(Bukan) Anak Kandung

Suara yang di timbulkan oleh Karla dan juga Tama, terdengar oleh neneknya saat itu. Nenek nya Tama pun langsung masuk ke dalam kamar Tama ketika mendengar keributan yang mengganggu dirinya.

"Kalian ini kenapa, sih? Masih pengantin baru sudah membuat keributan. Dan hari ini pun, kalian tetap saja tidak akur. Kamu Karla! Suamimu lelah baru pulang bekerja, bukannya disambut dengan baik."

"Maaf, Nek. Karla tidak sengaja. Tadi Karla mencoba pakaian yang ada di dalam lemari, karena Karla berpikir itu adalah milik Karla. Tapi, Tama langsung marah-marah karena hal itu."

neneknya Tama pun melihat ke arahnya. beliau meminta penjelasan dari cucunya itu. mengapa Tama bisa sampai marah-marah hanya karena kalah mencoba pakaian yang ada di dalam lemari miliknya.

"Pakaian itu aku beli dengan ukuran Keisya. Lihatlah pakaian yang baru ini, sudah dirusak oleh Karla. Tubuhnya yang seperti ba-bi gendut itu, mana bisa disamakan dengan tubuh ramping milik Keisya."

Wajah Karla memerah karena mendengar apa yang dikatakan oleh suami nya itu. Ia tak menyangka jika Tama tega mengatakan untuk nya.

Memang, tubuh Keisya lebih ramping karena ia jarang makan. Tak seperti Karla yang selalu makan makanan enak.

"Benar kah begitu? Jadi, mengapa tak kau katakan pada Istri mu jika itu bukan pakaian nya? Dan, untuk apa pakaian itu masih kau simpan, Tama?"

"Nek, apakah nenek lupa? Awal nya aku akan menikahi Keisya. Bukan wanita ini. Pernikahan ku dan Karla juga mendadak. Aku tak sempat memindahkan pakaian-pakaian ini dan semua yang berhubungan dengan Keisya."

"Sudah lah. Hal seperti ini tak perlu lagi di permasalahkan. Karla, sebelum memakai atau melakukan sesuatu di rumah ini, lebih baik kau bertanya dulu. Ini bukan lah rumah mu. Jadi, jangan sembarangan."

"Baik, nek."

Nenek nya Tama pun pergi. Kini, tinggal lah Karla dan juga Tama di dalam kamar itu. Entah mengapa, saat ini Tama begitu muak saat melihat wajah Karla.

Berbeda saat wanita itu duduk di kursi roda saat pernikahan nya dengan Keisya. Saat ini, ia melihat wajah Karla yang penuh dengan dosa.

"Apa lagi yang kau lakukan di sini? Ingat ya, Karla. Kau jangan sekali-kali mendekati ku. Pernikahan ini, hanya lah pernikahan balas budi. dan juga, letakkan cincin itu. Kau tak berhak."

Karla pun melepaskan cincin yang tadi ia pakai. Ia begitu sedih karena di perlakukan seperti itu. Ia mengira, ia akan bahagia masuk ke keluarga Adiwijaya. Tapi nyata nya, apa yang ia pikirkan, tak sesuai.

Setelah Karla melepas cincin itu, ia pun meletakkan nya di tempat semula. Cincin itu dan juga seluruh hal yang berhubungan dengan Keisya, langsung di bawa pergi entah kemana.

Karla tak ingin tahu dan hanya duduk di atas tempat tidur. Ia tak ingin melakukan apapun. Takut nya nanti akan salah lagi di mata Tama.

"Kau! Apa kau mau duduk saja di sana? Aku baru pulang dan lelah. Kau malah duduk Santi tanpa menanyakan apa yang aku mau."

"Maaf, Tama. Aku sama sekali tidak bermaksud seperti itu."

"Aku mau makan."

"Baik. Akan aku suruh bibi untuk membuat kan nya untuk mu."

"Bibi? Kau istri ku. Bukan bibi yang ada di rumah ini. Tugas mu melayani segala kebutuhan ku."

"Tapi, aku."

