Setelah 3 tahun berpisah, takdir kembali mempertemukan Rexi dengan cinta pertamanya, Rania, yang kini tengah dilanda ujian dalam prahara rumah tangganya bersama sang suami, Raffael Senzio.
Dari pertemuan itu, Rexi mulai menyelidiki kehidupan Rania, wanita yang masih bertahta kuat di dalam hatinya. Melihat ada kesempatan, akhirnya Rexi memutuskan untuk merebut kembali cinta pertamanya.
Sementara di sisi lain, ada Raffael yang berusaha keras memperbaiki hubungannya bersama Rania dan mempertahankan keutuhan rumah tangga mereka.
Akankah cinta pertama mendapatkan kesempatan kedua? atau Rania akan memberikan kesempatan itu pada suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Diana Putri Aritonang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8. Mencurigakan.
"Bagaimana sekarang? Sudah lebih baik?" tanya Rexi penuh perhatian. Pria itu sedang menemani Rania yang perlu makan, setelah selesai menangis menumpahkan kesedihannya tadi. Tangan Rexi terulur, ingin menyeka sisa makanan yang ada di sudut bibir Rania, tapi wanita itu segera menghindar.
Rania menggeleng kecil, "Aku baik-baik saja," beritahunya dengan suara yang tercekat. Ia merasa sedikit malu karena telah memperlihatkan kelemahannya di depan Rexi.
Apa yang terjadi tadi di antara ia dan Rexi sudah di luar kendali. Rania memperlihatkan betapa tidak bahagianya dirinya selama ini. Yang seharusnya tidak ia perlihatkan luka itu pada orang lain, terlebih pada Rexi—sang mantan kekasih.
"Kau tidak perlu berpura-pura di depanku, Rania. Aku tahu kau tidak baik-baik saja," kata Rexi dengan suara yang lembut.
Rexi tidak ingin Rania menyembunyikan perasaannya, tidak ingin Rania berpura-pura lagi bahwa semuanya baik-baik saja ketika kenyataannya tidak demikian.
"Jangan sok tahu. Aku sangat baik-baik saja. Dan teramat sangat bahagia."
Rexi tersenyum mendengar sangkalan yang Rania berikan. "Benarkah?" tanyanya menghentikan gerakan Rania yang sudah bersiap ingin pergi. "Lalu air mata apa itu tadi? Apa air mata haru? Karena kau terlalu merindukanku?" Rexi menyunggingkan senyum yang menyebalkan di mata Rania.
"Kau terlalu percaya diri," dengus Rania. "Aku sudah melupakanmu."
Selesai mengatakan hal itu, Rania tersentak saat kursinya berputar arah dan dengan Rexi yang sudah berdiri di hadapannya. Ia mendongak menatap wajah Rexi yang kini mencondongkan tubuhnya.
"Semakin lama dibiarkan, semakin lihai saja bibir ini untuk berbohong." Rexi mengusap bibir Rania pelan dengan ibu jarinya, yang langsung ditepis cepat oleh Rania. "Sudah melupakan aku? Aku tidak percaya, kau bisa melupakan aku dengan begitu mudahnya, Sayang," kata Rexi dan dengan gerakan nyaris tak terbaca oleh Rania, ia mencium bibir wanitanya itu.
Rania jelas terkejut dengan tindakan Rexi. Susah payah ia mendorong tubuh kekar itu, hingga ciuman Rexi terlepas dari bibirnya.
"Jaga sikapmu, Rexi!" kecam Rania marah. "Kau lupa, aku sudah bersuami!!"
Tak!
Rexi melempar ponselnya ke atas meja hingga suara seseorang langsung terdengar dari sana.
"Emmhhh... lakukan lebih cepat, Natalie. Sebelum istriku tiba."
Deg!
Suara berat Raffael yang sepertinya tengah menahan sesuatu terdengar, beserta erangan halus dan tertahan, yang membuat ujung ujung jari Rania mulai bergetar.
Rania sempat terpaku, tapi kesadarannya segera kembali. Ia langsung menyambar ponsel Rexi dan mematikan rekaman suara laknat itu.
