NovelToon NovelToon
Kanvas Hati

Kanvas Hati

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / Romantis / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Lia Ramadhan

Berawal dari seorang Pelukis jalanan yang mengagumi diam-diam objek lukisannya, adalah seorang perempuan cantik yang ternyata memiliki kisah cinta yang rumit, dan pernah dinodai oleh mantan tunangannya hingga dia depresi dan nyaris bunuh diri.
Takdir mendekatkan keduanya, hingga Fandy Radistra memutuskan menikahi Cyra Ramanda.
Akankah pernikahan kilat mereka menumbuhkan benih cinta di antara keduanya? Ikuti kelanjutan cerita dua pribadi yang saling bertolak belakang ini!.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lia Ramadhan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 8.

Suasana hangat terasa di ruang makan keluarga Alfian ini. Papa dan mama Cyra memperlakukan Fandy layaknya anak sendiri. Fandy sangat bersyukur diterima baik oleh keluarga ini.

Orang tua Cyra meski mereka termasuk keluarga berada, tetapi bersikap dan kesehariannya sangat sederhana.

Rumah besar berlantai dua ini dan koleksi mobil mahal di garasi, juga barang mewah lainnya yang tersusun rapi di ruang tamu dan juga ruang tengah seolah menegaskan betapa kayanya mereka.

Fandy seolah mengingat kembali semua kejadian di rumah ini sebelum dia menikahi Cyra, apalagi tentang mahar pernikahan.

Fandy saat pertama kali menjejakkan kakinya di rumah Cyra ini sempat merasa minder, apakah dia bisa membahagiakan Cyra dengan materi yang dia miliki saat ini. 

Jika dibandingkan dengan fasilitas yang Cyra terima dari orang tuanya, harta Fandy tidak seberapa sepertinya. Lebih tepatnya Cyra dan Fandy ibarat bumi dan langit, si kaya Cyra dan si miskin Fandy. 

Flashback 2 hari sebelum pernikahan.

“Assalamualaikum, permisi Om dan Tante,” ucap Fandy dengan sopan saat pertama kali ke rumah Cyra.

“Waalaikumsalam, mari masuk, Nak Fandy,” ajak Mama Cyra setelah membuka pintu rumahnya.

Setelah dipersilahkan duduk di sofa ruang tamu, Fandy menjelaskan alasannya datang saat ini. Tanpa banyak basa-basi, Fandy langsung ke topik utama.

“Alasan saya datang hari ini, ingin memberi tahu Om dan Tante. Mahar saya untuk Cyra berupa gelang emas seberat 5 gram dan cincin pernikahan kami masing-masing seberat 2 gram.”

“Mohon maaf Om dan Tante, jika hanya ini kemampuan saya untuk maharnya,” ujar Fandy sambil menunduk.

Papa dan mama Cyra hanya tersenyum, tidak ada rasa kecewa atau protes dengan niat baik Fandy itu. Sedangkan Fandy merasa amat gugup dan bingung ingin berkata apalagi.

Papa Cyra yang duduk berhadapan langsung dengan Fandy langsung berkata tegas. “Angkat kepalamu, Nak Fandy!"

"Niat kamu dari awal sudah baik ditambah kamu juga mengupayakan mahar pernikahan sesuai kesanggupanmu. Saya sangat menghargainya.”

"Jika dari awal kamu sudah menyanggupi ingin menikahi putri satu-satunya tersayang kami, maka lanjutkan saja niat baikmu itu, Nak."

"Insyaallah harta akan bisa kamu cari, asalkan dengan niat dan doa tulus disertai kerja keras pasti bisa kamu dapatkan kelak di kemudian hari.”

“Saya tidak memandang seseorang karena hartanya atau apa yang dimilikinya, Nak. Saya percaya Fandy lelaki yang baik, jujur dan bertanggung jawab."

"Pinta saya, tolong bahagiakan Cyra jangan buat dia sedih atau kecewa lagi.”

“Kami merestuimu menjadi calon suami Cyra karena kamu tulus, Nak. Kami melihat kamu juga menyayanginya,” sambung Mama Cyra.

Fandy merasa lega dan terharu, tidak menyangka kedatangannya ini disambut baik dengan tangan terbuka.

Orang tua Cyra termasuk orang kaya yang tidak sombong dan menghargai orang lain, tidak menilai seseorang dari hartanya.

“Baik Om dan Tante. Terima kasih telah menerima alasan saya ini, saya akan berusaha untuk membahagiakan Cyra saat ini dan di masa depan,” tekad Fandy.

“Bagus itu Nak, terus berusahalah! Jangan cepat menyerah dengan situasi dan kondisi yang terjadi saat ini juga di masa depan,” nasehat Papa Cyra.

“Iya Om, Tante. Saya akan selalu mengingat nasehat ini,” ucap Fandy.

Flashback off.

