"Putus kan pacar Lo!!"
Revano menatap tajam ke arah Renata, mata nya menelisik dari atas ke bawah, memperhatikan Renata dengan begitu intens.
Sementara Renata hanya diam...rasa cinta untuk pacarnya itu masih sangat dalam. Tidak mungkin kan dia begitu saja memutuskan hubungan ini, apalagi alasan karena seseorang.
"Gue kasih waktu sampai nanti malam,...kalau lo belum mutusin dia, siap siap saja....gue minta hak gue.."
"Gue makan Lo!"
Bisik Revano di telinga Renata, dengan hembusan nafas yang begitu kentara, membuat Renata seketika merinding.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aulina alfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aneh
"Ikut gue nanti!"
Hari sudah berganti yang nyatanya semalam Revano sudah mendengar sendiri dari Papa Danes mengenai pertemuannya dengan orang tua dari Renata.
Papa Danes sudah menceritakan semuanya kalau Papah Bian itu belum memberi keputusan tergantung dari Renata dan juga semalam itu Papa Danes juga menerima telepon dari papa Bian kalau Renata menolak, hingga akhirnya Revano mempunyai ide gila untuk membuat Renata mau menerima pernikahannya, ya dengan sedikit paksaan.
"Ngapain pagi-pagi sudah ngajakin orang?"
Mahesa satu-satunya sahabat Revano yang dipercaya tidak membongkar rahasia, tentunya dalam menjalankan misi ini Revano butuh orang meskipun hanya satu saja tidak butuh orang banyak.
"Banyak bacot! nanti aja!!"
Ujar Revano yang langsung saja melangkahkan kakinya menuju ke warung belakang sekolah, seperti biasa Revano memang berangkat sekolah tetapi laki-laki itu tidak masuk ke kelas melainkan langsung saja ke warung belakang sekolah yang dijadikan markas ketika berada di sekolah.
Dan entah kenapa tidak ada semangat sekali dari diri Revano untuk masuk ke kelas mendengarkan pelajaran dari bapak ibu guru. Meskipun Revano sering bolos tidak pernah masuk, tapi jangan salahkan otaknya, otaknya Revano itu benar benar ajaib, hanya saja males apalagi males diatur-atur.
"Dasar tuh orang memang sukanya bikin teka-teki"
...****************...
Berbeda tempat, sedari pagi Renata bibirnya sudah manyun, ekspresi wajahnya sudah tidak menyenangkan. Ya tentunya karena pembicaraan dengan papanya kemarin siang walaupun semalam dan juga tadi pagi tidak ada pembicaraan lagi mengenai hal itu namun ucapan-ucapan dari Papah Bian itu masih terngiang ngiang di dalam pikirannya.
Renata menolak mentah-mentah perjodohan tetapi semalam Renata juga tidak bisa tidur memikirkan baik buruknya dirinya memang tidak menerima Perjodohan apalagi tidak tersiapa laki-laki yang akan dijodohkan dengannya tetapi Renata pikir-pikir lagi kalau Renata tidak menerimanya lalu bagaimana nasib dengan perusahaan milik papanya yang Renata tahu perusahaan itu sudah ada dari zaman dulu karena perusahaan itu dirinya bisa sekolah di tempat yang mahal bisa hidup enak bahkan bisa shopping setiap bulannya orang tuanya juga tidak membatasi soal pengeluaran Renata yang terbilang sangat boros sekali.
Apakah harus korbankan diriku demi perusahaan Papa? tidak! aku tidak mau tetapi kalau tidak bagaimana nasib papa perusahaan itu peninggalan kakek dan tentunya kakek di sana pasti akan sedih ketika melihat perusahaannya hancur, selama ini Papa sudah berusaha semaksimal mungkin untuk membesarkan mendirikan bahkan mempertahankan perusahaan itu supaya tidak goyah supaya tetap baik-baik saja.
"Yank, kenapa sedari tadi aku perhatikan kamu ngelamun, ada sesuatu yang dipikirkan?"
Radit yang mana baru datang langsung saja menuju ke kelas Renata. Radit sendiri sebenarnya adalah kakak kelas Renata dan tadi pagi Renata memang sengaja tidak meminta Radit menjemput karena Renata ingin berangkat sendiri dan nanti pulangnya bisa jalan-jalan dulu sama Nana ya sekedar melepaskan penat yang ada di dalam pikiran ini.
"Kamu punya uang 5 miliar nggak yank?"
Langsung saja to the point siapa tahu Radit bisa membantu karena semalam yang Renata hubungi adalah Nana.
"5 miliar? untuk apa yank? uang sebanyak itu aku nggak punya..."
