Niat hati hanya ingin mengerjai Julian, namun Alexa malah terjebak dalam permainannya sendiri. Kesal karena skripsinya tak kunjung di ACC, Alexa nekat menaruh obat pencahar ke dalam minuman pria itu. Siapa sangka obat pencahar itu malah memberikan reaksi berbeda tak seperti yang Alexa harapkan. Karena ulahnya sendiri, Alexa harus terjebak dalam satu malam panas bersama Julian. Lalu bagaimanakah reaksi Alexa selanjutnya ketika sebuah lamaran datang kepadanya sebagai bentuk tanggung jawab dari Julian.
“Menikahlah denganku kalau kamu merasa dirugikan. Aku akan bertanggung jawab atas perbuatanku.”
“Saya lebih baik rugi daripada harus menikah dengan Bapak.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fhatt Trah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
9. Senjata Makan Tuan
Senjata Makan Tuan
“Bantu aku, Alexa. Kalau kamu membantuku, aku juga akan membantumu. Mohon bekerja samalah dengan baik,” kata Julian yang sudah naik ke tempat tidur itu mengungkung tubuh Alexa.
Sejak tadi tubuhnya bereaksi aneh. Hasrat yang sudah lama terpendam bergejolak seketika. Mendadak ia menjadi sangat bergairah, tak kuasa tubuhnya melawan desakan rasa itu. Menahan diri hanya membuatnya tersiksa.
“Pak, apa yang mau Bapak lakukan?” pekik Alexa. Berada di bawah kungkungan Julian membuatnya panik bercampur takut. Ditambah lagi tidak ada siapapun yang bisa dimintainya pertolongan.
“Bukannya tadi kamu menawarkan bantuan untukku? Sekarang aku butuh bantuanmu.” Julian sungguh tak kuasa menahan desakan gairah yang membuatnya tersiksa. Ia butuh pelampiasan sekarang juga.
“Bapak jangan macam-macamin saya. Saya bisa menuntut Pak Julian kalau sampai Pak Julian me_ mmmph ...” Baru juga hendak melayangkan ancaman, mulut Alexa sudah lebih dulu dibungkam oleh ciuman Julian.
Alexa tak bisa melakukan perlawanan lebih karena Julian menahan kedua tangannya di atas kepala, mengunci pergerakannya tanpa celah tersisa.
Dahaga yang panjang membuat Julian begitu rakus mencumbu Alexa. Akal sehatnya bahkan tergerus oleh gairah yang menuntut. Tak peduli seberapa kencangnya Alexa memekik, tak peduli seberapa hebatnya upaya Alexa membebaskan diri. Matanya tertutup oleh hasrat yang membuncah.
“Pak, To-tolong jangan lakukan ini. Saya mohon kasihani saya.” Disela Julian melepas ciuman, Alexa memohon sambil terisak.
Namun Julian tak memedulikan hal itu. Tubuhnya semakin panas terbakar oleh api gairah. Yang ia sendiri tak tahu apa penyebabnya. Mendadak rasa itu datang sampai membuncah, membuatnya tersiksa menahan gejolak itu.
Tangis Alexa tak mampu mengembalikan akal sehat Julian. Gadis itu kini terlihat menarik di matanya. Tangannya dengan kasar menanggalkan jaket yang dipakai Alexa. Menyingkap dress sampai ke pangkal paha, menarik turun kain segitiga berenda dari paha Alexa. Lalu kembali membawa kedua tangan Alexa ke atas kepala, mengunci pergerakan gadis itu kedua kali.
Di luar hari sudah gelap. Seperti gelapnya masa depan Alexa. Gadis itu diselimuti ketakutan, juga bingung dengan reaksi yang ditunjukkan Julian. Hatinya pun bertanya-tanya, mungkinkan ia salah memberi obat?
Bukankah kata Robin, obat itu adalah obat pencahar dengan dosis tinggi. Lalu mengapa Julian bereaksi tidak seperti yang seharusnya? Seharusnya sekarang Julian sudah tersiksa oleh intensitas BAB yang sering sehingga membuat pria itu tersiksa. Bukan malah melecehkannya seperti ini.
“Maaf, Alexa. Aku tidak bisa mengendalikan diriku lagi.” Hanya kalimat itu yang terucap terakhir kali dari mulut Julian sebelum malam naas ini menimpa Alexa.
Pergerakan Alexa terkunci sepenuhnya. Mulutnya yang dibungkam dengan ciuman rakus Julian tak mampu lagi berteriak sekedar meminta pertolongan. Kekuatannya tak seberapa dibanding dengan kekuatan Julian yang mengobrak-abrik dirinya dalam sekejap.
“Akh!” Alexa memekik kencang saat sebuah benda asing menerobos masuk secara paksa ke dalam dirinya. Menimbulkan rasa perih dan nyeri pada bagian inti tubuhnya.
Seiring bersamaan dengan Julian yang menggeram pelan saat didera kenikmatan luar biasa. Namun disaat bersamaan pula ia harus meringis kalau kuku-kuku jemari Alexa menancap pada punggungnya. Gadis itu tengah menahan sakit pada area intimnya.
“Akh. Sa-sakit se_”
Pekikan kesakitan Alexa selanjutnya dibungkam kembali dengan ciuman Julian demi meredam perih yang dirasakan oleh gadis itu. Pergerakannya ia atur seirama, lembut, namun mampu membuat Alexa tidak kesakitan lagi.
Alexa tak tahu lagi entah dirinya harus berbuat apa. Nasib buruk telah menimpanya. Kehormatannya telah terenggut oleh orang yang seharusnya membimbing masa depannya.
