Nesa Callista Gambaran seorang perawat cantik, pintar dan realistis yang masuk kedalam kehidupan keluarga Wijaksono secara tidak sengaja setelah resign dari rumah sakit tempatnya bekerja selama tiga tahun terakhir. Bukan main, Nesa harus dihadapkan pada anak asuhnya Aron yang krisis kepercayaan terhadap orang lain serta kesulitan dalam mengontrol emosional akibat trauma masa lalu. Tak hanya mengalami kesulitan mengasuh anak, Nesa juga dihadapkan dengan papanya anak-anak yang sejak awal selalu bertentangan dengannya. Kompensasi yang sesuai dan gemasnya anak-anak membuat lelah Nesa terbayar, rugi kalau harus resign lagi dengan pendapatan hampir empat kali lipat dari gaji sebelumnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Demar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sore Yang Melelahkan
Bodohnya Arthur berharap Nesa membujuknya sampai mau seperti yang biasa gadis itu lakukan. Nyatanya dia tidak melakukannya. Dia malah pergi meninggalkannya sendirian di dapur. Meski kesal, Arthur mengambil capsul obat yang di letakkan di atas meja lalu meminumnya bersamaan dengan tegukan air putih. Setelah itu Arthur bergegas menyantap makanannya.
“Ahhhh akhirnya.” Arthur menelan suapan terakhir. Makanan ini sangat lezat, sangat berbeda dengan apa yang dia makan di perusahaan tadi. Padahal ini hanya masakan biasa dan sederhana sementara makanan di perusahaannya di masak oleh chef berpengalaman bergaji puluhan juta. Apa yang gadis itu masukkan dalam masakannya hingga bisa selezat ini? Ini tidak bisa dibiarkan. Bagaimana jika dia sedang bekerja atau pergi ke luar kota. Tidak mungkin Arthur terus-terusan tidak makan, dia bisa mati kalau begitu.
Arthur kembali ke ruang tamu, anak-anaknya masih asyik bermain. Pandangannya tertuju pada Nesa yang berbaring menutup mata di atas sofa. Kelihatannya gadis itu sangat kelelahan. Kesadaran Arthur terasa pulih setelah perutnya terisi. Mendadak dia merasa bersalah sudah menyinggung Nesa. Arthur baru mengetahui dia adalah seorang perawat. Selama ini Arthur sepele berpikir Nesa adalah gadis tidak berpendidikan sehingga mau bekerja sebagai pengasuh. Pantas dia sangat telaten serta mengerti banyak tentang kesehatan dan pertumbuhan anak. Bisa-bisanya tadi Arthur mengatakan dia sok pintar.
“Daddy sudah pulang?” Aron menghampiri Daddynya dan mencium punggung tangan Arthur. Anak itu tidak begitu canggung lagi. Tadi pagi hubungan mereka sudah membaik.
“Hai Son…” Arthur memberikan ciuman di kening putra sulungnya.
“Daddy pulang sangat cepat, Aron senang sekali.”
“Benarkah?”
“Tentu saja, selama ini Daddy jarang pulang. Aron merindukan Daddy.”
Hati Arthur seperti tertusuk jarum. Dirinya sudah banyak menabur kesedihan dalam diri anak-anaknya.
“Maafkan Daddy…”
“Tidak apa-apa Dad, kata Sus Nesa Daddy sedang berjuang untuk hidup banyak orang di perusahaan makanya Daddy sangat sibuk. Benarkan Dad?”
Arthur terdiam sejenak, cerita apa yang sudah gadis ini beritahukan kepada anaknya. Andai Aron tau alasannya tidak pulang bukanlah kesibukan itu mungkin dia tidak akan bersikap selembut ini padanya.
“Y-yah daddy sibuk bekerja.”
“Jangan bersedih Dad, Daddy bekerja juga untuk kami. Terimakasih Dad. Aku sayang Daddy.” Ucap Aron membuat hati Arthur semakin sakit.
“Daddy berjanji akan meluangkan waktu lebih banyak untuk kalian.” Arthur mengelus kepala Aron dengan lembut.
“Benarkah? Terimakasih Dad. Yeyyyy… Aron senang sekali.” Aron terlihat sangat Bahagia. Anak itu tidak sabar untuk bermain dengan Daddynya.
Arav melempar mainannya lalu merengek. Aron segera mengambil mainan yang dilempar Arav dan memberikan ke tangan adiknya sebelum menangis kencang. “Cup… cup…”
Arthur memandangnya terharu, Aron lebih paham cara menenangkan Arav dibanding dirinya. Semakin Arthur menghabiskan waktu bersama mereka semakin dia sadar betapa banyaknya waktu yang sudah dia lewatkan tentang mereka.
“Sepertinya Arav haus Dad.”
Arthur panik kebingungan harus berbuat apa. Sebaiknya dia membangunkan Nesa saja, gadis itu lebih paham mengurus kebutuhan anak-anak.
