Kata siapa skripsi membuat mahasiswa stres? Bagi Aluna justru skripsi membawa banyak pelajaran berharga dalam hidup sebelum menjalani kehidupan yang sesungguhnya. Mengambil tema tentang trend childfree membuat Aluna sadar pentingnya financial sebelum menjalankan sebuah pernikahan, dan pada akhirnya hasil penelitian skripsi Aluna mempengaruhi pola pikirnya dalam menentukan siapa calon suaminya nanti. Ikuti kisah Aluna dalam mengerjakan tugas akhir kuliahnya. Semoga suka 🤩🤩🤩.
Happy Reading
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
RUMAH
Masakan mama memang paling enak sedunia. Keluarga Sabda berkumpul di ruang tengah, makan malam lesehan dengan menu tumis cumi hitam, tumis kangkung, tahu tempe dan juga kerupuk, sudah sangat nikmat. Aluna dan Bintang hafal betul ini adalah menu kesukaan sang papa. Pernah dulu Aluna tanya kenapa papa suka tumis cumi hitam dan tumis kangkung, kata mama ini adalah menu masakan pertama yang dimasak mama untuk papa. So sweet banget ya, printilan receh begini terus diingat oleh papa Sabda. Bahkan Aluna sampai berpikir bisa gak ya dirinya menemukan pasangan seperti sang papa. Sudah menikah 20 tahunan, masih saja romantis, dan kalau lagi berdiskusi begitu papa selalu menatap mama dengan tatapan memuja, meski mama cerewetnya naudzubillah.
“Sudah siap mendengarkan nih,” ucap mama mulai mengajak diskusi tentang sang putri apalagi perut kenyang, plus ada dessert pudding taro, kesukaan si sulung, makin sip untuk mendengar cerita Aluna. Baru kali ini si sulung pulang dalam keadaan mewek, biasanya prajurit Arimbi ini tangguh sekali dengan dinamika perkuliahan.
“Mama ingat kan cowok yang Mbak pos selesai jualan kemarin?” Aluna perlu mengingatkan siapa dalang kenapa dia bisa mewek. Semua mengangguk. Aluna kemudian menceritakan siapa dia, latar belakang keluarga serta peristiwa yang membuat Aluna insecure. Dia sampai meneteskan air mata lagi. Pernah bertemu dengan orang tua Nyimas yang punya beberapa resto malah supel banget, sangat berbeda dengan orang tua Abi.
Sabda hanya diam saja, sembari mengelus kepala sang putri. Arimbi menghela nafas pendek, sembari menatap sang suami seolah memberi isyarat. Mungkin Sabda tak terima sang putri direndahkan seperti itu, sampai diminta menjauhi Abi segala. Mereka murni berteman kenapa merujuk Aluna bakal porotin Abi? Pemikiran yang aneh.
"Kalau mama si EGP ya, Mbak. Gak peduli orang mau ngomong apa. Mbak tahu kan kalau mama dulu juga diremehkan tetangga Uti, sudah sarjana kok jualan kue dan gak kerja kantoran. Udah biar aja, nanti juga kelihatan siapa yang kaya siapa yang norak," ngomongnya sih gak peduli tapi intonasi sebalnya terdengar jelas di telinga Sabda dan kedua anaknya.
"Kalau aku digituin pamer saldo lah, sama pamer utang."
"Nih anak ngomong apa sih," Arimbi menepuk paha si bungsu. "Mama gak pernah ya ajarin kalian pamer uang atau kekayaan. Mama sama papa saja gak pernah pamer saldo ke kalian."
"Ya udah gak usah dimasukin hati, namanya orang kaya suka-suka dialah," ujar Sabda.
"Tapi, Pa. Nyesek tahu dikatain gitu. Dibilang jualan receh, ya Allah Aku juga begadang kalau banyak orderan begitu. Jangan lihat produknya dong, lihat prosesnya juga. Usia muda sudah berani bisnis, hargai kek. Baru juga bertemu main injak harga diri, emang dirinya siapa. Anaknya saja belum jadi apa-apa, belum tentu anaknya juga sukses," omel Aluna sembari memeluk sang papa, nangis lagi.
"Heleh, baper amat sih lo, Mbak," ledek Bintang, memancing emosi sang kakak, hingga kaki panjang Aluna langsung menendang tuh lengan Bintang. "Sakit!" omel Bintang sembari menggeplak kaki Aluna.
"Udah dong, kalian ini masyAllah kok. Akur sebentar aja gak bisa kah, lagi serius diskusi juga!" Sabda menahan tawa mendengar nasehat Arimbi, kayaknya sang istri sedikit ngelindur, lupa kali kalau kelakuannya pada Sadewa juga sama persis seperti Aluna.
