Amira terperangkap dalam pernikahan yang menyakitkan dengan Nakula, suami kasar yang merusak fisik dan mentalnya. Puncaknya, di pesta perusahaan, Nakula mempermalukannya dengan berselingkuh terang-terangan dengan sahabatnya, Isabel, lalu menceraikannya dalam keadaan mabuk. Hancur, Amira melarikan diri dan secara tak terduga bertemu Bastian—CEO perusahaan dan atasan Nakula yang terkena obat perangsang .
Pertemuan di tengah keputusasaan itu membawa Amira ke dalam hubungan yang mengubah hidupnya.
Sebastian mengatakan kalau ia mandul dan tidak bisa membuat Amira hamil.
Tetapi tiga bulan kemudian, ia mendapati dirinya hamil anak Bastian, sebuah takdir baru yang jauh dari penderitaannya yang lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
Rumah Mama Mia dipenuhi dekorasi berwarna emas dan putih.
Balon-balon bertuliskan Happy Engagement tertempel di dinding, sementara lampu gantung berkelap-kelip menciptakan suasana pesta yang mewah.
Semua tamu undangan hadir dengan pakaian terbaik mereka.
Nakula berdiri di tengah ruangan dengan setelan jas mahal, wajahnya tampak puas.
Isabel di sampingnya memakai gaun putih elegan, senyum sombong tak pernah lepas dari bibirnya.
Mama Mia berdiri di depan mikrofon, mengambil alih perhatian seluruh tamu.
“Selamat datang semuanya! Hari ini adalah hari bahagia karena putraku, Nakula Sadewa, akhirnya menemukan wanita yang tepat untuk mendampingi hidupnya.” ucap Mama Mia.
Para tamu bertepuk tangan dan beberapa kerabat memberikan selamat kepada Nakula dan Isabel.
"Akhirnya kamu bisa mendapatkan calon istri yanh sempurna, Nakula. Tante sempat kecewa saat kamu memilih menikah dengan Amira." ucap Tante Tia.
Nakula tertawa kecil sambil melihat ke arah Isabel.
"Tante, jujur saja aku juga menyesal menikah dengan wanita buruk rupa itu."
Mereka kembali tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan dari Nakula.
Disaat Nakula akan melanjutkan bicaranya, tiba-tiba ia melirik beberapa mobil yang berhenti di depan rumahnya.
Ia melihat mobil yang biasa digunakan oleh Sebastian.
Nakula menggandeng tangan Isabel dan mengajaknya untuk menyambut kedatangan Sebastian.
Diko segera membuka pintu mobilnya sambil menundukkan kepalanya.
Casandra turun dari mobil dengan gayanya yang selalu elegan.
"S-selamat malam, Nyonya Casandra." ucap Nakula.
Casandra mengangguk kecil sambil memberikan hadiah kepada Nakula.
"Tuan Sebastian, tidak ikut ke acara ini?" tanya Nakula.
Casandra melirik ke arah mantan suami Amira yang sangat menyebalkan.
"Sebastian tidak terbiasa dengan acara kecil sepertinya ini." jawab Casandra yang kemudian berjalan masuk.
Banyak sorot mata yang melihat keanggunan dan kecantikan Casandra.
Mama Mia mendekat ke arah Casandra yang akan mengambil makanan.
"Apakah tidak ada makanan yang lebih mahal dari ini? Aku bisa alergi jika makan-makanan seperti ini." ujar Casandra sambil mengangkat satu tusuk sate lilit dari meja prasmanan.
Mama Mia berusaha tersenyum, tapi jelas wajahnya memerah menahan malu.
“Kalau Nyonya Casandra ingin makanan lain, saya bisa minta chef untuk—”
Casandra meletakkan sate itu kembali dengan anggun.
“Tidak perlu repot. Lagipula aku hanya datang sebentar."
Kemudian Casandra memanggil Diko dan memintanya untuk mengantarkannya pulang.
Para tamu melihat bagaimana Casandra yang tidak suka dengan acara pertunangan Nakula.
"Nakula, ada apa ini? Kenapa Nyonya Casandra seperti membenci acara ini?" tanya Isabel.
"Aku sendiri juga tidak tahu, Bel. Mungkin saja beliau sedang ada masalah." jawab Nakula yang kemudian melanjutkan acaranya.
Sementara itu di dalam mobil Casandra tertawa terbahak-bahak sambil menepuk dadanya.
"Nyonya, sudah jangan tertawa lagi." ucap Diko yang sudah lama tidak melihat Casandra yang tertawa seperti itu.
Casandra membuka tasnya dan mengambil tisu untuk menghapus air matanya yang menetes karena tertawa terbahak-bahak.
Diko menggelengkan kepalanya dan kembali fokus menyetir.
"Ini masih permulaan, Dik. Mereka pasti akan pingsan setelah melihat Amira yang sudah menikah dengan anakku." ucap Casandra.
Di sisi lain dimana Sebastian dan Amira yang di dalam jet pribadi.
Pramugari datang sambil membawa makan malam untuk mereka berdua.
Sebastian melihat istrinya yang masih tertidur pulas.
"Sayang, ayo bangun dulu."
Amira yang mendengar suara suaminya langsung membuka matanya.
"Apakah kita sudah sampai?" tanya Amira sambil menutup mulutnya yang sedang menguap.
Sebastian tersenyum lembut saat Amira mengucek matanya pelan.
