Dinikahi CEO REDFLAG

Kiano mengedarkan pandangannya, menyapu seluruh sudut pekarangan rumah Samantha.

Tidak seperti rumah-rumah disekitarnya, bangunan rumah milik perempuan itu lebih mirip dengan puri-puri istana dongeng yang pernah ia baca di buku-buku cerita saat kanak-kanak dulu.

Selain taman kecil yang dikuasai oleh rumpun-rumpun bunga matahari, perempuan itu lebih banyak menanami tumbuhan kesehatan dan bumbu-bumbu dapur, juga pohon mangga dan pohon jeruk di sudut-sudut pekarangan rumahnya, pohon buah yang mudah tumbuh dan mudah pula perawatannya.

"Pak Kiano belum juga pulang?"

Samantha yang sedari tadi mengintip dari balik gorden rumahnya, melihat mobil bosnya itu masih nangkring dihalaman rumah akhirnya keluar.

"Kamu tuan rumah yang buruk, tidak menawarkan saya masuk, atau minum teh dulu."

"Ini sudah gelap, sebaiknya pak Kiano pulang. Tidak baik dilihat tetangga saya. Pak Kiano pasti sudah bisa menilai bagaimana warga yang ada dilingkungan sini. Mereka ramah dan perhatian, tapi beringas bila menemukan hal yang mereka anggap salah."

Kiano menatap sekitarnya sejenak, suasana komplek sudah sepi, warga-warga yang tadinya ramai menonton saat dirinya menyerahkan Gayatri ke pak RT setempat, kini sudah mengunci diri di rumah mereka masing-masing sebelum bedug magrib bertalu beberapa menit lalu.

Meskipun teknologi sudah semakin canggih, tradisi bedug magrib masih dipertahankan di komplek Samantha tinggal, sebagai bagian dari kearifan lokal dan budaya. 

Selain dari pada itu, Samantha yang memeluk keyakinan non muslim, tetap merasa nyaman berada disekitar warga kompleknya itu, selama tercatat sebagai warga disana ia diperlakukan layaknya keluarga sendiri. Indahnya hidup rukun sesama anak bangsa.😍

"Kamu tidak apa-apa ditinggal sendiri?" Kiano menatap lekat wajah Samantha. Sedari tadi ia tidak melihat siapa-siapa selain perempuan itu seorang diri di rumahnya.

"Saya sudah terbiasa... Bapak mau apa?" Samantha mundur melihat gelagat tidak baik dari Kiano.

"Menurutmu?" Kiano terus maju, hingga punggung Samantha membentur daun pintu rumahnya.

"Akh, sakit!" Samantha mengusap jidatnya yang disentil kuat oleh Kiano, rautnya masam menatap pria itu yang berani-beraninya melakukan itu padanya.

"Itu upah bagi perempuan lemah yang tidak bisa melindungi diri. Kamu itu yah... malah sengaja membenturkan punggung di daun pintu, bukannya cepat lari, membanting pintu dengan sekuat tenaga, lalu menguncinya rapat!" ucap pedas Kiano.

"Kamu nyari saya per kosa lagi, hah?!"

"Untung saya pria yang baik. Kalau pria lain yang diposisi saya sekarang ini, maka habislah kamu! Apa lagi situasi sepi seperti ini," lanjutnya lagi.

Samantha ternganga, lidahnya terasa kelu, hatinya membenarkan ucapan pria itu.

"Kalau hanya kamu yang bisa melindungi diri kamu sendiri, mulai sekarang, jangan jadi perempuan bodoh, mengerti?!"

Samantha menelan salivanya, ucapan itu bagi belati yang menusuk hingga ke jantungnya, begitu sakit, tapi ia pantas mendengarnya.

Jika tidak bodoh, tidak mungkin hanya dirinya yang tidak tahu bila suaminya suka bermain api dengan perempuan lain di belakangnya.

Dan lebih memalukannya lagi, karena kebodohannya itu, ia malah balas dendam, tidur dengan pria yang bukan suaminya, dan pria itu sekarang yang mengatainya bodoh tanpa menimbang rasa sedikitpun apakah dirinya sanggup atau tidak mendengarnya.

"Oh Tuhan, ini kebodohan yang paling menyakitkan dan memalukan!" Jerit hati Samantha.

Ingin rasanya ia berteriak sekencang-kencangnya karena rasa malu yang tak terkatakan.

"Ya... sa-ya... memang bo-doh..." pelan Samantha terbata-bata, hampir menangis, menatap nanar Kiano.

"Syukurlah bila kamu sadar. Masih mau jadi orang bodoh?"