"Kenapa, Karla? Kau tak mau?"

"Baik. Aku akan melakukan apa yang kamu inginkan."

perlahan karena turun dari tempat tidur dan menuju ke dapur. sampai di dapur ia tak menemukan siapapun di sana.

ya begitu bingung dan tak tahu bagaimana harus memasak makanan untuk Tama. dulu Iya bahkan tak pernah memasak untuk keluarga angkatnya.

dan ketika ia kembali dibawa oleh orang tua kandungnya ia bahkan tidak melakukan hal-hal seperti itu.

"Nona, Apa yang anda lakukan di sini?" Tanya salah satu asisten rumah tangga yang ada di dapur.

"Hmm,, ini. Pak Tama minta di buatkan makan."

"Pak Tama?"

"Iya, Bi. kenapa?"

"Nona Karla, biasa nya kami tak pernah membuatkan makanan ataupun minuman untuk pak Tama. Karena biasanya, Pak Tama hanya makan makanan yang dibuatkan oleh Nona Keisya."

"Keisya? Apa maksud mu Keisya? Dia itu sudah ma-ti. Dan aku yang menjadi istri nya Tama sekarang. Apa kau mengerti? Sekarang, buatkan makanan untuk Tama."

"Baik, nona Karla."

Wanita paruh baya itu pun memasak makanan yang biasa di buatkan oleh Keisya. Walaupun ia tahu, mungkin rasa nya tak kan sama.

Karla hanya menunggu di sana tanpa berniat membantu. Ia malas sekali memegang peralatan dapur.

Setelah selesai, ia pun langsung membawa makanan itu ke kamar suami nya. Tama sudah mandi dan berganti pakaian. Ia sedang melihat-lihat ponsel nya saat itu.

"Tama, ini makanan yang kamu minta. Aku sudah selesai membuat nya."

"Bawa ke sini."

"Baik."

Karla pun membawa makanan itu ke hadapan suami nya. Saat Tama melihat makanan itu, ia sangat terkejut.

"Apa makanan ini, kamu yang membuat nya?"

"Eh, iya. Memang nya kenapa? Apa kamu tak suka?"

"Apa kau tidak berbohong, Karla?"

"Aku tidak berbohong. Aku yang membuat nya."

"Baiklah. Ke sini kau."

"Baik."

Karla pun mendekat. Ia begitu terkejut saat Tama menarik tubuh nya untuk duduk di atas pangkuan laki-laki itu.

Jantung Karla berdegup begitu kencang. Ia begitu bahagia karena Tama sudah mau menerima diri nya.

Perlahan, wajah Tama mulai mendekat ke arah diri nya. Entah apa yang dilakukan oleh laki-laki itu sehingga ia seperti akan menci-um Karla.

Karla pun menutup kedua mata nya dan berharap mereka bisa berciu-man dengan mesra. Namun, saat Karla sudah menahan nafas nya. Tubuh nya malah di tolak dan jatuh ke lantai.

Brak..

Bruk

"Aduh, kenapa kamu dorong aku, Tama?"

"Dasar penipu. Bukan kamu yang membuat makanan ini. Apa kamu masih mau berbohong?"

"Aku tidak bohong kok. Memang aku."

"Baiklah. Karena kamu tidak mau mengaku. Coba sebutkan apa saja bahan-bahan yang di masukkan ke dalam masakan ini?"

"Itu, aku sudah lupa."

"Apa kamu masih mau berbohong? Tubuh mu saja tidak bau keringat atau bekas masak. Aku bukan laki-laki bo-doh."

"Aku. Aku..."

Brak..

Makanan itu pun di lemparkan ke arah Karla dan jatuh berhamburan. Tama begitu marah karena lagi-lagi Karla berbohong.

"Tama, kau menya-kiti ku."

"Cepat bersihkan! Aku tak sanggup melihat kamar ku yang kotor ini."

Tama pergi meninggalkan Karla yang sedang kesa-kitan. Rasa panas membuat kulit kaki nya melepuh. Dan ia, hanya bisa menangis saat itu.