan jika Bima sudah benar-benar meninggal, Luna dan seluruh keluarga berinisiatif mengantar jenazah Bima langsung menuju ke rumah tempat tinggal Bima.
"Loh... Kenapa ada mobil ambulan di depan rumahku." Gumam Ibu Ratna yang saat kedatangan ambulan, sedang duduk santai di teras.
Terlihat Luna turun dari mobil dengan perut besar, diikuti seorang pria yang merangkul pinggangnya. Kemudian, satu persatu keluarga lain turun dan melangkah mendekati Ibu Ratna.
"Ibu, aku mengantar mas Bima. Maafkan aku, karena menolongku mas Bima kehilangan nyawanya." Jujur Luna.
"Apa katamu, Bima putraku sedang bekerja. Karenamu dia menjadi ojol."
"Andai kamu tidak memutuskan hubungan dengan Bima, pasti dia tidak akan hidup susah. Kamu memang pembawa sial, sekarang katakan di mana putraku?" Ucap Ibu Ratna.
"Tapi memang dulu, mas Bima selingkuh Bu. Siapa yang mau dengan pria yang sudah menghamili wanita lain. Sungguh, jika mas Bima bisa setia waktu itu..."
"Aku tidak mungkin berpaling, kembali kepada cinta pertamaku. Tapi semua sudah berlalu Bu, aku anggap memang sudah takdir. Meskipun akhirnya aku harus mati dan mengulang kembali hidupku. Aku bersyukur Tuhan memberiku kesempatan kedua." Ucap Luna.
"Honey, sudah tidak perlu membahas masa lalu. Tujuan kita adalah memberi penghormatan terakhir untuk Bima."
"Ucapan Atlas benar sayang, semua yang terjadi hanya masa lalu. Meskipun Mama tidak mengerti makna ucapanmu tentang kesempatan kedua, intinya hidup terus berjalan. Boleh menoleh ke belakang, tapi tidak untuk disesali. Jadikan masa lalu sebagai pelajaran berharga dalam menjalani kehidupan. Ayo sekarang kita beri jalan untuk petugas membawa jenazah Bima."
Pintu ambulan terbuka, sebuah brangkar didorong keluar. Sesosok tubuh yang diselimuti kain putih telah terlihat. Masih tidak percaya, Ibu Ratna membuka penutup wajah sosok itu.
"Bima... Tidak Bima... Kamu tidak boleh meninggalkan Ibu... Siapa yang akan memberi Ibu uang untuk beli makan jika kamu tiada. Pasti... Pasti Luna penyebab kematianmu."
Ibu Ratna berteriak histeris, mengguncang tubuh Bima yang sedang diangkat. Baru saja, jenazah Bima diletakkan di dalam rumah. Ibu Ratna yang sejak tadi menangis, kemudian memeluk tubuh putra sesayangannya itu. Sesaat kemudian, Ibu Ratna terlihat memegang dada kirinya dengan kepala yang berkeringat. Wajah Ibu Ratna memucat, dan kemudian jatuh tertelungkup.
Di atas jenazah putranya, Ibu Ratna menghembuskan nafas terakhirnya. Serangan jantung dadakan karena tidak menerima kenyataan. Jika aset berharganya telah pergi meninggalkan Ibu Ratna sendiri.
Hari itu, langit pun tiba-tiba mendung, hitam gelap seolah akan ada badai yang menerjang. Begitulah hidup dan mati seseorang tidak pernah ada yang tahu.
bisa di musnahkan dia...