Xaviera wanita berusia 25 tahun, seorang anak dan cucu dari keluarga konglomerat. Namun kehidupan sehari-harinya yang berkilau bagaikan berlian berbanding terbalik dengan kisah asmaranya.
Perjodohan silih berganti datang, Setiap pria tidak ada yang benar-benar tulus mencintainya. Menjadi selingkuhan bahkan istri kedua bukanlah keinginannya, melainkan suatu kesialan yang harus di hadapi. Sebuah sumpah dari mantan kekasihnya di masa lalu, membuatnya terjerat dalam siksaan.
Suatu hari, pertemuan dengan mantan kekasihnya, Rumie membuatnya mati-matian mengejarnya kembali demi ucapan permintaan maaf dan berharap kesialan itu hilang dalam hidupnya.
Akankah Xaviera bisa mendapatkan maaf yang tulus dari Rumie?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noveria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 9
Sebuah pesan balasan dari Jones akhirnya didapatkan, setelah satu harian menunggu. Jones menerima tawaran pertemuan itu, dan keduanya akan bertemu nanti malam.
Keinginan Xaviera yang ingin bertemu dengan Jones, seorang pria yang memiliki reputasi tinggi di kalangan konglomerat. Karena, memiliki perusahaan dengan saham terbesar di Eropa. Saat ini menjadi tujuan akhirnya keluar dari masalah perjodohan.
Xaviera semakin bersemangat untuk pulih, dan menemui Jones.
Disisi lain, saat ini Rumie baru saja tiba di Berlin. Sebuah Hotel bintang 6 menjadi tempat tinggalnya untuk satu bulan kedepan.
Seorang relasi, menyambut kedatangannya di Hotel. Memberikan pelukan hangat.
“Bagaimana Jerman, menarik bukan?” ujar rekan ayahnya yang bernama Jones.
Ya, dia adalah pria yang sama yang akan Xaviera temui nanti malam.
“Sangat menarik, terutama hadiah gratis untuk menginap di hotel megah ini milik, paman,” ucap Rumie.
“Astaga, jangan panggil aku paman. Aku terlihat tua nanti. Meskipun aku dan Andreas, ayahmu berteman. Usia kami sangat berbeda jauh. Mungkin, sebutan kakak, cocok untukku,” balas Jones, ketawa kecil.
“Kakak, terimakasih banyak untuk undangannya. Semoga kita dapat bekerjasama dengan baik satu bulan kedepan,” kata Rumie.
Keduanya pun berjabat tangan.
Setelah itu, keduanya berbincang di dalam restoran yang ada di hotel. Membicarakan tentang bisnis yang akan keduanya jalankan bersama.
“Aku tidak tahu, Andreas memiliki anak laki-laki lain selain Juno dan Aries?” tanya Jones, penasaran.
Rumie tersenyum segaris, “Itu karena aku tinggal di asrama saat sekolah,” jelas Rumie, “Itu yang ayahku katakan ..” Ekspresi Rumie berubah datar.
“Itu yang ayahku katakan, saat aku bertanya dan tidak menemukan foto di album keluarga besar. Padahal disana ada Ayah, Ibu dan ketiga kakakku.” batin Rumie.
“Aku pernah berkunjung ke Indonesia, tapi tidak pernah bertemu denganmu. Jadi aku penasaran, ketika Andreas mengatakan memiliki anak laki-laki lain, setelah … setelah Juno dan Aries tewas dalam tragedi kecelakaan,” ucap Jones.
Rumie hanya diam, karena dia sendiri tidak tahu tentang kebenaran dirinya sendiri. Ayahnya hanya mengatakan, jika dirinya berada dalam tragedi itu bersama ketiga kakaknya, namun hanya dia yang selamat. Lalu, Ayahnya juga mengatakan akibat kecelakaan, Rumie kehilangan sebagian ingatan masa lalunya.
“Aku turut berduka cita, atas kematian ketiga kakakmu. Dan beruntungnya mereka, masih memilikimu. Kau hebat dan cerdas di usia muda. Itu mengingatkanku pada masa mudaku juga,” kata Jones, mencairkan suasana, ketika melihat ekspresi berbeda dari Rumie.
“Kau juga alasanku ingin berada disini, semoga aku bisa belajar banyak darimu, kak.” Rumie kembali tersenyum.
Jones tersenyum mendengarkan pujian itu. Sesaat dia melihat ke arah jam tangannya. Tiga jam lagi, adalah pertemuannya dengan Xaviera. Wanita yang membuatnya jatuh cinta untuk kedua kalinya.
“Kau ada janji?” tanya Rumie.
Jones mengangguk, kemudian bangkit dari kursi.
“Sambil menunggu, aku ingin mengajakmu mengelilingi Kota Berlin sebentar. Kau ada waktu, kan?” tanya Jones, dengan ramah.
“Tentu, jika tidak mengganggu kesibukanmu,” jawab Rumie.
Rumie kemudian meminta asisten pribadinya, untuk membawa kopernya masuk kedalam kamar hotel.
Lalu, keduanya keluar dari hotel dan pergi, melaju dengan mobil. Mengelilingi Kota Berlin, di malam hari.
