Saga, sang CEO dengan aura sedingin es, tersembunyi di balik tembok kekuasaan dan ketidakpedulian. Wajahnya yang tegas dihiasi brewok lebat, sementara rambut panjangnya mencerminkan jiwa yang liar dan tak terkekang.
Di sisi lain, Nirmala, seorang yatim piatu yang berjuang dengan membuka toko bunga di tengah hiruk pikuk kota, memancarkan kehangatan dan kelembutan.
Namun, bukan pencarian cinta yang mempertemukan mereka, melainkan takdir yang penuh misteri.
Akankah takdir merajut jalinan asmara di antara dua dunia yang berbeda ini? Mampukah cinta bersemi dan menetap, atau hanya sekadar singgah dalam perjalanan hidup mereka?
Ikuti kisah mereka yang penuh liku dan kejutan di sini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ceriwis07, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Beauty and The Beast 8
Saga ingin protes karena nada bicara Nirmala seperti itu, tapi justru mendapat pelototan tajam dari Nirmala. Entah mengapa Saga merasa nyalinya ciut malam ini.
Saat keluar dari ruang gym, Saga melewati kamar milik Nirmala. Dia mendengar suara rintihan seperti orang kesakitan. Saga mencoba memutar kenop pintu dan ternyata tidak dikunci. Saga membuka pintu kamar Nirmala, mendapati Nirmala yang tertidur dengan tubuh yang menekuk. Tangan Nirmala memegangi perutnya sembari merintih, namun dengan mata yang tertutup.
"Hei, ada apa? Ada apa denganmu?" tanya Saga sambil menggoyangkan pelan tubuhnya. Nirmala membuka matanya. Ia terkejut, mengapa Saga bisa berada di kamarnya? "Aku? Aku... aku datang bulan, Tuan," ucap Nirmala lirih menahan malu.
" Lalu? " Saga bertanya dengan heran. Nirmala hendak protes, tapi ia sadar bahwa pria di depannya ini adalah pria yang maha sempurna.
Poin satu Saga tidak pernah salah Poin dua, jika Saga salah, kembali ke poin satu. Nirmala menghembuskan napas perlahan, "Perut saya sakit," ucapnya pelan.
Saga menyadari jika wajah Nirmala memucat. Tanpa kata, Saga pergi dari kamar Nirmala setelah menutup pintu.
Nirmala heran dengan perlakuan Saga, tapi ia tetap memilih untuk merebahkan tubuhnya di ranjang karena merasakan perutnya yang amat sakit.
Saga memasuki kamarnya, mengambil ponsel, dan mengetikkan sesuatu di sana. Lalu ia turun ke dapur, memanaskan air, dan menyalakan kompor, menunggunya hingga mendidih.
Para pelayan heran mengapa tuannya turun ke dapur malam-malam begini. Marisa maju menawarkan diri, "Tuan, ada yang bisa saya bantu?" tanya Marisa pada Tuan Saga.
"Ambilkan pengompres, masukkan airnya dalam pengompres, dan antarkan ke kamar wanita aneh itu," ucap Saga dan langsung pergi.
Marisa melongo dengan perintah yang diucapkan Saga, tapi dengan cepat ia segera melaksanakan perintah tersebut. Pelan-pelan ia menapaki tangga, masuk ke kamar Nirmala.
"Kamu kenapa?" tanya Marisa pada Nirmala. "Aku datang bulan, perutku sakit," ucap Nirmala. Marisa menyerahkan kompresan tersebut. "Hah, terima kasih. Kamu tahu dari mana kalau aku sedang sakit perut?" tanya Nirmala.
"Bukan aku, tapi Tuan," ucap Marisa sambil menyembunyikan senyumnya.
Nirmala mengerutkan kening, tapi ia tetap menempelkan kompres berisi air hangat tersebut di perutnya. Rasa sakitnya mulai mereda.
Hari ini adalah weekend di mana setiap orang yang bekerja di perusahaan pasti libur. Nirmala sudah bangun pagi-pagi, ia menyiapkan sarapan seperti biasa. Tapi hari ini ia hanya memasak nasi goreng seafood dengan cekatan.
Nirmala memasak nasi goreng tersebut, menyampurkan bahan dan bumbunya, lalu mencicipinya. Setelah dirasa pas, Nirmala membawa semangkuk besar nasi goreng tersebut dan membawa ke. meja makan.
