Warningg !! Dibawah umur 18 tahun harap baca yang bijak karena ada adegan yang ++ !!
"Saya terima nikahnya Larasati Ardhiana dengan mas kawin tersebut tunai!" Ucap laki laki itu dengan lantang.
"Bagaimana para saksi? Sah!" Ucap penghulu.
"Saahh"
"Sahh"
Teriak para tamu undangan, termasuk
teman-teman nya.
"Alhamdulillah" ujar penghulu, lalu mengangkat kedua tangan untuk membaca doa kepada pengantin baru ini.
********
Laras harus menelan pahit dalam kehidupan yang seharusnya masih menikmati masa remajanya, namun ia di paksa menikah oleh seseorang yang terkenal dengan sebutan Playboy dan ketua geng terkenal. Siapakah laki-laki tersebut? la merupakan anak tunggal dari keturunan keluarga Mahendra yang bernama Arjuna Geofino Mahendra, beliau juga merupakan anak emas. Namun, karena kenangan masa lalu yang membuat nya ia trauma akan pada wanita yang berucap setia padanya.
Ingin tahu kelanjutan kisah nya?
Yuk buruan baca cerita nya😊
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri prisella, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab : 9 POV : Arjuna Geofino Mahendra
Vano masuk kedalam basecamp, namun sebelum itu ia berpapasan terlebih dahulu dengan Bima yang sudah mencuci tangannya dan membawa sendok serta wadah.
"Cie baper" goda Vano.
"Bac*t" balas Bima lalu keluar menemui Dion.
Vano acuh, ia terus melangkah kaki kedalam. Ia melihat jika Geo sedang menyenderkan punggung tubuhnya ke sofa dengan mata terpejam sedangkan Tasya sedang memainkan ponselnya seperti orang sedang bete.
"Nih pesenan kalian!" ucap Vano, sambil menaruh pesanan mereka diatas meja. Lalu ingin kembali lagi keluar, namun ucapan Geo menghentikan.
"Lo udah kabari orang rumah, kalau lo bakalan pindah sekolah?" tanya Geo.
Vano menghembuskan nafasnya, ia tidak berniat menjawab.
"Mereka ngga bakalan perduli sama gue, apalagi ada nenek sihir dirumah" balas Vano acuh, toh selama ini ia tinggal di Apartemen milik Geo yang sengaja di berikan karena memenangkan balap di satu tahun yang lalu.
Geo tak menjawab, memang betul apa yang di ucapkan oleh Vano jika ayahnya sendiri yang membuang Vano atas perkataan ibu tirinya.
"Udah ngga ada lagi kan yang harus dibahas?" tanya Vano,
"Ngga ada" balas Geo dengan singkat.
"Gue keluar dulu kalau gitu, kalau ada apa-apa lo langsung telpon aja!" pamit Vano.
Tak ada lagi obrolan, kaki Vano membawanya keluar untuk bergabung bersama kedua sahabatnya yang sudah duduk di bawah pohon besar dengan angin yang supoy-supoy.
"Gimana?" tanya Dion
Bima dan Vano, sontak mengerutkan keningnya.
"Lo nanya sama siapa, nj*r" tanya Bima.
"Sama Vano" balas Dion, Dion adalah tipikal cowok yang sangat cuek, dingin, dan tak banyak bicara. Dion, berbicara pada lawannya hanya jika diajak saja dan yang penting-penting saja.
"Lo mau nanya tentang apa emang?" tanya Vano.
"Lo udah bilang sama bokap lo, kalau lo udah pindah sekolah? Gue ngomong gini karena gue peduli sama lo!" ucap Dion.
Lagi-lagi Vano hanya bisa menghembuskan nafasnya saja, ia tak tahu harus berbicara apa lagi ke para sahabatnya. Ia merasa bersyukur biar pun mereka bukan saudara kandung, tapi mereka sudah menganggapnya seperti keluarga. Apalagi kedua orang tua Geo, biar pun ayah Reynald tipikal orang yang galak dan tegas tapi ia bersyukur masih bisa merasakan kasih sayang selayaknya orang tua.
"Gue ... Gue ngga tahu harus bicara apalagi sama kalian" lirih Vano dengan mata yang berkaca-kaca.
Puk
Bima melempar sapu tangan karena melihat cairan kental yang kelar dari hidung mancung Vano.
"Rusak suasana aja lo ah, bang*at!" protes Vano, namun tangannya sambil mengelap hingus yang sudah keluar menggunakan sapu tangan yang diberikan oleh Bima tadi.
Dion terkekeh melihatnya, ia bisa menyesuaikan suasana yang lagi dramatis ini. Ia melihat jika Vano merentangkan tangannya namun di tepis kasar oleh Bima,
"Jijik, bang*at!" ujar Bima.
"Lo ada masalah hidup aja sih sama gue? Kek nya sensian banget sama gue dari dulu!" protes Vano.
Bima hanya mengangkat kedua bahunya acuh, ia hanya senang menjahili temannya ini.