“Belum, sayang. Masih beberapa jam lagi sebelum kita mendarat di Seoul,” ucap Sebastian sambil merapikan selimut di pangkuan istrinya.
“Tapi kamu harus makan dulu. Aku tidak mau kamu kelaparan.”
“Baik, aku makan dulu.”
Pramugari meletakkan dua tray makanan di meja kecil di depan mereka. Aroma gurih langsung menyebar.
“Ada sup krim seafood, salad udang, dan roti garlic,” ucap pramugari ramah.
Amira langsung mengambil sendok dan mencicipi salad udang tanpa berpikir panjang.
Namun baru dua suapan masuk ke mulutnya, tiba-tiba Amira langsung sesak nafas.
"Bas..."
Sebastian menoleh dan melihat istrinya yang memegangi lehernya.
Ia langsung tahu jika istrinya alergi terhadap makanan laut.
"ANGELA!! AMBILKAN KOTAK P3K!!"
Pramugari terkejut dan segera meraih kotak P3K di dinding kabin.
Ia mengeluarkan autoinjector antihistamin dan inhaler.
Sebastian mendudukkan Amira dengan hati-hati dan memeluknya dari belakang agar pernafasannya lebih lega.
“Sabar, sayang. Tarik nafas panjang dan lihat aku,” ucapnya dengan suara bergetar.
Pramugari menyuntikkan obat ke paha Amira dan memberikan inhaler ke bibirnya.
Perlahan, napas Amira mulai stabil. Wajahnya yang sempat memerah kini berangsur normal.
Sebastian langsung menatap tajam ke arah pramugari.
“Mulai sekarang, tidak ada makanan yang mengandung udang, seafood, atau apapun yang bisa memicu alerginya. Paham?”
“Iya, Tuan! Saya minta maaf, saya tidak diberi informasi—”
“Tidak ada alasan. Pastikan makanan pengganti segera datang,” potong Sebastian tegas.
Pramugari buru-buru mengangguk dan berlari ke dapur pesawat untuk menyiapkan makanan baru.
Sebastian kembali fokus pada Amira, mengusap punggungnya perlahan.
“Aku minta maaf kalau aku tidak bilang kalau aku alergi udang. Jangan salahkan Angela” ucap Amira pelan sambil tersenyum lemah.
Sebastian menganggukkan kepalanya, lalu mencium keningnya.
Tak berselang lama Angela kembali membawa makanan untuk Amira.
Amira mencubit lengan suaminya dan memintanya untuk meminta maaf kepada Angela.
Sebastian mengerjap pelan saat merasakan cubitan kecil di lengannya.
“Ach, kenapa?” tanyanya bingung.
Amira mengangkat alisnya sambil melirik Angela yang berdiri canggung memegang tray makanan pengganti.
“Minta maaf,” ucap Amira tegas namun pelan.
Sebastian mendengus pelan, lalu menoleh pada Angela.
Dengan nada setengah enggan namun tetap sopan.
“Angela, aku minta maaf. Aku terlalu berlebihan tadi.”
Angela tersenyum lega sambil menggelengkan kepalanya.
“Tidak apa-apa, Tuan. Saya juga yang ceroboh karena tidak memastikan informasi alergi Nyonya.”
Amira mengangguk puas lalu menerima tray makanan baru.
“Kamu boleh pergi,” ucap Sebastian.
Namun sebelum Angela beranjak, Amira memanggilnya lagi.
“Angela.”
Angela berhenti dan menoleh cepat saat Amira memanggilnya.
“Terima kasih,” ucap Amira tulus.
Angela tersenyum lebar sambil membungkuk kecil.
“Senang bisa membantu, Nyonya.”
Begitu Angela pergi, Sebastian langsung mengerucutkan bibirnya.
“Sekarang semua kru mengira aku suami galak.”
Amira terkekeh sambil menyuapkan roti ke mulutnya sendiri.
“Kamu memang galak.”
Sebastian menghela napas, lalu meraih garpu dan mulai menyuapi istrinya.
“Kalau galakku cuma untuk melindungi kamu, aku tidak keberatan disebut macan.”
Amira tertawa sambil menahan pipinya yang memanas.
“Ya ampun, ini macan romantis."
“Untuk kamu, aku bisa jadi macan, kucing, bahkan ikan cupang.”
Amira langsung terbatuk menahan tawanya saat mendengar perkataan dari suaminya.
“Sudah, sudah., Sebelum kamu berubah jadi komodo sekalian.”
Sebastian ikut tertawa dan mengacak rambut istrinya.
Setelah makan, Amira kembali bersandar di bahunya, tubuhnya lebih rileks.
Lampu kabin diredupkan, hanya menyisakan cahaya lembut dari jendela yang memantulkan bulan di atas awan.
Sebastian meraih selimut lalu menyelimuti mereka berdua.
“Bas,” panggil Amira pelan.
“Hm?”
“Terima kasih, sudah membuatku merasa aman.”
Sebastian mengecup kening istrinya sambil menggenggam tangannya.
“Tugas suami memang menjaga istrinya. Dan mulai hari ini, tidak ada yang boleh menyakitimu lagi. Bahkan udara pun tidak boleh membuatmu bersin tanpa izinku.”
Amira tertawa kecil sambil memejamkan matanya.
“Baik, Tuan Vanderkus.”
Sebastian tersenyum sambil memeluknya lebih erat.
karna bastian mandul