Ia tidak tahu bahwa di sana sudah ada Saga yang menyeruput kopi hitam yang dibuatkan oleh Nirmala sebelumnya. "Dari mana?" tanya Nirmala karena melihat Saga yang sudah berkeringat dengan pakaian ala jogging.
"Habis berenang," tanya Saga tanpa melirik ke arah Nirmala. Nirmala berkerut sejenak. Ia menghentikan aktivitasnya, memindahkan nasi goreng ke piring milik Saga. "Serius?" ucap Nirmala sambil melanjutkan aktivitasnya, memindahkan nasi goreng ke piring Saga dan menyerahkannya pada Saga.
Saga menaikkan kedua bahunya tanda ia tidak peduli. Ia kembali menyuapkan sesuap demi sesuap nasi goreng yang dibuat oleh Nirmala. "Kenapa tidak menggunakan udang?" ucap Saga memindai nasi goreng yang ada di piringnya. "Aku nggak suka udang," ucap Nirmala sambil menyuapkan sesendok nasi gorengnya.
"Hmm Tuan, bolehkah aku keluar hari ini? Aku ingin menikmati udara segar," pinta Nirmala pada Saga.
Saga menghentikan makannya. Nirmala mulai cemas, ia takut Saga marah padanya. Saga merogoh sakunya, mengeluarkan dompet, dan menyerahkan kartu hitam miliknya pada Nirmala. "Pakai itu. Jika tidak dipakai, kau akan tahu hukumannya," ucap Saga, kembali melanjutkan sarapannya.
Dengan senang hati Nirmala menerima kartu tersebut. "Loh Tuan, yang satunya masih ada pada saya," ucap Nirmala. "Gunakan saja semuanya sesuka hatimu. Beli apa yang ingin kau beli," ucap Saga
Jam sudah menunjukkan pukul sebelas dan sebentar lagi makan siang. Saga yang baru saja keluar dari ruang kerjanya mendapati Nirmala yang sudah mengenakan hoodie kebesaran berwarna putih, celana sobek-sobek berwarna hitam, sepatu sneakers, juga helm. Saga heran, mau ke mana wanita itu.
Nirmala berlari menuju parkiran di mana motor Ninja-nya berada. Nirmala menyalakan mesin dan meninggalkan pelataran mansion dengan suara knalpot brong motor miliknya. Saga menutup telinganya penging "wanita sialan," gerutu Saga.
Belum lama Nirmala pergi, Saga pergi dengan ditemani dua bodyguard-nya. Kali ini dia menggunakan mobil berwarna hitam.
Mobil milik Saga masuk ke pelataran hotel bintang lima. Di sana ia sudah bertemu dengan wanita dan pria setengah baya.
Ya, di sana Saga bertemu dengan rekan kerjanya yang akan membahas kontrak. Saga sengaja meminta pada hari libur seperti ini karena Pak Anton adalah temannya dari awal ia merintis perusahaan miliknya sendiri, sedangkan wanita di samping Pak Anton adalah anaknya.
Kemungkinan besar bisnis kali ini juga melibatkan perjodohan di antara keduanya.
Keduanya mulai membahas bisnis hingga bisnis tersebut berakhir dengan deal. Oke, kedua perusahaan raksasa itu kembali bekerja sama dalam suatu proyek.
Saat Pak Anton hendak membuka pembicaraan, ia ingin segera menuntaskan pikirannya, menjodohkan anaknya, Siska, dengan Saga.
Siapa yang tidak mau memiliki menantu seperti Tuan Saga? Tapi saat dia baru membuka mulutnya, ponsel Saga berdering.
Saga segera menerima panggilan tersebut. "Oke, aku berangkat," ucap Saga mematikan panggilan tersebut.
"Maaf Pak Anton, sepertinya cukup sampai hari ini. Saya permisi," ucap Saga tanpa menunggu jawaban Pak Anton.
Sesampainya di area parkiran mall, Saga segera berlari. Pandangannya mengedar seperti mencari sesuatu.
Di sana! Ia menemukan Nirmala berjongkok dengan badan yang gemetar. Sedangkan di depan Nirmala, motor Ninja kesayangannya sudah hancur, bahkan terbelah dua.
Saga tercengang. Dengan cepat ia menghampiri Nirmala. Ia menyenggol tubuh Nirmala, "Hei, ada apa?" tanya Saga.
