GUBRAAKK !! Suara itu menyerupai nangka berukuran 'babon' jatuh dari pohon yang tinggi. Xavier (Zac) segera berlari meloncati semak-semak untuk segera mengambil nangka yang jatuh. Sesampainya di bawah pohon nangka, Xavier tidak melihat satu pun nangka yang jatuh. Tiba-tiba...
"Siapapun di sana tolong aku, pangeran berkuda putih, pangeran kodok pun tidak apa-apa, tolong akuu ... "
Di sanalah awal pertemuan dan persahabatan mereka.
***
Xavier Barrack Dwipangga, siswa SMA yang memiliki wajah rusak karena luka bakar.
Aluna Senja Prawiranegara, siswi kelas 1 SMP bertubuh gemoy, namun memiliki wajah rupawan.
Dua orang yang selalu jadi bahan bullyan di sekolah.
Akankah persahabatan mereka abadi saat salahsatu dari mereka menjadi orang terkenal di dunia...
Yuks ikuti kisah Zac dan Senja 🩷🩷
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9 : Anak Pungut!
...Pengakuan Sebastian...
Kemarahan shaka bukan sesuatu yang bisa Zac abaikan. Dengan sopan Zac pamit dan keluar dari ruangan, ia menggulirkan roda kursi rodanya ke arah pintu. Senja berlari mengekori Zac dengan wajah yang masih sembab karena airmata. Tanpa diminta, gadis itu mendorong kursi roda Zac masih dengan sisa tangisan.
"Aku antar kakak ke kamar, hikkss... " ucapnya lirih
"Aku tidak ingin ke kamar, aku butuh udara segar. Kita ke taman saja," pinta Zac, tatapannya dingin menatap jalan di depan.
Di dalam kamar, Sebastian tidak henti-hentinya menasehati Shaka yang keras kepala dan sangat sombong.
"Aku tidak ingin manusia miskin itu ada di sekitar kita, itu saja! Kenapa papa dan kak Sam tidak punya rasa curiga padanya. Orang miskin itu hanya parasit bagi keluarga kaya seperti kita."
Plak! Plak!
Dua tamparan dari tangan Sebastian mengenai pipi mulus putranya. Tangannya gemetar dengan tatapan marah. Ia tidak pernah mendidik anaknya bersifat sombong dan angkuh seperti itu. Begitu juga monica. Istrinya, meski sangat sibuk dengan kegiatan badan amal dan arisan sosialita, Monica sangat berhati-hati dalam mendidik ketiga putra putrinya.
"Papa menamparku karena anak jelek dan miskin itu?!"
"Shaka, bukan karena dia. Tapi karena papa kecewa padamu. Apa pernah papa dan mama mendidik mu seperti itu?" tanyanya, kekecewaan begitu kental terdengar.
"Walaupun nenek buyut papa orang kaya, tapi kakek dan papa pernah hidup dibawah garis kemiskinan. Kakekmu dan papa pernah jadi tukang sol sepatu untuk bertahan hidup di negara asal kami. Kami tahu rasanya jadi orang susah, Shaka. Jangan pernah hina orang lain karena rupa, pekerjaan dan harta mereka. Kamu sudah keterlaluan!" hardik Sebastian.
"Papa tega memukulku, aku juga kecewa pada kalian! Papa tidak adil, papa pilih kasih!" teriak Shaka lalu pergi keluar ruangan sambil membanting pintu dengan keras.
Bruaak!
Suara dentuman itu tidak hanya menggetarkan daun pintu, namun juga dinding dada Sam dan Sebastian. Sam sampai harus meremas dada kirinya yang belum begitu pulih. Sebastian menghembuskan napas dengan kasar, ia mengusap wajahnya dengan perasaan frustasi.
Setelah sekian detik merenung, Sebastian merogoh saku celananya untuk mengambil ponsel canggihnya. Ia menyalakan GPS pada perangkat lunak yang ia tanam pada jam tangan Shaka. Lalu meminta orang suruhannya untuk mengikuti kemana Shaka pergi.
"Ikuti kemana putraku pergi, dia sangat impulsif hari ini. Seret dia dan bawa pulang jika pergi ke rumah bordir itu lagi," titahnya pada orang suruhannya.
...Kelakuan Kaka Cowo Yang Random...
Di taman rumah sakit...