Samantha menatap Kiano, matanya memerah, pria itu benar-benar membuatnya tersinggung tingkat dewa, tapi tidak mampu berbuat apa-apa untuk membalasnya.

Sekali lagi, hatinya setuju kalau bosnya itu benar. Semua ucapan Kiano seumpama tamparan keras yang membuatnya sadar, kalau dirinya memang perempuan bodoh.

Dengan bibir bergetar tanpa bisa berkata apa-apa lagi, Samantha meraih handle pintu, begitu bunyi klek, langkahnya mundur, memasukan tubuhnya ke dalam rumah di sela pintu yang sedikit terbuka lalu...

BAM!!!

Pintu dibanting keras oleh tangan Samantha dengan sekuat tenaga. Emosinya yang terpicu oleh perkataan Kiano membuatnya punya tenaga ekstra melakukannya.

Dentuman pintu keras itu sontak mengundang semua warga komplek keluar dari rumahnya masing-masing.

Di belakang pintu, tubuh Samantha melorot ke lantai, dengan air mata deras mengalir, terlebih saat membaca pesan Kiano yang masuk ke ponselnya.

"Kamu lihat, bantingan pintumu seakan mengundang bala bantuan. Jadi, setelah ini, lakukan apapun yang bisa melindungi dirimu sendiri. Itupun kalau kamu mau jadi manusia yang keluar dari zona aman kebodohanmu."

Samantha buru-buru berdiri, menyingkap sedikit gorden, menemukan presisi Kiano di luar sana sedang menyongsong para warga komplek yang mendatanginya dengan raut sangar dan menghakimi.

"Aku memang benci semua kata pedasmu pak Kiano, tapi di saat yang bersamaan, aku juga bersyukur karena semua kata-kata pedasmu menyadarkanku dari kebodohanku."

Samantha bergeming di balik gordennya, tidak berniat membantu Kiano menghadapi warga kompleknya. Ia yakin, tanpa bantuannya, laki-laki itu pasti mampu mengatasinya seorang diri. Ia lebih memilih beranjak dari sana menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya yang kusut, begitu pula dengan fikirannya.

..._____...

"Ardian, adik Elias yang berkerja di dinas perhubungan, menjemput pulang ibunya dari rumah pak RT yang ada di komplek rumah Samantha, langsung menuju rumah sakit.

"Untuk apa perempuan ini ada disini?" rahang Ardian mengeras, begitu melihat Olin sedang menemani kakak sulungnya yang sedang dirawat.

"Sopan sedikit Ardian, dia calon kakak iparmu!" hardik Elias dengan raut tidak senang.

"Calon kakak ipar? Hmph..." Ardian tersenyum sinis.

"Tidak ada calon kakak ipar. Aku hanya punya kak Samantha sebagai Kakak ipar, perempuan ini..." Ardian menunjuk dengan tatapan tajam. "Tidak akan pernah aku akui sebagai calon Kakak ipar apa lagi sampai menjadi kakak ipar!"

"Cukup Ardian! Setuju tidak setuju, Olin telah mengandung anakku!"

"Apa?!" Ardian seketika terengah, nafasnya memburu mendengar ucapan kakaknya.

"Dari pada Samantha, enam tahun menikah sama sekali tidak memberikan keturunan. Apa yang diharapkan dari perempuan mandul sepertinya?" Gayatri ikut menimpali.

"Yakin, anak yang dikandung perempuan ini adalah anaknya mas Elias?" Ardian langsung nyolot.

"Apa maksudmu, Ardian? Aku tidak akan membiarkanmu memfitnah Olin!" Elias berusaha bangun dari berbaring. Olin berusaha menengkan Elias, seolah ucapan Adrian tidak berpengaruh apa-apa padanya. Rautnya datar, terkesan tenang.

Sementaran Gayatri, perempuan gemuk itu hampir saja tersedak mendengar ucapan putra keduanya.

"Ardian.... Apa kamu tahu sesuatu tentang Olin?" tanyanya ragu.

"Ibu, hanya aku yang menggauli Olin selama ini, aku yang merebut kesuciannya!" Elias berteriak lantang, tapi entah kenapa ia merasa sakit membayang bila janin dalam kandungan Olin bukanlah anaknya.

Bersambung✍️

✍️Kata-kata hari ini... Terkadang, ucapan pedas dan menohok diperlukan untuk menjaga kewarasan kita. Jangan ambil sisi negatifnya, positifnya saja. Sebab, tidak semua perkataan manis membuat hidup kita manis.

✍️Jangan lupa bahagia.💃😍