Saat mobil melaju melalui jalan-jalan Berlin, Rumie dan Jones menikmati pemandangan kota yang indah di malam hari.
Kota Berlin berubah menjadi kanvas warna-warni dengan lampu-lampu gedung yang megah dan jalan-jalan yang dipenuhi kehidupan.
Mereka melewati landmark terkenal seperti Gedung Reichstag dengan kubah kaca ikonik yang diterangi cahaya langit malam, menciptakan pemandangan yang spektakuler.
Jones menunjuk ke arah Galeri Sisi Timur, bagian terakhir Tembok Berlin yang dihiasi dengan mural-mural karya seniman dari seluruh dunia. “Lihat, itu adalah simbol kebebasan dan perdamaian,” katanya. Rumie mengangguk, mengagumi karya seni yang terpampang di dinding panjang tersebut.
Mereka kemudian melaju ke arah Gendarmenmarkt, salah satu alun-alun terindah di Berlin yang dibingkai oleh tiga mahakarya arsitektur, Konzerthaus dan Katedral Prancis dan Jerman. Alun-alun ini menjadi lebih magis di malam hari dengan lampu-lampu yang menerangi gedung-gedung tersebut.
Kemudian ponsel Jones berdering, sebuah panggilan dari Xaviera.
“Aku rasa sudah cukup berkeliling, aku ingin menemui seseorang,” ucap Jones.
“Siapa?”tanya Rumie.
“Hanya seorang wanita, wanita spesial,” jawab Jones, tersenyum. Ketika memikirkan Xaviera di dalam benaknya, membuat jantungnya berdebar dan senyumnya yang merekah tidak bisa untuk di tutupi.
Jones kemudian menyuruh sopir, untuk pergi menuju restoran yang sudah ia pesan untuk bertemu dengan Xaviera.
“Saat aku tiba di restoran, kau bisa kembali dengan sopirku ke hotel. Dia akan mengantarmu,” ucap Jones.
Rumie mengangguk, matanya masih menatap keluar jendela. Seakan ada yang ingin dia cari.
Tiba di restoran, Jones turun dari mobil. Begitupun mobil Xaviera yang bersamaan tiba di depan restoran.
Xaviera turun dari mobil, mencoba berdiri tegak dengan menahan rasa sakit di punggungnya yang masih terasa.
“Hai,” ucap Jones, dengan wajah malu-malu menatap Xaviera. Dia mendekat dan mengulurkan tangannya, membantu Xaviera keluar dari mobil.
Xaviera tersenyum, dan menerima uluran itu.
Sedangkan Rumie, melihat Jones dari kaca spion sedang bertemu dengan seorang wanita yang di katakan spesial.
Rumie, tersenyum. Ketika melihat ekspresi Jones dari kaca spion terlihat canggung ketika berhadapan dengan wanita.
Saat sopir akan melaju pergi, Rumie menyadari ponsel Jones tertinggal dalam mobil. Rumie pun hendak memberikan ponsel itu, dia pun keluar dari mobil.
Berjalan perlahan mendekat ke arah Jones.
“Ponselmu tertinggal,” ucap Rumie.
“O … okey terimakasih,” balas Jones, meraih ponselnya.
Xaviera berdiri di samping Jones, namun pandangannya terpaku pada sosok yang berdiri di depannya, pria yang telah menjadi obsesi dalam hidupnya.
Saat Rumie berbalik dan tersenyum, Xaviera merasa seperti terhenti di waktu, otaknya lumpuh untuk mengeluarkan kata-kata, dan jantungnya berdegup kencang seperti ingin berhenti. Dia hanya bisa menatap Rumie dengan mata terbelalak, seolah-olah tidak percaya bahwa pria yang telah dia cari selama ini ternyata berdiri tepat di depannya.
Namun, Rumie tidak mengenalinya, senyumnya lembut dan polos, tanpa sedikit pun kesadaran bahwa dia telah menjadi pusat perhatian Xaviera.
“Kalau begitu aku pergi dulu,” ucap Rumie menepuk pundak kiri Jones, kemudian berjalan pergi dan masuk kedalam mobil.
Jones, yang berdiri di samping Xaviera, tidak menyadari apa yang sedang terjadi, namun dia melihat Xaviera tampak terkejut dan membeku. “Xaviera, apa yang salah?” tanya Jones, namun Xaviera tidak menjawab, pandangannya masih terpaku pada Rumie.
Begitu mobil yang di tumpangi Rumie melaju pergi, Xaviera berlari mengejar tanpa ada kalimat yang bisa dia katakan.
Dengan sekuat tenaga, Xaviera mengeluarkan suaranya dan berteriak, “Rumie … Rumie!”
Xaviera terus berlari dengan tubuh setengah goyah karena high heels yang di pakainya.
Mobil itu terus melaju, hingga hilang dari pandangan Xaviera.
Xaviera berlutut dan menangis, ketika tidak kuasa lagi langkahnya mengejar Rumie.
Sedangkan Jones, masih terkejut dengan apa yang dilakukan Xaviera, hingga masih terpaku di tempat yang sama.