"Nja, nangisnya udah dong." Zac memberanikan diri menyentuh bahu Senja.
"Aku lagi sedih kak, jangan digangguin," tolak Senja menepis tangan Zac.
"Tapi aku kesepian, bukankah seharusnya aku yang sedih. Seharusnya kamu menghiburku, Nja."
"Tapi aku juga mau sedih, emang nggak boleh?!" tanya Senja, sifat kekanak-kanakan nya tidak bisa lenyap begitu saja meski tubuhnya sudah seperti orang dewasa.
Peralihan sifat anak-anak ke fase Remaja.
Zac menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Ya udah kamu sedih dulu deh, nanti gantian ya aku yang sedih. Dan kamu nenangin aku," pinta Zac.
"Dikit lagi sedihnya... Hikkss" ucapnya dengan suara lirih.
"Baiklah," sahut Zac
Sekian puluh detik berlalu...
"Udah sekarang giliran kaka bersedih," ucapnya sambil mengusap airmata terakhirnya.
"Udah hilang, aku nggak sedih lagi. Sudah diambil kamu semua," jawab Zac tanpa menoleh ke arah Senja, karena sejak tadi ia sudah puas memandangi wajah sendu Senja dari samping.
"Kok bisa begitu, kalau kaka mau sedih, ya sedih aja!" sahutnya memprotes.
"Ya gimana mau sedih, abis tangisan kamu aja udah membuat aku terhibur,"
Gadis gemoy itu menekuk wajahnya, pipinya menggelembung lagi. Jari jemarinya ia pilin di atas pangkuan.
"Aku... " lirih Senja
"Aku nggak suka cara kak Shaka menghina orang lain. Aku sedih kenapa kak Shaka sangat berbeda dari kak Sam. Seharusnya hanya aku yang berbeda di keluarga itu, karena aku anak pungut."
"Kamu anak pungut? Mana mungkin, warna kulit kalian sama, iris mata kalian sama dan kalian terlalu mirip," sanggah Zac.
"Kata kedua kakakku... Mereka menemukanku di tong sampah, sudah dikerubungi belatung."
"Hahahah... " Zac terbahak hingga ia memegangi perutnya.
"Kenapa kak Zac tertawa, apanya yang lucu! Ini cerita sedih lho kak! Aku tuh anak pungut, mereka bilang aku anak pungut!"
"Senja... " panggil Zac disisa tawanya. "Setiap kakak cowo akan mengatakan itu pada adiknya terutama adik perempuannya. Semua kakak begitu, tidak terkecuali!" Zac menatap mata Senja dengan serius. "Itulah kelakuan random kakak laki-laki," ucapnya berusaha meyakinkan Senja.
"Semua? Termasuk kamu?"
"Iya termasuk aku, aku punya dua orang adik perempuan, mereka kembar, Wilona dan Viloni. Mereka pun aku bilang anak pungut yang diambil dari panti asuhan, terkadang aku merekayasa cerita agar mereka nangis dan takut diambil ibu panti."
"Demi apa, Kamu tahu?" tanya Zac. Senja menggelengkan kepalanya dengan lembut.
"Agar mereka bersikap baik padaku, penurut dan bisa aku suruh-suruh," ungkap Zac
"Iihh kamu kaka yang jahat!" teriak Senja memukul lengan Zac
"Aww... Shhh... " Zac pura-pura meringis kesakitan.
"Maaf... " ucapnya takut.
"Di elus dong, biar hilang sakitnya," jawab Zac dengan kedipan mata genit.
Jari montok Senja mengusap lembut lengan Zac ke atas dan ke bawah. Ada desir yang asing di dada Zac, ia menatap bibir Senja yang mengerucut sambil meniup ke arah lengannya. Detak jantung Zac kembali abnormal, memompa lebih kencang dari biasanya.
"Jangan-jangan aku punya kelainan jantung seperti Sam" bisik Zac dalam hatinya sambil memegang dadanya.
"Ka Zac... Hellow!" Senja melambaikan tangannya di depan wajah Zac.
"Eehh iya... " jawab Zac gugup karena ketahuan melamun.
"Kenapa bibir kakak monyong seperti tadi?"
"Gawat!!" pekik Zac dalam hatinya. Ia ketahuan melamun mesum melihat bibir Senja yang mengerucut.
