Tristan Bagaskara kisah cintanya tidak terukir di masa kini, melainkan terperangkap beku di masa lalu, tepatnya pada sosok cinta pertamanya yang gagal dia dapatkan.
Bagi Tristan, cinta bukanlah janji-janji baru, melainkan sebuah arsip sempurna yang hanya dimiliki oleh satu nama. Kegagalannya mendapatkan gadis itu 13 tahun silam tidak memicu dirinya untuk 'pindah ke lain hati. Tristan justru memilih untuk tidak memiliki hati lain sama sekali.
Hingga sosok bernama Dinda Kanya Putri datang ke kehidupannya.
Dia membawa hawa baru, keceriaan yang berbeda dan senyum yang menawan.
Mungkinkah pondasi cinta yang di kukung lama terburai karena kehadirannya?
Apakah Dinda mampu menggoyahkan hati Tristan?
#fiksiremaja #fiksiwanita
Halo Guys.
Ini karya pertama saya di Noveltoon.
Salam kenal semuanya, mohon dukungannya dengan memberi komentar dan ulasannya ya. Ini kisah cinta yang manis. Terimakasih ❤️❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melisa satya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sikap Manis Pak Bos Galak
Tristan dan Dinda mulai akrab.
Seiring kebersamaan mereka, Dinda jadi tahu banyak hal. Tristan asyik pada waktu tertentu dan tegas jika menyangkut pekerjaan. Dinda terus berusaha mengimbanginya.
Kemanapun mereka pergi, Dinda selalu stay di samping bosnya.
"Kau tahu perwakilan dari grup Kyrai akan mengutus seorang perempuan, dia bernama Isabela. Orangnya perfecsionis dan tak suka dengan gangguan sekecil apapun. Kamu harus menjaga setiap sikapmu jangan sampai menyinggung perasaannya."
"Oh, ada yang seperti itu, Pak?"
"Ada, makanya penting bagimu mencari tahu siapa klien kita sebelum bertemu."
"Oke."
Gedung yang mereka datangi adalah sebuah hotel bintang lima. Dinda melihat sekitarnya dan terlihat canggung berjalan di samping Tristan.
"Lewat sini," ucap pemuda itu menarik tangan Dinda hingga gadis itu terus menatap pergelangannya.
Mereka memasuki lift dan tiba di lantai atas. Dinda terus melihat tangannya yang digenggam oleh sang Bos. Tristan tak berniat melepaskannya sampai mereka tiba di ruang meeting yang sudah disiapkan.
"Tristan, hay." Isabela berdiri dan terpaku melihat Tristan menggandeng seorang wanita cantik.
"Hay, Isabel. Kenalkan dia sekertarisku."
"Dinda." Isabel menatapnya lama sebelum menjabat tangannya.
"Mari silahkan duduk."
Tristan dan Dinda menuju ke sebuah meja, sebelum duduk Tristan menarik kursi untuk sang asisten. Hal itu membuat Isabel dan rekannya termangu.
"Ada apa dengan kepalamu?"
"Oh ini, aku jatuh saat tiba di rumah."
"Jatuh? Tristan, kamu bukan anak kecil lagi."
"Aku serius, pulang dari mengantarkan Dinda, aku sedikit mabuk. Sampai rumah aku jatuh dan kepalaku membentur meja."
Isabel akan menyentuh lukanya namun Tristan spontan menarik diri. Hal itu membuat Isabel terus terpaku menatapnya.
"Jangan tersinggung, tapi perbannya baru saja dibuka, aku memakai plester agar tidak rumit saja."
"Kamu telah memaksakan diri untuk datang."
"Tidak Isabel, aku hanya tidak mau kamu salah paham dan mengira aku mencari alasan untuk membatalkan pertemuan ini."
Dinda sedikit risih mendengar bosnya banyak bicara, Tristan seolah menjelaskan pada pacarnya agar Isabel tidak salah paham.
"Mau makan apa? Sebelum membicarakan kerjasama alangkah baiknya kita makan siang dulu."
Tristan setuju. Dia mengambil menu dan meminta Dinda memilih. Gadis itu lagi-lagi terpakau melihat foto makanan yang terlihat menggiurkan.
"Apa kabarmu Tristan, apa sekarang kamu?" Isabel menatap Dinda.
"Ya, tolong jangan dibahas." Dinda seketika menatap mereka semua.
"Mau pesan apa?" Tristan menatap Dinda yang masih terpaku ditempatnya.
Dinda bingung.
Isabel selesai dengan pesanannya dan Tristan mengambil menu.
"Kami pesan Lobster Thermidor dan minumnya ...." Tristan menoleh untuk bertanya.
"Apa kamu ada alergi?"
Dinda menggelengkan kepala.
"Minumnya TWG tea dua." Tristan menyelesaikan pesanan dan menunggu. Tak lama makanan datang dan Dinda terpaku melihat lobster yang di pesan.
"Gede banget Pak Bos," ucapnya berbisik.
"Iya, biar kamu ada tenaga."
Dinda tersenyum malu. Isabela hanya memesan salad karena sedang diet. Namun Tristan menyadari jika Dinda bukan type orang yang menjaga berat badan, buktinya gadis itu rela duduk menghabiskan banyak desert karena takut mubasir.
"Gimana cara makannya?" Dinda takut menyinggung Isabel.
"Duduk dan nikmati saja, biar saya yang melayani kamu."