Nirmala mendongak, ia belum mengenakan helm miliknya, helmnya masih berada di genggamannya. "Motorku Tuan, motorku..." ucap Nirmala sambil menangis histeris.
Setelah mengucapkan itu, Nirmala pingsan. Saga dengan cepat menggendong tubuh Nirmala masuk ke dalam mobil.
Di dalam mobil, Saga mulai merasakan suhu tubuh Nirmala berubah. Ya, Nirmala demam. "Ayah... motorku..." gumam Nirmala lirih. Nirmala tengah melindur.
Sebelumnya,
pada suatu hari, Seno, ayah angkat Nirmala, tengah mengendarai motor. "Duk sayang," panggil Seno pada Nirmala. Waktu itu Nirmala baru saja lulus dari sekolah menengah atasnya, masih mengenakan seragam putih abu-abu. Nirmala berlarian keluar menuju teras. "Ada apa yah?" tanya Nirmala pada Seno.
"Ini motor buat kamu, siapa tahu nanti bisa berguna buat kamu untuk mencari pekerjaan," ucap Seno pada Nirmala. Ya, motor Ninja berwarna merah yang diberikan oleh Seno pada Nirmala membuat Nirmala senang bukan kepalang.
Nirmala memeluk tubuh ayahnya dan mengecup pipinya beberapa kali. "Terima kasih Ayah, terima kasih!" ucap Nirmala girang. Ia segera menjajal motor Ninja pemberian ayah angkatnya itu.
Saga memerintahkan sopirnya untuk cepat bergerak menuju rumah sakit. Ia sangat khawatir pada keadaan Nirmala yang terus mengigau memanggil ayahnya.
"Ayah... motorku... mereka merusaknya, Ayah..." igau Nirmala.
Sesampainya di rumah sakit, Saga langsung menggendong tubuh Nirmala. "Hei perawat, bangkar! Di mana dokternya?!" ucap Saga berteriak. Para perawat langsung lari tunggang langgang membawakan bangkar sesuai permintaan Saga. Dokter yang mendengar pun langsung berlarian menuju ke arah Saga. Mereka masuk ke ruangan dan langsung menangani Nirmala.
Yang menghubungi Saga tadi adalah bodyguard bayangan yang disiapkan Saga untuk Nirmala. Ia berjaga-jaga takut suatu saat nanti saat ia tidak bersama Nirmala akan ada yang mengganggunya, seperti kejadian waktu di mall.
Jadi Saga menyiapkan pengawal bayaran untuk memantau ke mana pun Nirmala pergi. Ya, firasatnya benar, di mall itu pulalah Nirmala mengalami kejadian seperti itu.
Saga masih bersyukur karena bukan Nirmala yang dibikin babak belur untuk masalah motor. Saga berjanji akan mencari pelakunya dan membuat motor Nirmala kembali menjadi baru atau bahkan membelikan yang baru untuk Nirmala jika Nirmala memintanya.
Di Kota lain
"Ayo cepat! Cucuku dalam masalah! Sampai cucuku kenapa-kenapa, kau akan kugantikan dengan yang lain! Akan kuberikan tubuhmu pada buaya!" ucap Nyonya Griffith dengan nada yang sangat marah.
Nyonya Griffith mendapat kabar dari salah satu anak buah milik Saga yang menyampaikan jika Nirmala dirusak motornya di pelataran sebuah mall.
Saga sudah menangani semuanya, tapi bukan Nyonya Griffith namanya jika ia juga tidak ingin turun tangan menyelesaikan masalah yang menimpa Nirmala. Apalagi Nirmala sudah membuatnya jatuh hati pada pandangan pertama kali.
Nyonya Griffith langsung meluncur dengan pesawat jet miliknya. Setelah sampai di mansion, dia menelepon Ace. Ia memerintahkan Ace untuk mengantarnya ke rumah sakit tempat Nirmala dirawat.
Dengan senang hati, Ace langsung mengiyakan. Ia segera meluncur ke mansion menggunakan mobil sport pribadi miliknya. Ace dengan cepat melesat membelah jalanan membawa Nyonya Griffith menuju rumah sakit tempat Nirmala dirawat.
Sesampainya di rumah sakit, ia bertemu dengan Tuan Saga dengan wajah yang pucat.
