Jodoh itu unik.
Yang selalu diimpikan, tak berujung pernikahan. Yang awalnya tak pernah dipikirkan, justru bersanding di pelaminan.
Lintang Jelita Sutedjo dan Alan Prawira menikah atas dasar perjodohan kedua orang tuanya. Selisih usia 10 tahun tak menghalangi niat dua keluarga untuk menyatukan anak-anak mereka.
Lintang berasal dari keluarga ningrat yang kaya dan terpandang. Sedangkan Alan berprofesi sebagai dokter spesialis anak, berasal dari keluarga biasa bukan ningrat atau konglomerat.
Pernikahan mereka dilakukan sekitar empat bulan sebelum Lintang lulus SMA. Pernikahan itu dilakukan secara tertutup dan hanya keluarga yang tau.
Alan adalah cinta pertama Lintang secara diam-diam. Namun tidak dengan Alan yang mencintai wanita lain.
"Kak Alan, mohon bimbing aku."
"Aku bukan kakakmu, apalagi guru bimbelmu yang harus membimbingmu!" ketus Alan.
"Kak Alan, aku cinta kakak."
"Cintaku bukan kamu!"
"Siapa ??"
Mampukah Lintang membuat Alan mencintainya? Simak kisahnya.💋
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 - Minta Peluk
Campuran rasa patah hati dan kecewa dari masa lalu Alan di mana ia terlambat menyampaikan cintanya pada wanita yang disukainya masih menumpuk di jurang hatinya.
Beberapa waktu terakhir ini ditambah pernikahan atas dasar perjodohan dengan Lintang dengan latar belakang mantan ABK adalah wanita yang tak dicintainya.
Perbedaan usia serta pemikiran membuat semuanya terakumulasi sehingga Alan mudah tersulut emosi. Padahal sebelumnya, Alan adalah sosok penyabar dan ramah pada setiap orang.
Tak lama setelah Alan membentak Lintang yang tengah mengalami alergi kambuh, ia menghela nafas beratnya. Ada sejumput rasa bersalah di dalam hatinya. Namun bibirnya masih bungkam untuk meminta maaf pada istri kecilnya itu.
Mereka berdua saat ini sudah berada di dalam kamar hotel Lintang terbaring lemah di atas ranjang.
Sebelumnya Alan dengan sigap melakukan pertolongan pertama pada Lintang. Ia menepuk punggung Lintang agar istrinya itu mengeluarkan sisa nasi yang masih ada di mulutnya.
Setelah itu, Alan menggendong Lintang di dengan berlari kencang ke kamar hotel untuk menyuntikkan obat khusus mengatasi alergi makanan terutama seafood.
Alan memilih kembali ke kamarnya karena jarak ke rumah sakit lebih jauh daripada hotel mereka. Apalagi jalanan di sana sedang macet. Pasti susah dan butuh waktu lama jika harus mengendarai mobil ke rumah sakit.
Beruntung Alan selalu membawa tas dokter miliknya yang memang cukup lengkap terutama untuk pertolongan pertama.
Ruam merah di area wajah dan leher serta tangan Lintang akibat alergi berangsur memudar. Walaupun masih terlihat samar-samar.
Alan duduk di tepian ranjang sembari menghela nafas beratnya. Kondisi istri kecilnya saat ini sudah lebih baik.
"Maaf," cicit Lintang lirih dengan bibir bergetar menahan tangis. "Maafin adek," sambungnya.
Lintang merasa bersalah pada Alan. Gara-gara dirinya, Alan tak jadi makan dengan tenang dan kenyang di warung tadi. Lintang tau jika Alan pasti saat ini perutnya keroncongan menahan lapar.
Padahal faktanya saat ini mendadak perut Alan sudah kenyang. Naf_su makan serta rasa lapar yang menghinggapi dirinya tadi seketika mendadak hilang entah ke mana setelah melihat Lintang yang kambuh alergi.