Alexa kesal sampai ia membenci Julian karena skripsinya tak kunjung di-ACC. Kebencian itu pun bertambah saat Geraman panjang Julian memenuhi indera pendengarannya.
Julian jatuh terkulai di sampingnya dengan napas terengah dan bulir-bulir keringat membasahi tubuh pria itu.
Berbeda dengan Alexa, wajah cantik gadis itu basah oleh air mata. Air mata kepedihan dan penyesalan akan musibah yang menimpanya.
Tadinya Alexa datang dengan niat yang tidak baik. Bermaksud menjadikan obat pencahar sebagai senjata untuk melumpuhkan Julian. Namun rupanya senjata itu malah mengenai dirinya sendiri. Ibarat kata, senjata makan tuan.
***
“Maaf, Al.” Suara Isak tangis Alexa mengusik Julian, mengembalikan kesadarannya yang beberapa saat lalu hilang tergerus hasrat yang membuncah.
Alexa duduk meringkuk, memeluk selimut yang menutupi tubuh polosnya. Bayang-bayang masa depan cerah yang sudah di depan mata itu berubah mendung seketika. Impian yang sudah ia bangun jauh-jauh hari runtuh dalam sekejap.
“Pak Julian jahat. Bapak sudah menghancurkan masa depan saya. Bapak jahat. Jahat. Jahat. Saya benci Pak Julian,” pekik Alexa sambil terisak.
Julian mengusap kasar wajahnya. Kesadarannya baru kembali sepenuhnya setelah hasratnya terpuaskan. Kini ia merutuki dirinya sendiri yang tak bisa mengendalikan diri dan lebih mengikuti hawa nafsu. Akibatnya ia telah menghancurkan hidup dan masa depan gadis yang tidak berdosa.
Julian bergegas turun dari tempat tidur. Memunguti kembali pakaiannya, dan cepat-cepat memakainya kembali. Tak lupa pula pakaian Alexa dipungutnya, diberikannya dengan hati-hati pada Alexa. Menaruhnya di depan gadis itu yang kini benci melihatnya.
“Alexa ...” panggil Julian seraya duduk pada tepian tempat tidur. Perasaan bersalah serta berdosa memenuhi relung hatinya. Sedikitpun tak pernah terbersit dalam benaknya menodai Alexa. Walaupun kenyataannya ia memiliki ketertarikan pada Alexa, namun ia berusaha mengagumi gadis itu dalam batas sewajarnya. Tidak pernah ada niat untuk membuat gadis itu tidak nyaman apalagi menyeretnya dalam masalah besar seperti ini.
Alexa beringsut, memberi lebih banyak jarak agar tangan Julian tak bisa menggapainya.
“Saya benci melihat Pak Julian. Masa depan saya sudah hancur gara-gara Bapak. Sekarang saya tidak peduli lagi skripsi saya di-ACC atau tidak. Terserah Bapak mau menyulitkan saya atau tidak. Saya tidak peduli. Yang saya tahu saya benci Pak Julian. Benci sekali,” tutur Alexa dalam kemarahan bercampur penyesalan.
Tak hanya penyesalan, perasaan bersalah juga mendera Julian. Meminta maaf berkali-kali tidak ada gunanya, sebab ia telah merenggut kesucian Alexa dengan paksa.
“Aku antar kamu pulang, Al.” Julian menawarkan bantuan saat Alexa sudah membuka pintu apartemen usai berpakaian kembali. Langkahnya tergesa-gesa ingin segera meninggalkan tempat itu.
“Tidak perlu. Saya tidak butuh bantuan Bapak,” tolak Alexa mentah-mentah. Kemudian bergegas membawa langkahnya menjauh selepas membanting pintu apartemen dengan amarah.
Julian hanya bisa menghela napasnya panjang. Tak habis merutuki perbuatannya sendiri yang sudah menghancurkan masa depan gadis itu.
Ia menghempaskan pantat di atas sofa. Ia hendak bersandar, namun pandangannya teralihkan pada sebuah map di atas meja sofa itu.
Karena pergi dengan kemarahan, Alexa sampai lupa membawa serta proposal skripsinya. Tangan Julian terulur meraih map itu, membukanya dan membaca kembali isinya dengan teliti. Sejurus kemudian ia mengambil laptop, lalu mulai mengerjakan sesuatu yang tak seharusnya ia kerjakan.
Sementara di lain tempat, Alexa tak henti menangisi nasibnya di bawah guyuran air dari shower. Setibanya di rumah ia langsung pergi ke kamar mandi, membersihkan dirinya dari noda-noda yang mungkin tidak akan pernah bisa hilang dari tubuhnya.
Di benaknya kini terbayang-bayang wajah Julian yang membuat hatinya semakin benci. Wajah tampan Julian yang banyak dipuja-puja itu tak ubahnya sebuah topeng kepalsuan yang membuatnya muak. Siapa sangka Julian menyembunyikan wujudnya yang sebenarnya dibalik paras tampan itu. Wujud seseorang iblis yang tak punya hati.
To Be Continued ...
Alexandra Putri Atmaja
nanti setelah nikah
kamu jerat dia dengan perhatian tulusmu
Maka cinta Akan melekat dalam hati alexa
jangan lupa
sering Bawa ke panti asuhan
melihat bagaimana kehidupan kecil tanpa ibu /ayah
akhirnya menerima pernikahan
kamu gak tau alexa, klo pak Julian anak tunggal perusahaan yg kau incar ditempat lamaranmu kerja
selamat buat nona kecil/Rose//Rose//Rose/
kaget gak tuh Al