“Jangan Dad.” Ujar Aron menghentikan Arthur.
“Ada apa Son? Dad harus membangunkannya sebelum Arav menangis.”
“Hari ini Arav sangat nakal Dad, Sus Nesa menggendongnya sepanjang hari. Pasti Sus Nesa sangat lelah sekarang. Biarkan saja dia tidur Dad.”
Mendengar ucapan Aron, Arthur semakin merasa bersalah. Dia malah ikut-ikutan merepotkan Nesa juga.
Arthur menggaruk kepalanya bingung apa yang harus dilakukan sekarang. “Tapi Daddy tidak mengerti harus melakukan apa.”
“Daddy ini bagaimana, tentu saja kita harus membuatkan Arav susu.”
“Itu dia, Daddy tidak mengerti cara melakukannya.”
“Lebih baik daddy menggendong Arav saja, Aron akan membuatnya sendiri.”
“Lebih baik jangan Son, nanti kalau salah dan Arav keracunan bagaimana.” Ucap Arthur khawatir.
Aron menggeleng-gelengkan kepala. Kata Sus Nesa Daddy sangat pintar tapi apa yang dia lihat sekarang. Daddy tidak mengerti apapun.
Aron meminta Arthur mengambil botol susu di lemari. Tingginya masih belum cukup untuk menggapainya walau sudah menggunakan kursi. Dengan susah payah Arthur mengambilnya. Pria itu terlihat kesulitan menggendong Arav sambil mengambil botol susu. Dia tidak terbiasa dengan pekerjaan seperti ini.
Arthur memperhatikan cara Aron membuatnya. Aron naik ke kursi supaya tangannya bisa mencapai susu Arav. Anak itu menjelaskan apa yang diajarkan Sus Nesa padanya waktu itu. Satu sendok susu untuk angka tiga puluh ml dan dua sendok untuk angka enam puluh ml. Aron memasukkan air hangat ke botol susu. Biasanya Arav minum susu enam puluh ml berarti Aron harus memasukkan dua sendok susu kedalamnya. Aron menutup botol lalu mengocok susu seperti yang pernah Sus Nesa ajarkan.
“Nah sudah Dad…. Coba teteskan di tangan Daddy.” Ucap Aron menyerahkan botol susu itu pada Daddynya.
“Untuk apa? Arav akan minum susu dari botol bukan dari tangan.”
Aron menghela nafas. Dia semakin meragukan semua ucapan Sus Nesa mengenai kepintaran Daddy. “Oh ayolah Dad, Daddy harus mengecek dulu suhu susunya di tangan sebelum memberikannya pada Arav. Kata Sus Nesa kalau masih panas harus ditunggu dulu sampai dingin supaya lidah Arav tidak terluka.”
“Oooo begitu…” Arthur mengangguk seolah baru saja mendapatkan ilmu yang sangat berharga.
“Daddy ternyata payah…” Ejek Aron. Anak itu merasa di atas angin karna mengetahui apa yang Daddy tidak ketahui.
“Payah…?” Arthur memperjelas kembali apa yang baru saja dia dengar. Dia dikatai payah oleh anaknya sendiri. Kejadian macam apa ini.
“Sudahlah Dad, Arav sudah merengek. Sebaiknya kita harus segera memberikan susu sebelum dia menangis dan membangunkan Sus Nesa.” Aron merasa kasihan dengan Sus Nesa. Adiknya hari ini sangat nakal, terus menangis dan selalu meminta digendong. Beberapa kali Aron memperhatikan Sus Nesa sedang memijat pundaknya.
Melihat bagaimana Aron terlihat khawatir pada pengasuhnya, Arthur menilai Aron sangat menyayangi Nesa. Hati Arthur sedikit tercubit… mmm cemburu anaknya lebih menyayangi pengasuh dibandingkan dirinya.
Arthur memberikan susu Arav dengan perlahan sesuai instruksi Aron. Anak itu banyak mengajarinya. Arthur jadi menyesal tidak mengizinkan Aron membuat susu Arav di mobil waktu itu. Aron bahkan mengetahui lebih banyak darinya soal ini. Arav mengucek kedua matanya setelah diberikan susu. Tak lama anak itu sudah menutup mata. Arthur menghela nafas lega… Akhirnya.
“Daddy harus membuat Arav sendawa dulu sebelum tidur. Kata Sus Nesa dia akan muntah kalau tidak disendawakan dulu.”
Arthur mengernyit… membuat sendawa? Apa lagi itu. Pria itu memutuskan untuk mencarinya di internet untuk membuktikan kebenaran ucapan Aron. Meski Aron bilang kata Sus Nesa, Arthur tetap tidak boleh langsung percaya begitu saja. Ternyata Aron sepenuhnya benar. Arthur berjanji dalam hatinya mulai detik ini tidak akan menyepelekan ucapan Aron lagi. Athur mempraktekkan cara mensendawakan bayi seperti yang baru saja dia tonton di yutube.
pliss
bagus banget