"Lo bahagia amat ngga ada gue?" sindir Geo yang datang seorang diri dengan bungkus rok*k di tangannya.
"Ck, lo nya aja sibuk ngebucin anj*ng!" balas Bima sedikit menyindir, Geo yang mendengarnya hanya menatap sebal.
"Kemaren lo juga gitu ya, jangan pura-pura lupa lo!" sahut Vano, dengan wajah sebal.
"Apa sih, emang lo di ajak apa!" balas Geo.
"Tol*l!" umpat Vano.
"Tumben bentar pacarannya?" tanya Dion.
"Hmm, Tasya ngebosenin" balas Geo acuh.
Geo langsung duduk di kursi samping Dion, ia menyuruh anak buahnya utuk mengambil minuman soda di lemari dingin.
"Gue masih ngga nyangka kita bakalan nginjek kaki ke sekolak milik bokap lo, Ge" ucap Bima.
"Ya emang lo doang? Gue juga sama kali, gue udah ngga bakalan bisa bolos lagi atau nyebat lagi di rootpoft" balas Geo.
Mereka asik dengan pikirannya sendiri sampah anak buah yang tadi menyuruh itu sudah kembali, di belakangnya ada Tasya yang mengikuti.
"Geo, aku mau pulang! Anterin aku" pintah Tasya, ia merasa kesal oleh Geo karena benar-benar di cueki.
"Bon!" panggil Geo, laki-laki yang bernama Boni pun segera mendekat.
"Kenapa, Bos?" tanya Boni.
"Anterin Tasya balik!" ucap Geo tanpa melirik kearah Tasya yang sudah menganga lebar. Tasya hendak protes tapi, Geo lebih dulu bangkit dan pergi meninggalkan area itu.
Geo saat ini sedang ada di kamar pribadinya yang berada di basecamp, entah apa yang ada pikirannya. Ia benar-benar banyak pikiran sekarang, tadi sebelum Geo keluar. Tasya terus merengek ingin pergi ke Mall, namun karena Geo sedang badmood ia menolaknya. Jelas Tasya menjadi ngambek dan ia mendiami Geo itu, hal itu lah Geo tadi keluar menemui ketiga temannya itu.
"Apa bisa gue nentang ayah buat ngga disekolah di miliknya?" tanya Geo pada dirinya sendiri.
"Gue belum tahu apa ancaman dia kali ini, kalau gue nentang keras keinginannya" gumam Geo.
Tok
Tok
Pintu di ketuk dari luar, Geo pun segera bangkit lalu berjalan ke arah pintu untuk membukakan barang itu.
"Masuk!" ucap Geo saat melihat jika Dion lah yang mengetuk pintunya. Dion pun melangkah kakinya kedalam lalu duduk di pinggir ranjang, karena di kamar itu tidak ada sofa atau karpet.
"Kenapa?" tanya Geo.
"Tasya udah pulang" ujar Dion.
"Bagus lah, ribet juga jadi perempuan. Pikiran gue lagi mumet, gue harap dia bisa nenangin pikiran gue. Eh malah bikin tambah pusing" balas Geo acuh.
"Tapi dia menolak dianter sama Boni, mintanya sama Bima. Tapi, Bimanya ngga mau. Takut salah paham katanya nanti sama lo!" beritahu Dion.
Geo membuang nafasnya secara kasar, ia sudah tahu jika Tasya sama seperti dirinya yang tak cukup hanya satu laki-laki.
Ia sudah tahu jika Tasya diam-diam menyukai temannya itu, tapi untung saja Bima orangnya ingat kawan jadi pas Tasya mengungkapan di dalam hatinya itu ia langsung laporan terhadap Geo.
Dan tanggapan Geo hanya acuh, toh ia juga pacaran hanya untuk menghilangkan rasa bosannya saja dan pacarannya juga tidak dengan menggunakan perasaan hatinya.
"Huftt, dia itu lagi incar Bima dari dulu" jawab Geo, setelah diam selama lima menit lamanya.
"Haaah!" Beo Dion.
"Gue serius anj*r, Bima sendiri malah yang bilang sama gue kalau dia di tembak sama Tasya pas dia minta anterin balik" ucap Geo serius,
"Terus kenapa lo masih mau sama dia?" tanya Dion.
"You know lah apa jawabannya" balas Geo, dengan nada santai.
Mereka tak ada lagi obrolan, hening menyelimuti. Dalam diamnya Dion, ia berpikir masa ia jika Tasya menembak sahabatnya itu padahal kan ia sudah pacaran dengan Geo yang jauh dari penampilan Bima.
Sedangkan Geo masih asik bertukar pikiran dengan ucapan ayahnya itu, apalagi mengatakan jika dua hari lagi ia akan pindah kesana. Memang sekarang adalah hari Jumat, hari Sabtu dan Minggu adalah hari libur Jadi ia akan masuk di hari Senin.
* Bersambung*
*Jangan lupa tinggalkan jejak di kolom komentar*
* Salam manis dari AUTHOR 🤭*
* ig @vera_miceela
*@putri488241.