Di desa kandri yang tenang, kedamaian terusik oleh dendam yang membara di hati Riani. karena dikhianati dan ditinggalkan oleh Anton, yang semula adalah sekutunya dalam membalas dendam pada keluarga Rahman, Riani kini merencanakan pembalasan yang lebih kejam dan licik.
Anton, yang terobsesi untuk menguasai keluarga Rahman melalui pernikahan dengan Dinda, putri mereka, diam-diam bekerja sama dengan Ki Sentanu, seorang dukun yang terkenal dengan ilmu hitamnya. Namun, Anton tidak menyadari bahwa Riani telah mengetahui pengkhianatannya dan kini bertekad untuk menghancurkan semua yang telah ia bangun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Gemini 75, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gita Tiba tiba Hadir
Udara Jakarta terasa menyesakkan bagi Bima. Setelah meninggalkan Desa Kandri, ia mencoba kembali fokus pada pekerjaannya, namun bayangan Dinda dan Riani terus menghantuinya. Ia merasa ada sesuatu yang buruk akan terjadi, dan ia tak bisa tinggal diam. Namun, di tengah kegelisahannya, sebuah kejutan besar datang menghantamnya.
Pagi itu, saat Bima sedang menyesap kopi di kantor, seorang resepsionis menghubunginya. "Pak Bima, ada tamu untuk Anda. Namanya Gita."
Jantung Bima berdegup kencang. Gita? Tidak mungkin. Ia sudah lama tidak mendengar kabar tentang Gita, wanita yang pernah mengisi hatinya, namun juga meninggalkan luka yang dalam. Dengan langkah ragu, Bima menuju ruang resepsionis.
Di sana, berdiri seorang wanita yang sangat ia kenal. Rambutnya yang dulu panjang tergerai, kini dipotong pendek sebahu. Matanya masih sama, namun memancarkan ketegasan yang belum pernah Bima lihat sebelumnya. Itu Gita.
"Bima," sapa Gita dengan suara yang terdengar asing di telinga Bima.
"Gita," balas Bima dengan nada terkejut. "Apa... apa yang membawamu ke sini?"
"Aku ingin bicara," jawab Gita singkat.
Bima membawa Gita ke ruangannya. Suasana canggung menyelimuti mereka. Bima tidak tahu harus memulai dari mana.
"Sudah lama sekali," ucap Bima akhirnya. "Bagaimana kabarmu?"
"Aku baik," jawab Gita. "Langsung saja. Aku datang kesini untuk menuntut keadilan."
Bima mengerutkan kening. "Keadilan? Keadilan untuk apa?"
"Untuk apa yang telah keluargamu lakukan padaku," jawab Gita dengan nada dingin. "Untuk bagaimana mereka memperlakukan aku dan keluargaku. Untuk bagaimana mereka merebut masa depanku."
Bima terdiam. Ia tahu apa yang dimaksud Gita. Masa lalu itu adalah luka yang tak pernah benar-benar sembuh.
"Aku tahu ini sulit untukmu," lanjut Gita. "Tapi aku tidak akan diam lagi. Aku akan mengungkap semua kebenaran, meskipun itu akan menghancurkan keluargamu."
"Apa yang kau inginkan?" tanya Bima dengan nada putus asa.
"Aku ingin keluargamu mengakui kesalahan mereka," jawab Gita. "Aku ingin mereka meminta maaf padaku dan keluargaku. Dan aku ingin mereka memberikan kompensasi atas semua kerugian yang telah kami alami."
"Itu tidak mungkin," balas Bima. "Kau tahu ayahku tidak akan pernah melakukan itu."
"Kalau begitu, aku akan melakukan apa pun untuk membuat mereka melakukannya," ancam Gita. "Aku tidak peduli siapa yang akan terluka dalam proses ini."
Bima menatap Gita dengan tatapan nanar. Ia melihat tekad yang membara di mata wanita itu, tekad yang sama sekali tidak ia kenali. Gita yang dulu ia kenal adalah wanita yang lembut dan penyayang. Namun, wanita yang berdiri di hadapannya sekarang adalah sosok yang keras dan penuh dendam.
"Kau tidak akan melakukan apa pun yang akan menyakiti Dinda, kan?" tanya Bima dengan nada khawatir.
Gita tersenyum sinis. "Kenapa kau begitu peduli padanya? Bukankah kau sudah menikah dengan wanita pilihan keluargamu?"
"Ini tidak ada hubungannya dengan pernikahanku," balas Bima. "Dinda tidak bersalah dalam masalah ini. Jangan libatkan dia."
"Semua orang yang berhubungan dengan keluargamu bersalah," jawab Gita dengan nada dingin. "Mereka semua harus membayar atas apa yang telah mereka lakukan."
"Aku mohon, Gita," ucap Bima dengan nada memohon. "Jangan lakukan ini. Kita bisa menyelesaikan masalah ini dengan cara yang baik-baik."
"Sudah terlambat untuk itu," balas Gita. "Aku sudah terlalu lama menderita. Sekarang giliran kalian yang merasakan penderitaan yang sama."
Gita berbalik dan berjalan menuju pintu. "Aku akan menghubungimu lagi," ucapnya sebelum pergi. "Siapkan dirimu, Bima. Permainan baru saja dimulai."
Bima terduduk lemas di kursinya. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia merasa terjebak di antara dua wanita yang sama-sama ia cintai, namun juga sama-sama menyimpan dendam yang mendalam. Ia tahu, apa pun yang ia lakukan, akan ada pihak yang terluka.
Di tengah kebingungannya, Bima teringat pada Dinda. Ia harus melindunginya dari bahaya yang mengintai. Ia harus mencari tahu apa yang sebenarnya diinginkan Gita, dan bagaimana cara menghentikannya sebelum terlambat.
Bima meraih ponselnya dan menghubungi seseorang. "Aku butuh bantuanmu," ucapnya dengan nada serius. "Ini tentang Dinda dan masa lalu yang kembali menghantui.
\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*