"Eehh... I... Itu, aku lupa belum sikat gigi," jawabnya gugup.
"Ka Zac... Mau nggak wajah kakak aku dandani? Aku lagi hobi bikin make up karakter, mama baru aja beliin aku peralatan make up karakter. Mau ya Kak... " bujuk Senja.
"Aku kan laki-laki, masa lelaki dimake-up. Nggak mau ahh!"
"Issh! Bukan make up cantik seperti itu, ini beda ka ... Mau ya?!"
"Sekarang? Di sini?" tanya Zac
"No, no! Besok, karena aku harus buat racikan lilinnya yang bagus dan aman untuk kulit. Di rumah kakak gimana?"
"Rumahku? Pondok —" Zac nyaris keceplosan menyebutkan alamat rumahnya di Pondok Indah, kawasan perumahan elite di Jakarta Selatan. "Maksudku di rumah om Jo, oke, aku mau setelah pulang sekolah."
"Oke, sampai ketemu besok ya Kak... " pamit Senja, karena bodyguard Sebastian sudah menyusulnya ke taman untuk membawanya pulang.
"Oke, Nja," jawabnya. "Hati-hati di jalan... " ucapnya lirih menatap punggung Senja yang kian menjauh.
...Pengaruh Gavin...
Setelah melampiaskan kemarahannya di ring tinju, Shaka bersama Gavin pergi ke sebuah diskotik yang berada di wilayah Jakarta Pusat. Diskotik khusus yang ia datangi, di sana hanya ada member eksklusif dan VVIP. Menggunakan kartu member milik keluarganya, ia dilayani bak raja. Diberi tempat paling mewah di tempat itu.
"Wow! Gila... Aku baru tahu ada tempat semewah dan se-privasi ini, Shaka!" kagum Gavin.
"Kuncinya hanya satu jika kamu ingin menikmati fasilitas ini, Vin."
"Apa?!"
"Kau harus jadi orang kaya seperti kami. Yeah... Minimal kau harus mau menjadi 'jongos' untuk kami," ucapnya penuh kesombongan.
Jongos? Ada perih di dada Gavin. Kemewahan dan kekayaan yang dimiliki anak-anak sebastian seharusnya menjadi miliknya juga. Karena ia juga seorang pewaris keluarga Prawiranegara, Inara Prawiranegara. Putri yang terbuang dari keluarga Prawiranegara karena menikahi seorang gembong mafia.
Ia tidak boleh menjadi jongos keluarga itu, tapi ia harus merebut kembali kekayaan yang harus dimiliki mamanya. Apa yang Sebastian miliki harus menjadi milik mamanya juga.
Gavin menatap penuh kebencian pada Shaka yang masih terus menenggak minumannya. Pemuda itu terlihat seperti anak baik di rumah, namun sangat kacau jika di luar rumah. Di usianya yang masih belia, Shaka sudah mengenal sex bebas, dunia malam dan obat-obatan yang dilarang.
Gavin mengeluarkan bungkusan kecil yang dibungkus dengan alumunium foil dari balik casing handphonenya. Lalu ia sodorkan pada Shaka.
"Mister Fu bilang ini barang baru dari Meksiko, tidak bisa dilacak peredarannya. Karena rasanya seperti gula halus yang sangat manis. Efeknya sangat dahsyat, kamu akan kuat menggenjot LC itu sampai pagi. Kamu bisa bayangkan jika gula ini kamu berikan pada LC itu, kamu akan puas menerima pelayanannya. Cobalah... Kali ini gratis," bisik Gavin sambil menunjuk seorang LC cantik dengan dagunya.
Mata Shaka berbinar terang, ia butuh sex dan minuman untuk melampiaskan kekesalan pada papanya.
Sementara Gavin, ia tersenyum puas saat melihat Shaka mulai bereaksi dengan pengaruh serbuk laknat darinya. Ia tertawa puas saat Shaka berjalan sempoyongan bersama seorang LC naik ke kamar khusus tamu VVIP.
"Selamat terjun bebas ke neraka, Shaka! Serbuk manis itu akan terus menggerogoti jiwamu," ucap Gavin dengan tawa puas.
,, perbedaan usia itu jauh lebh bagus dn lebh matang dan dewasa 😌
tapi berdua 😚
kekny harusny Zac ya 🤔
,, selamat k Dee,, semoga kontrakny lulus 🤗