Arlena dan Dominus telah menikah lebih dari enam tahun. Tahun-tahun penuh kerja keras dan perjuangan untuk membangun usaha yang dirintis bersama. Ketika sudah berada di puncak kesuksesan dan memiliki segalanya, mereka menyadari ada yang belum dimiliki, yaitu seorang anak.
Walau anak bukan prioritas dan tidak mengurangi kadar cinta, mereka mulai merencanakan punya anak untuk melengkapi kebahagian. Mereka mulai memeriksakan kesehatan tubuh dan alat reproduksi ke dokter ahli yang terkenal. Berbagai cara medis ditempuh, hingga proses bayi tabung.
Namun ketika proses berhasil positif, Dominus berubah pikiran atas kesepakatan mereka. Dia menolak dan tidak menerima calon bayi yang dikandung Arlena.
》Apa yang terjadi dengan Arlena dan calon bayinya?
》Ikuti kisahnya di Novel ini: "Kualitas Mantan."
Karya ini didedikasikan untuk yang selalu mendukungku berkarya. Tetaplah sehat dan bahagia di mana pun berada. ❤️ U 🤗
Selamat Membaca
❤️🙏🏻💚
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sopaatta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9. Arlena - Dominus - Selina
...~°Happy Reading°~...
Dominus mengusap wajahnya, ketika mendengar yang dikatakan Arlena tentang hama. Dia jadi khawatir dan tidak menyangka akan kemarahan Arlena. Apa lagi mendengar ketukan terus-menerus di pintu.
"Ar, mari kita bicara di rumah. Maaf, aku buat keputusan sebelum bicara denganmu." Dominus melunak dan mengubah strategi, karena tidak menemukan alasan yang masuk akal untuk hadapi Arlena.
Kalau tidak memakai kacamata hitam, sinar mata amarah Arlena bisa membakar Dominus. "Maaf...?!" Suara Arlena tinggi. '(Karena ketukan di pintu, kau mau katakan maaf. Tapi untuk penolakan bayi ini, kau berkata dingin padaku?).' Arlena meneruskan dalam hati dengan kesedihan yang dalam.
Arlena segera berbalik dan membuka pintu lalu keluar. Hal itu membuat Selina yang sedang menggedor terkejut melihat Arlena keluar dari ruangan Dominus dengan wajah merah, marah. Sontak dia mundur, karena Arlena melewati sambil mendorong bahunya.
Dominus yang melihat Arlena berhadapan dengan Selina di depan pintu, jantungnya serasa mau lepas. Apa lagi melihat Selina berlari ke arahnya sambil memegang bahu yang didorong Arlena. Kepala dan hatinya seakan terbelah.
Arlena menunjukan siapa dia, sambil menahan rasa malu, marah, sakit dikhianati. Tidak ada air mata yang menetes mendapati penyebab perubahan Dominus. Air matanya seakan diganti oleh darah yang menetes dari luka hatinya.
Bagi Arlena, tidak perlu bertanya tentang hubungan Dominus dengan Selina. Dari sikap Selina yang begitu saja menggedor pintu seorang Direktur, sudah menunjukan hubungan mereka.
'Jadi dia'lah yang membuatmu berubah dan tidak mau bertanggung jawab atas keputusanmu?' Arlena tidak bisa kendalikan amarahnya.
Arlena langsung berjalan cepat ke ruangannya lalu mengunci pintu dari dalam. Dia tidak mencari barang pribadinya, karena yakin semua sudah disingkirkan sebagaimana jabatannya. Oleh sebab itu, tanpa membuang waktu, dia mengambil papan nama Selina yang ada di atas meja lalu melempar ke dinding hingga pecah.
Begitu juga dengan semua barang Selina yang ada di atas meja. Dia mengangkat dengan kedua tangan lalu membanting ke lantai. Sehingga bunyi barang pecah bergema sampai keluar ruangan.
Mendengar bunyi pecahan di dalam ruangan, Dominus berlari lalu menggedor pintu ruang kerja. Arlena tidak bergeming, hingga Dominus harus mendobrak pintu, agar bisa masuk.
Arlena yang sudah kalap dan sakit hati, tidak peduli dengan Dominus yang sudah masuk ke ruangan. Dia mengangkat laptop yang ada di atas meja lalu melempar ke arah Dominus yang secara refleks mengelak, hingga laptop melayang kena tembok dan terbelah.
"Arlena, berhenti...! Teriak Dominus, tapi tidak berani mendekati Arlena yang sedang mengacak dan mengamuk.
Arlena tidak berhenti. Dia mengambil apa yang masih tersisa di atas meja lalu melempar ke arah Dominus yang langsung ditangkap dengan kedua tangan bergantian. Sedangkan Selina yang berdiri diam di belakangnya memperhatikan Arlena, tapi tersenyum tipis, senang.
Selina diam karena merasa di atas angin. Dia yakin Dominus akan lebih memilihnya yang muda, cantik dan seksi.
Kalau Dominus melihat ke arahnya, dia akan bersikap seakan sedang ditindas. Tapi ke arah Arlena dia menunjukan senyum kemenangan.