Renata menghela nafas panjang, bukan kecewa bukan pula marah. Renata sudah duga pasti kekasihnya itu tidak mempunyai uang sebanyak itu, lalu Renata harus bagaimana lagi? merelakan perusahaan peninggalan kakeknya hancur lebur begitu saja atau merelakan dirinya menikah muda dengan laki-laki yang sama sekali tidak dikenalnya dengan laki-laki yang sama sekali tidak dicintainya?
Nggak!! aku nggak mau...
"Buat ngebantu perusahaan Papa yang sekarang lagi butuh suntikan dana."
"Sebentar ya yank, aku kirim pesan sama Papa dulu siapa tahu Papa bisa membantu."
Radit dengan tulus ingin membantu Renata tetapi apalah daya uangnya aja tidak ada 5 miliar lagi pula meskipun ada nanti Papanya pasti bertanya-tanya mau digunakan untuk apa lebih baik Radit menghubungi Papanya saja untuk menanyakan apakah bisa membantu perusahaan Renata.
"Halo Pa, gimana?"
....
"Ya udah nggak papa."
Tadi Radit memang sengaja mengirimkan pesan takut jika Papah nya itu ada dalam perjalanan atau bagaimana hingga akhirnya bukan balasan tetapi Papanya Radit malah menelpon.
"Maaf yank,
"Kata Papa keuangannya juga lagi defisit uang sebanyak itu tidak ada bahkan Papa bulan depan juga harus pintar-pintar untuk menarik kerjasama dengan investor asing untuk menambah modal dan juga keuntungan."
Renata tersenyum dan ini memang sudah diduga, uang 5 miliar itu tidaklah sedikit, jumlahnya sangat banyak.
"Kamu nggak papa kan yank? maaf ya aku nggak bisa bantu."
"Nggak apa-apa, lagian ini aku berusaha ngebantu Papa aja pasti nanti papa juga punya jalan lainnya kan saudara Mama banyak, teman-teman Papa juga banyak."
Jawab Renata lagi lagi dengan tersenyum menampilkan aura wajahnya yang dibuat seceria mungkin karena semua omongannya itu tidaklah benar, semalam Renata sudah menghubungi saudara-saudara dari mamanya dan jawabannya hanya satu, uang perusahaan mereka juga digunakan sendiri ya maklumlah ... perusahaan milik saudara-saudara Mamanya itu bukan perusahaan yang besar tetapi perusahaan yang sedang berkembang tentunya untuk menggelontorkan uang sebanyak 5 miliar itu mereka juga harus pikir-pikir lagi.
"Aku senang deh yank, kamu bisa membagi sesuatunya sama aku. Kalau ada apa-apa cerita lagi ya meskipun aku tidak membantu setidaknya aku bisa meringakan sedikit beban di kepala kamu."
Radit menggenggam tangan Renata kemudian mencium punggung nada-nada itu dengan sangat mesra.
Drett...drettt
Hingga tiba-tiba, ponsel yang berada di saku baju Radit itu bergetar, ada sebuah panggilan telepon.
"Sebentar yank, ada telepon masuk aku lihat dulu.."
Radit melepaskan genggaman tangan Renata kemudian merogoh ponselnya yang berada di saku, melihat siapa yang menelpon nya.
Cindy? ngapain lagi?
Dan Radit hanya melihat nya....hanya melihat saja tanpa ada niatan untuk menjawab telpon itu.
"Siapa yank? kok nggak diangkat."
Renata bertanya kenapa Radit tidak mengangkat teleponnya dan membiarkan telepon itu bergetar karena suaranya sengaja dimatikan.
"Orang iseng, ini hanya nomor-nomor saja."
Ya Radit memang sengaja menghapus kontak Cindy mantan pacarnya yang selama ini masih menghubunginya bahkan keduanya juga masih saling bertemu di belakang Renata dan tentunya Radit juga sudah menghafal nomor Cindy itu hingga membuat Renata tidak curiga sama sekali karena memang di sana hanya terlihat nomor-nomor saja.
"Oh.."
Renata percaya karena ia tahu bagaimana sifat kekasihnya itu yang mana jika nomor-nomor saja, Radit tidak akan pernah mengangkatnya, palingan juga iseng.
[Radit, nanti malam temenin gue]
Ting
Ada pesan masuk di ponsel Radit, membuat Radit langsung saja mengambil ponselnya yang tadi tergeletak di atas meja, pastinya takut jika sama nanti Renata curiga atau ikut membaca siapa yang mengirimkan pesan itu
Sialan gue harus gimana?
"Aku ... aku ke kelas dulu ya yank nanti istirahat kita ke kantin bersama, nggak usah terlalu dipikirkan."
Buru-buru Radit keluar meninggalkan kelas Renata, padahal bel masih lima belas menit lagi berbunyi tetapi Radit takut jika sampai nanti Cindy meneleponnya lagi yang akan membuat Renata curiga.
Aneh....
Batin Renata yang melihat Radit buru buru keluar dari kelasnya setelah membaca pesan di ponsel nya.