"Kayak mama anteng aja," ledek Sabda pada sang istri.
"Gak usah buka aib masa muda dulu napa!" balas Arimbi. Bintang hanya berdecak sebal pada kelakuan orang tuanya, masih saja saling ledek. Nostalgia zaman SMA kayaknya belum kelar meski usia 40 tahunan begini.
"Terus kamu gimana?" tanya papa pada si sulung, maksudnya mau menghindari Abi atau tetap berteman.
"Aku sebenarnya B aja sih, Pa. Aku mau berteman sama siapa aja oke, toh aku juga tahu batasan berteman. Gak pernah aku nyenggol privasi teman lain. Bahkan Abi tanya biar dapat pemasukan gimana, aku ajari, aku kasih ide. Betapa baiknya anak papa ini loh, masih saja dihina oleh orang tuanya. Ya kalau kayak gini ogah aku berteman sama Abi. Sudah dewasa Maknya ikut campur soal teman. Ya kalau aku pacaran sama Abi, mereka boleh ikut campur. Lah ini cuma teman doang, memberikan vibes positif masih aja dihina. Yang gak Mbak suka itu caranya merendahkan orang lain gitu loh, Pa. Dia gak konfirmasi dulu pada anaknya main langsung rendahin orang lain. Harusnya kalau dia orang tua bijak, tanya ke anaknya, ngapain jualan, emang dapat apa dari jualan. Harusnya kan gitu."
Sabda menoleh pada Arimbi. "Papa dengerin aku gak sih?" Sabda makin tertawa, saat Aluna protes, wajah Aluna memang Sabda versi perempuan tapi kelakuan dan cerewetnya menurun dari Arimbi.
"Nafas oyyyyy!" protes Bintang, mendengar ocehan sang kakak mungkin papa merasa gak bisa menampung kalimat yang keluar dari Aluna.
"Diem lo!"
"Jadi kesimpulannya gimana, mau berteman atau enggak?" tanya mama.
"Ogah!"
"Ya sudah. Kalau memang gak berteman ya sudah, menghindar saja. Apalagi kalian satu kelas, jangan sampai bertengkar juga. Bersikaplah dewasa. Tidak semua orang menyukai kita, jadi tetaplah menjadi baik. Berjalan sesuai koridor, gak perlu dengarkan omongan orang bila memberikan dampak negatif," begitulah Arimbi menasehati putri kecilnya. Memang selama ini Aluna belum pernah direndahkan, dari segi lingkungan rumah dan sekolah, dia dipandang anak orang mampu. Tak ada yang merendahkan Aluna, jadi moment ini adalah moment pertama yang dialami Aluna, sehingga dia shock.
Meski dianggap mampu, Arimbi dan Sabda tak mau membiarkan anaknya merasa enak semasa muda. Sekolah yang bagus, bukan berarti dirinya dimanjakan dengan segala fasilitas. Oleh sebab itu Arimbi dan Sabda mengajarkan pada Aluna dan Bintang untuk menggali jalan produktif mereka sesuai minat masing-masing.
Saat kecil dulu Aluna juga dikenalkan dengan dunia olahrga, les renang, karate, dan wushu, hanya saja Arimbi melihat Aluna kurang sreg dengan dunia itu. Setiap berangkat les ada saja dramanya. Alhasil, Arimbi tak memaksa. Aluna sangat aktif dan semangat saat diajak Arimbi masak, mungkin saja bakat Arimbi menurun pada Aluna. Nah, saat ada materi crafting di sekolah, Aluna kok tertarik, iseng lah Arimbi mengajak dia bermain manik-manik, dan sounding kepadanya kalau crafting begini bisa dijual.
Dulu waktu TK saja jiwa bisnisnya sudah muncul, maka Arimbi mengaktifkan jiwa bisnis Aluna sejak SMP itu. Dia sudah boleh pegang gadget, diajari Arimbi dan Sabda posting hasil kreasinya di sosial media, lama-lama kok ada yang berminat, akhirnya Arimbi dan Aluna pun jualan aksesoris ini. Tak langsung banyak juga, setiap orderan sehari satu dijabanin sama Arimbi dan Aluna, bahkan modalnya saja tak sepadan dengan hasil, namun Arimbi sudah menanamkan pada Aluna, dimulai dari hal kecil dulu, sukses itu berproses.
dipertemukan disaat yg tepat...
balas, "calon suami kamu"...😂
kebanyakan yg diliat orang itu, pas enaknya aja...
mereka ngga tau aja pas lagi nyari2 Customer itu kaya apa.
kadang nawarin saudara atau teman, tapi mintanya harga "saudara" 🤭🤦🏻♀️
bener2 labil 🤦🏻♀️😂🤣🤣...