Nyonya Griffith langsung memukul kepala Saga dengan tasnya. "Pok!"
"Aduh!" rintih Saga. "Cucu bodoh! Bagaimana cara kamu menjaga seorang wanita saja tidak becus? Hah, apa perlu Oma yang turun tangan?!" ucap Nyonya Griffith dengan nada tinggi.
"Tidak benar, Oma! Aku sudah menyiapkan penjaga untuk menjaga Nirmala. Hanya saja aku sedang ada urusan bisnis," jawab Saga membela diri.
"Tetap saja kamu tidak becus menjaga seorang wanita! Kalau terjadi apa-apa dengan Nirmala, awas kamu!" ancam Nyonya Griffith pada Saga. Padahal di sini yang cucunya itu adalah Saga. Saga heran, Ia, protes pada Oma. "Sebenarnya di sini cucu Oma siapa sih? Aku atau dia?" tunjuk Saga ke pintu ruangan.
Ace membungkam, bibirnya mengatup rapat menahan tawa. Di sini ia hanya sebagai penonton, tapi ia juga merasa terhibur karena di satu sisi Saga merasa bersalah karena tidak bisa menjaga Nirmala dengan baik dan di sisi lain Saga juga disalahkan atas kejadian yang tidak ia perbuat.
Saga melotot ke arah Ace. Melihat tatapan tajam milik Saga dan aura berubah menjadi panas, Ace langsung mengalihkan pandangan dan berusaha bersikap profesional menampilkan tanpa tawanya.
Pintu ruangan terbuka menampilkan seorang dokter pria yang keluar dari ruangan Nirmala. "Keluarga pasien?" panggil dokter.
Oma mendekati dokter, sedangkan Saga dan Ase masih tetap di posisi mereka masing-masing.
"Dokter, bagaimana dengan cucu saya?" tanya Nyonya Griffith dengan nada khawatir. "Hah, ini cucu Anda, Nyonya Griffith?" tanya Dokter Rico, yang merupakan dokter paling lama di rumah sakit tersebut dan sangat mengenali keluarga Nyonya Griffith.
"Ya, dia cucu menantu saya," ucap Nyonya Griffith dengan bangga. Dokter Rico mengalihkan pandangannya pada Saga. "Dia sudah menikah," gumam Dokter Rico dalam hati dengan nada kecewa.
"Dia baik-baik saja, hanya saja sepertinya dia mengalami trauma. Apa yang sebelumnya terjadi?" tanya Dokter Rico.
Saga bangkit dan mendekati dokter tersebut. "Dia mengalami perundungan di pelataran mall, motornya hancur lebur hingga terbelah jadi dua. Saat saya temukan, dia sudah berjongkok dan menangis histeris, lalu setelahnya dia pingsan."
"Ya, Tuan," ucap Dokter Rico. "Sepertinya nona mengalami psikis yang kurang baik.
Saran saya setelah nona sadar, bawalah dia ke psikiater. Saya hanya takut perundungan itu akan menjadi bayang-bayang yang menakutkan untuk nona," ucap Dokter Rico yang langsung berpamitan meninggalkan keluarga Nyonya Griffin.
Nyonya Griffth berlarian masuk ke ruangan Nirmala. Ditatapnya wajah pucat tapi masih terlihat cantik, Oma mengambil tangan milik Nirmala, diletakkan tangan yang terasa dingin itu ke pipinya. "Bangunlah, Nak, jangan buat Oma khawatir," ucap Oma Griffith sambil menangis
Saga mendekat, diraba kening milik Nirmala. Panasnya sudah turun. Sepertinya dokter langsung memberikan obat pada Nirmala saat ia ditangani tadi.
Di tempat lain,
Sarah dan teman-temannya sedang berada di sebuah cafe. Ia dan teman-temannya tertawa terbahak-bahak seolah berhasil mengerjakan sesuatu.
"Gila lo ye? Hah, gimana kalau nanti dia datengin kita nyariin kita? Hah, apa kamu tanggung jawab?" ucap salah satu teman Sarah dengan nada khawatir.
"Ah, enggak mungkin, anak miskin kok mau cari kita? Mau minta ganti rugi? Enggak mungkin!" ucap Sarah sombong.
Tanpa mereka tahu, ada sepasang mata yang memperhatikan gerak-gerik mereka di dalam cafe tersebut.