"Kau mencari tahu tentang kehidupanku?" tanya Rania dengan susah payah meredam suaranya yang juga ikut bergetar. "Kau mengingkari janjimu?" Matanya memancarkan cahaya yang rumit—kekecewaan, luka, kesedihan, juga putus asa dan malu.
"Dari dulu, dari awal kita bertemu, aku selalu menuruti semua keinginanmu. Apapun permintaanmu, asal semua itu bisa membuatmu bahagia," kata Rexi mengunci Rania dengan tatapan lekatnya.
"Termasuk tidak mencari tahu tentang kehidupanmu setelah menikah, meski aku begitu merindukanmu. Aku melepasmu karena permintaanmu. Aku tidak takut kehilangan apapun, Rania. Bahkan diriku sendiri hanya untukmu."
Rania kembali menangis. Setiap kata yang keluar dari mulut Rexi begitu menusuk dalam perasaannya. Membangkitkan rasa penyesalan besar yang terus membelenggunya selama ini.
"Tapi sekarang berbeda. Aku tahu kau tidak bahagia bersama pria bajingan sepertinya. Dan jangan minta aku untuk diam saja."
Rexi maju selangkah, ia menyentuh wajah Rania, mengusap air mata wanitanya. "Aku tahu kau masih mencintaiku, dan aku akan membuatmu mengingat cinta kita yang sebenarnya," kata Rexi sebelum ia mendekatkan wajahnya dan menyatukan bibir mereka.
"Aku akan membuktikan bahwa aku lebih baik daripada dia," ucap Rexi lagi, meyakinkan Rania di sela ciumannya.
*
*
*
"Tidak perlu mengantarku." Rania keluar dari dalam mobil yang pintunya dibukakan oleh Rexi.
Rexi mengangguk, ia tidak akan mengantar Rania sampai ke unit apartemennya, cukup sampai di basement.
"Hubungi aku jika terjadi sesuatu, Sayang," kata Rexi yang membuat Rania menoleh ke arahnya.
"Aku masih istri orang, Rex." Rania memperingatkan Rexi yang sama sekali tidak bisa menjaga sikap maupun kata-katanya.
"Iya-iya, aku ingat. Istri orang yang aku sayang, jangan lupa untuk membalas pesanku."
Rania tidak menanggapi ucapan Rexi itu. Ia memilih berlalu, meninggalkan Rexi yang mendengus namun tersenyum sumringah setelahnya. Rexi pergi meninggalkan gedung apartemen Rania setalah wanitanya masuk ke dalam lift.
Membuka pintu apartemen, Rania hanya menemukan kegelapan. Tidak ada Raffael di sana, pria itu pasti menghabiskan waktu bersama Natalie, pikir Rania.
Namun, tiba-tiba sepasang tangan terulur memeluknya dari belakang, bersamaan dengan cahaya lampu yang menyala, membuat ruangan indah itu kini terang benderang.
Happy Anniversary, My Wife
Kelopak mawar yang ada di atas lantai merangkai indah kalimat itu. Rania mengangkat pandangannya, matanya menangkap meja makan kecil yang sudah diatur dengan sempurna, dengan latar belakang dinding kaca yang memamerkan keindahan malam kota New York. Cahaya gemerlap lampu-lampu kota yang berkedip di kejauhan seolah-olah menari-nari di balik kaca, menciptakan suasana romantis yang sempurna untuk perayaan anniversary mereka.
Raffael sengaja menata semuanya. Ia ingin memberikan kejutan pada sang istri.
"Kau suka, Sayang?" bisik Raffael pada Rania. "Aku ingin membuat malam ini spesial untukmu. Kau layak mendapatkan yang terbaik," ucap Raffael lagi penuh kehangatan.
Raffael memeluk Rania kian erat, menenggelamkan wajahnya dan mencium tengkuk istrinya. Namun, bukan aroma vanila yang menyeruak memenuhi indra penciumannya, melainkan aroma maskulin pria yang begitu khas. Raffael langsung menegakkan kepala dan memutar tubuh Rania untuk menghadap ke arahnya. Ia menatap begitu serius istrinya itu.