"Gara-gara adek, ka_" ucapan Lintang seketika terhenti akibat jari Alan menutup bibirnya.
"Tak ada yang salah. Lebih baik kamu istirahat saja,"
"Hiks...hiks...hiks..." Lintang justru menangis mendengar ucapan Alan barusan yang penuh kelembutan. Ia semakin merasa bersalah pada suaminya itu.
"Adek be_neran eng_gak tau kalau nasi goreng oriental itu ada udangnya. Adek minta maaf. Bener kata kakak, adek memang bodoh! Hiks...hiks...hiks..." ucap Lintang dengan suara terbata-bata tetap meminta maaf pada Alan.
Lintang merutuki kebodohan dirinya sendiri yang tidak pintar dalam segala hal.
Alan justru kini semakin merasa bersalah dan tak tega melihat Lintang yang seperti ini. Tangisan Lintang bukannya mereda, malah makin menjadi.
Beruntung kamar inap mereka termasuk kedap suara. Alhasil tetangga tak perlu protes karena tak mendengar suara tangisan Lintang.
"Kakak pasti sekarang lapar gara-gara adek,"
"Enggak," jawab Alan singkat secara jujur.
"Bohong!"
"Beneran,"
"Bohong!"
"Sumpah,"
"Buktinya apa?"
"Sekarang aku malah ngantuk bukan laper,"
"Ngantuk?"
"Hem,"
"Ya udah, ayo bobo sini."
"Yakin mau nina bobo sama aku?"
"Adek mau kok. Nanti adek boleh minta yang lain gak waktu bobo?"
"Minta apa?
"Peluk,"
"Cuma itu?"
"Iya," jawab Lintang perlahan tangisnya mereda. "Kakak pengin apa dari adek?"
Alan masih terdiam belum menjawab pertanyaan Lintang tersebut.
Perlahan ada sebuah dorongan dari hati Alan sehingga membuat telapak tangannya terulur untuk menghapus jejak air mata di pipi istri kecilnya itu.
"Jangan nangis lagi. Aku enggak suka sama wanita cengeng," jawab Alan dengan suara yang jauh lebih lembut walaupun tetap membingkai sebuah ketegasan dari seorang suami pada istrinya.
"Aku enggak nangis lagi kok, Kak."
Lintang berusaha meyakinkan Alan dengan menyeka pipinya yang samar-samar masih basah dengan telapak tangannya.
"Adek enggak akan cengeng lagi. Maafin adek ya,"
"Hem,"
Akhirnya malam itu keduanya tidur di atas ranjang yang sama. Alan memeluk tubuh Lintang dari arah belakang. Lintang membalasnya dengan memegang erat telapak tangan Alan yang ada di depan perutnya seolah takut kehilangan.
Suara dengkuran halus terdengar jelas di telinga Alan. Hal ini menandakan bahwa istri kecilnya itu sudah masuk ke alam mimpi.
Kini menyisakan pening di kepala Alan karena sesuatu yang panjang berotot di bawah perutnya mendadak bangun dan mulai men0njol tapi bukan bakat. You know what I mean.
Adrenalin Alan malam ini mendadak berpacu berbalut hassrat. Hal ini tentu menandakan bahwa dia pria normal alias tulen.
"Astaga, kenapa doi malah bangun di saat begini? Dasar gak punya akhlak!" batin Alan mengomel pada senjata pribadinya.
Alan pun melirik ke arah bawah perutnya. Ia cukup terkejut melihat celana piyama tidurnya terutama di bagian tengah antara kedua pa_ha nya ternyata sudah menggelembung.
"1-2-3 ayo tidur! Tidak ada acara suntikan malam pengantin. Adanya suntikan alergi kambuh. Dia masih bocil, woi! Inget itu! Kalau kamu gak tidur juga, nanti aku kasih CTM!" batin Alan seperti orang gila yang sedang memarahi senjata masa depan miliknya sendiri yang mendadak bangun tengah malam.
Bersambung...
🍁🍁🍁
gemes sm si lintang jdnya