Cyra sempat heran, melihat suaminya tengah melamun di depan piring, makanan yang terhidang di piringnya belum Fandy sentuh sama sekali.

“Abang kenapa? Enggak suka lauknya ya? Saya ganti lauk yang lain mau?” Cyra berbisik pelan di dekat Fandy.

Fandy seolah tersadar dari lamunannya, karena saat Cyra berbisik seraya tangannya ditepuk perlahan.

“Hmm... enggak apa-apa Cyra. Suka kok sama lauknya. Ini mau saya makan,” jawab Fandy sambil menyuap makanan ke mulutnya.

Mama Cyra yang melihat interaksi keduanya sontak menegur. “Kalian sudah resmi menikah, kok ngomongnya masih pakai kata saya? Seolah ada jarak di antara kalian.”

“Sabar Ma, mungkin mereka masih canggung satu sama lain,” tambah Papa Cyra.

Fandy dan Cyra spontan saling menatap dan tersenyum kaku seolah merespon ucapan mamanya tadi.

“Maaf Mama, Papa. Iya nanti kami akan coba untuk merubahnya,” ujar Cyra sambil berusaha tetap tersenyum.

“Jangan cuma iya saja sayang, tapi mulai saat ini, detik ini juga!” tegas Mama.

“Ya Allah Papa, Mamaku ini lagi kenapa sih? Perasaan dari tadi ngegas terus, aku tahu kalau salah kok.” Cyra mengeluh akhirnya ke Papanya.

“Kamu jangan masukan dalam hati ya, itu teguran sayang Mama karena perduli pada kalian berdua. Dimengerti saja oke?” kata Papa dengan santainya.

“Iya Pa, aku mengerti. Bang Fandy juga ngerti, kan?” tegur Cyra sambil menyenggol lengan Fandy di sebelahnya.

“Iya, Cyra. Abang mengerti. Aku dan kamu yang salah pastinya…hehehe,” canda Fandy seakan mencairkan suasana di meja makan yang sempat tegang tadi.

“Abang ihh... kok aku jadi kesal ya sama kamu.” 

Tanpa banyak kata lagi, Cyra menghujami Fandy dengan cubitan di perut dan di lengannya. Fandy berusaha menghindar dan bangun dari duduknya tapi Cyra menahan Fandy untuk tetap duduk diam.

“Ampun Cyra... aduh... udah ya. Sakit semua ini badan aku lho,” ujar Fandy tanpa emosi sambil mengeluh kesakitan.

“Bodo amat, abisnya Abang udah bikin aku kesal.” Cyra tidak perduli, terus mencubiti Fandy tanpa ampun.

Fandy tidak ingin membalas, hanya pasrah menerima cubitan istri cantiknya ini. “Lagi kesal gitu, Cyra kok makin cantik ya,” batin Fandy sambil tersenyum.

Interaksi manis sejoli itu dilihat mama dan papa, membuat keduanya langsung melepas tawa yang ditahan sedari tadi. 

“Hahaha... lihat mereka Ma. Udah kaya Tom dan Jerry,” ucap Papa sambil tertawa.

“Iya benar, lucu dan manis ya mereka berdua ini. Hahaha… rumah ini jadi ramai lagi ya Pa,” kata Mama seakan bahagia kehangatan keluarga ini tetap terjaga.

“Nah gitu dong kalian, sekarang ngobrolnya udah aku dan kamu. Mama dan papa harap kalian semakin rukun ke depannya, juga cepet-cepet kasih kami cucu ya, “ tambah Mama.

“Ihh... Mama apaan sih, kita juga baru nikah hari ini. Udah minta cucu cepat-cepat saja. Memangnya bikin anak kaya bikin kue langsung jadi,” protes Cyra sambil tetap mencubiti Fandy.

“Sudah-sudah hentikan cubitanmu itu Cyra, kasian Fandynya. Kita lanjut makan lagi," tegur Papa yang membuat Cyra otomatis berhenti mencubit.

Akhirnya makan malam mereka dilanjutkan kembali hingga selesai. Setelah itu, papa mengajak Fandy ke ruang tengah untuk berbincang santai.

Cyra masih membantu Mamanya membereskan meja makan dan mencuci piring.

Saat sudah di ruang tengah keluarga. Papa tampak dengan wajah serius menatap Fandy yang duduk di sebelah kirinya.

“Setelah ini, apa rencanamu selanjutnya dengan Cyra?” tanya Papa to the point.

Fandy tampak berpikir sesaat, agak ragu untuk menjawab jujur dengan mertuanya ini.

“Maaf Pa, sampai sore tadi kami berdua belum membahas lebih lanjut. Besok atau lusa mungkin ada rencana pastinya,” ucapnya pelan.

“Oh... begitu ya. Papa harap dalam seminggu ini kamu dan Cyra tinggal di rumah ini dulu. Setelah ini, terserah kalian.”