"Serius?" Dinda sampai terperangah namun Tristan memintanya tenang.
Dinda melihat bagaimana Bosnya itu begitu perhatian, dia mengumpulkan daging lobster dan meletakkannya di piring.
"Nona Isabela, apa anda juga mau?"
"Tidak, terimakasih."
Tristan membuka dua lobster untuk Dinda dan membuka lagi satu untuk dirinya.
"Ayo makan."
"Terimakasih."
Gadis itu mencicipinya lalu terdiam takjub. Ini sangat enak dan dia tak dapat menggambarkan perasaannya.
"Tuan Tristan, anda sangat peduli dengan asisten anda."
Tristan tersenyum.
"Ya, dia lucu saat sedang makan."
Mendengar itu Dinda pun bersikap lebih kalem. Dia tersenyum pada semua orang dan menikmati makanannya dengan anggun
"Kamu suka?" tanya Tristan.
"Suka."
"Ini adalah makanan kesukaan saya."
Dinda pun merasa tersanjung.
"Tehnya juga jenis yang sangat saya sukai." Dinda pun segera mencicipi. Gadis itu tersenyum dan menatap bosnya.
"Enak."
Mereka makan dengan lahap, Isabel tak hentinya memperhatikan Tristan yang fokus dengan makanannya.
"Ulang tahunmu sebentar lagi, kalau tidak salah."
"Aku tidak merayakannya, terimakasih kamu sudah mengingatnya."
"Tristan."
"Isabel, aku datang untuk urusan pekerjaan."
Makan siang pun selesai, Meja di bersihkan dan kedua kubu itu lantas fokus membahas pekerjaan.
Dinda mencatat poinnya dan Tristan menyelesaikan tugasnya.
"Aku setuju di angka yang telah di sepakati sebelumnya, tidak ada perubahan, kerja sama ini telah berlangsung lama dan saya yakin kedua belah pihak masih amanah dengan kualitas masing-masing."
"Benar sekali, senang bekerja sama dengan anda, Pak Tristan."
"Sama-sama."
Isabel bangkit dan Tristan menjabat tangannya. Wanita itu juga memeluk Tristan dan berbisik.
"Aku menantikan undangan pesta jika kamu memutuskan untuk merayakan ultahmu."
"Jangan bercanda, kita bukan anak remaja lagi."
Pertemuan itu selesai. Dinda menatap bosnya dan Isabel telah pergi.
"Wah, apa hanya aku yang merasa jika Nona Isabel tertarik dengan anda, Pak?"
"Ya, sangat tertarik. Dia adalah mantan kekasih entah ke berapa."
Dinda tercekat.
"Itu sebabnya anda melepaskan daging lobster untuk saya."
Tristan tersenyum.
"Aku senang karena kau cukup peka. Kerja bagus, Dinda."
Gadis itu cemberut.
"Lain kali anda harus memberitahu saya tentang apa yang akan terjadi, jangan sampai saya terpukau dengan pesona bapak ini."
Tristan menatapnya geli.
"Wah, sebaiknya jangan mencoba untuk merayu atasanmu. Aku suka memecat orang jika candaan mereka sudah keterlaluan."
Dinda tertawa dan melangkah pergi.
"Jadi, kapan Pak Bos ulang tahun? Apa saya wajib memberi hadiah?"
Seperti biasa, Tristan menjawabnya cuek.
"Hadiah itu tidak diminta, tapi jika kau ingin kasih, aku akan menerimanya."
"Wow! Anda begitu percaya diri."
Tristan tersenyum.
Mereka menuju ke lift dan turun ke lantai bawah.
"Pak, menurut saya Nona Isabel itu cantik."
"Saya juga berpikir begitu."
"Lalu, mengapa tidak mencoba menerimanya?"
"Saya sudah bersamanya di usia muda dan tidak cocok."
"Mau saya bantu cariin perempuan yang baik dan sesuai kriteria?"
"Lupakan saja, Dinda. Lebih baik kamu memikirkan bagaimana meminta izin pada nenekmu untuk ikut ke Paris."
Dinda menghela nafas panjang.
Mereka kembali ke kantor dan berjalan bersisian. Dinda diam mengamati sikap bosnya, beberapa wanita seolah berusaha mendekatinya.
"Pak Bos, apa anda sadar jika beberapa wanita menganggap anda keren."
"Hey, aku sudah keren sejak lahir. Hati-hati saja jangan sampai kamu pun jatuh cinta sama saya."
"Haha!" Dinda akhirnya tertawa.
Tristan meliriknya sekilas.
"Kenapa?"
"Tidak ada, Pak. Hanya saja saya ngga mungkin naksir sama bapak, kriteria saya itu beda."
"Beda gimana? Kamu ngga suka cowok gemulai kan?"
"Enak aja! Cowok yang saya suka itu, cowok cool. Gaul, keren, ganteng dan banyak duit."
"Itu terdengar seperti saya." Tristan tertawa.
Dinda menyipitkan mata dan terlihat tidak terima.
"Ngga boleh bapak, titik!"
"Kenapa?"
"Orang yang tak pernah selesai dengan masa lalunya tidak akan dapat membahagiakan perempuan manapun termasuk dirinya sendiri."
Deg!
lnjut thor
kalau bos mu tak bisa melindungi ya sudah kamu pasang pagar sendiri aja ya
kejar dia, atau justru anda yg akan d tinggalkan lagi
bikin ketawa sendiri, makin rajin upnya ya thor,