Melihat senyum kemenangan Selina, Arlena makin emosi. "Jangan coba-coba mendekat." Ancam Arlena kepada Dominus. Dia membuka laci meja kerja, lalu membuang isinya ke lantai.
"Hand phoneku..." Selina berkata pelan dengan nada sedih, khawatir, sambil menunjuk ponsel keluaran terbaru di tangan Arlena. Sontak Arlena melempar ke dinding seperti piring terbang.
Arlena mengambil patahan papan nama di lantai lalu berjalan mendekati Dominus. "Coward...!!" Ucap Arlena penuh penekanan dan emosi.
Dominus sudah tidak berharga di matanya. Rasa respect hilang tidak berbekas. Semua hal baik yang pernah ada di antara mereka tidak bersisa. Arlena merasa mual dan ingin muntah melihat wajah Dominus yang melindungi Selina di belakangnya.
Arlena mendorong Dominus yang hendak menghalangi dia, agar tidak melakukan tindakan kasar kepada Selina. "Berani menyentuhku, kau akan rasakan akibatnya. Coword...!!" Arlena kembali mengatai Dominus yang menghindari gerakan sabetan benda di tangan Arlena.
Tanpa berkata lagi, Arlena mendekati Selina yang masih berdiri diam. "Benda ini ada ditanganku. Kalau aku masih melihatmu lagi di sini, akan pindah ke wajah munafikmu." Ancam Arlena sambil mengangkat tangannya, lalu mendorong Selina hingga oleng dan hampir jatuh kalau tidak ditahan oleh Dominus.
"Arlenaaa..." Teriak Dominus lalu memegang Selina yang tiba-tiba melemaskan tubuh, karena Dominus mau mengejar Arlena. Dia sengaja menahan langkah Dominus agar tetap bersamanya.
"Ayoo..." Dominus membawa Selina ke ruangannya, karena ruang kerja Arlena sudah berantakan dan banyak pecahan berserakan di lantai yang bisa melukai kaki.
Selina tidak melepaskan pegangan Dominus. Malah makin merapatkan tubuhnya sebagai sandaran, seakan sedang mengalami shock. "Apa yang kalian tonton? Kerjaaa..." Bentak Dominus kepada para staf yang berdiri, tercengang melihat mereka.
Para staf yang melihat seorang wanita cantik berkacamata hitam berjalan cepat keluar dari ruang kerja Selina mulai berbisik-bisik. Apa lagi melihat wajah boss mereka panik sambil memegang Selina, setelah bunyi pecahan. Mereka yakin, wanita berkacamata hitam adalah Arlena, boss mereka.
..."Kasihan Bu Arlen. Kalau aku di posisinya, air raksa sudah melayang ke wajah pelakor itu." Bisik salah satu staf wanita....
..."Ssstttt.... Hati-hati bicaranya. Deputy director, loh... Bisa-bisa ditendang."...
..."Belum apa-apa sudah melebihi nyonya besar, yang punya perusahaan."...
..."Bukan melebihi punya perusahaan, tapi sudah bisa kelonin yang punya."...
..."Huuuussss... ini para wanita kalau sudah gosip, asyiiiip..."...
..."Ini bukan gosip, Mas. Ini fakta, loh... Emang dia bisa lompatin semua staf termasuk boss Arlen, kalau ngga kelonin boss Domi?"...
..."Taruhan yuuk. Siapa yang didepak?"...
..."Kalau lihat boss Arlen tadi, sepertinya boss Domi, out..."...
..."Yang kalah traktir." Para staf wanita dan pria terus bergunjing sebelum kembali ke ruangan....
Mereka sudah melihat banyak hal yang dilakukan boss mereka dengan Selina di kantor. Apa lagi setelah Selina menempati ruang kerja wakil direktur di saat yang punya sedang di luar negeri. Para staf hanya melihat dan menyimpan di hati. Mereka yakin akan ada drama, kalau yang punya sudah kembali.
~*
Di sisi lain; Setelah masuk ruang kerja, Dominus mendudukan Selina di sofa. "Kau ngga apa-apa?" Tanya Dominus cemas, melihat Selina ketakutan dan gemetar. Selina mengangguk pelan dengan wajah sedih yang dibuat-buat.
"Istirahat di sini. Ada yang mau aku selesaikan." Selina kembali mengangguk pelan, tapi hatinya seakan mau melompat girang. Dia yakin, Dominus membelanya dan akan memarahi istrinya.
Dominus keluar ruangan menuju ruang kerja Arlena. Dia telpon OB untuk datang bersihkan ruangan. Kemudian dia telpon sopir Arlena.
"Kau di mana?"
"Di rumah, Pak.
"Mengapa tidak lapor, kalau Ibu mau masuk kantor?" Dominus sangat marah kepada sopir Arlena.
"Saya tidak tahu, Pak. Ibu bawa mobil sendiri dan bilang mau keluar sebentar."
"Sekarang Ibu di mana?"
"Tidak tahu, Pak." Jawaban sopir Arlena membuat Domins frustasi. Dia segera tutup telpon, lalu berbicara dengan OB yang masuk ke ruangan, karena pintu tidak bisa ditutup, rusak.
...~*~...
...~▪︎○♡○▪︎~...
up Thor makin penasaran aja aku