“Maaf, Nak Fandy. Papa dan mama masih terasa berat melepas putri kesayangan kami ini. Mohon maklum ya,” kata Papa yang terdengar lirih di telinga Fandy, wajahnya menyiratkan kesedihan.

Fandy sangat mengerti, Cyra seorang anak tunggal seperti dirinya. Apalagi melihat Cyra mendapat limpahan kasih sayang dan materi berlebih dari orang tuanya, hanya itu perbedaan mencolok di antara mereka berdua.

“Fandy sangat mengerti Pa, terserah Cyra maunya bagaimana nanti Fandy tinggal mengikuti.”

“Jangan begitu, Nak. Kamu itu suaminya. Istrilah yang mengikuti aturan dan langkah suami,” tegur Papa serius.

“Satu lagi, tolong maklumi jika Cyra bersikap agak manja padamu. Mungkin karena dari kecil, kami terbiasa memanjakannya.”

“Dari luar sosok Cyra terlihat tegas, mandiri dan pekerja keras meski sedikit ceroboh. Dia bisa bersikap manja hanya kepada orang yang dia rasa nyaman berada di dekatnya saja.”

“Baik Papa, Fandy paham. Nanti kami coba diskusikan lagi berdua. Tidak masalah bagi Fandy jika Cyra bersikap manja."

"Fandy malah senang Pa. Ingin membuat Cyra selalu merasa bahagia dan nyaman di dekat saya.”

“Terima kasih, Nak. Jika Papa tidak salah ingat, saat Cyra masih dengan Boy. Papa tidak pernah melihat interaksi manis mereka seperti kalian saat ini.”

Fandy langsung tersenyum senang, merasa dirinya sedikit lebih baik dari mantan berengseknya Cyra itu.

“Masa sih Pa?” Mereka bukannya sempat bertunangan, harusnya lebih mesra, kan?” tanya Fandy penasaran.

Belum sempat papa Cyra menjawab pertanyaan Fandy, orang yang sedang mereka bicarakan tiba-tiba sudah muncul di belakang mereka.

“Hayo... pasti lagi pada ngomongin aku, kan?” Cyra dengan yakinnya bertanya.

“Sok tahu kamu, kami hanya mengobrol santai urusan laki-laki,” elak Papa cepat sambil mengedip mata ke Fandy.

Cyra menyipitkan matanya, seolah menganalisa gestur keduanya dan tidak percaya, firasatnya biasanya benar dan tidak mungkin salah. Pasti papa dan suaminya yang berbohong.

Papa dan Fandy kompak terdiam. Cyra malas berdebat. Dia memilih untuk mengajak Fandy kembali ke kamarnya

“Yuk Bang! Kita kembali ke kamar saja. Aku mau mandi, badan terasa lengket ini,” ajak Cyra.

“Iya ayuk! Permisi ya Pa. Kami duluan ke kamar,” pamit Fandy.

“Papa kalau tadi bohong, Cyra doain bisulan di bokongnya lho... hihihi,” isengnya Cyra menggoda papa sambil menarik Fandy untuk segera menjauh dari papanya.

“Eh... kamu kok gitu sih, doain Papanya bisulan. Parah banget sayang, awas aja kamu nanti!” ancam Papa.

Cyra dan Fandy terkekeh, lalu tetap melangkah menuju tangga. Cyra kini ingin mengerjai suaminya. “Abang gendong Cyra sampai kamar mandi ya,” pintanya dengan wajah penuh harap.

“Iya, Cyra. Boleh banget, apa sih yang enggak buat kamu."

“Makasih Bang Fandy, muahhh… muahhh,” kecup Cyra di kedua pipi Fandy, merasa senang inginnya dituruti suami.

Fandy terkekeh pelan, gemas dengan sikap Cyra. Dibalasnya kecupan Cyra itu dengan dua kecupan mesra di bibir tipis Cyra.

“Cup...cup… sama-sama Cyra.” 

Cyra hanya melongo dalam gendongan, tidak menyangka Fandy membalas kecupannya di bibir bukan di pipi.

1
Syahril Salman
semangat lanjut kakak 💪😍
Syahril Salman: sama2 kak😍
total 2 replies
Mericy Setyaningrum
Romantis ceritanya ya Kak
Lia Ramadhan 😇😘: makasih banget kak untuk supportnya🙏🤗
total 3 replies
Syahril Salman
jadi tambah bagus kak covernya 😍👍
Lia Ramadhan 😇😘: terima kasih kak🙏
total 1 replies
Syahril Salman
Ceritanya bagus, simple dan mudah dimengerti. Saya suka karakter Fandy yang berkomitmen, padahal belum mengenal Cyra lebih jauh tetapi berani memutuskan akan menikahinya.
Lia Ramadhan 😇😘: terima kasih kak untuk ulasan positifnya🙏
total 1 replies
Syahril Salman
lanjutkan kk ceritanya 👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!