NovelToon NovelToon
七界神君– Dewa Penguasa Tujuh Dunia

七界神君– Dewa Penguasa Tujuh Dunia

Status: sedang berlangsung
Genre:Budidaya dan Peningkatan / Perperangan
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Radapedaxa

Tujuh dunia kuno berdiri di atas fondasi Dao, dipenuhi para kultivator, dewa, iblis, dan hewan spiritual yang saling berebut supremasi. Di puncak kekacauan itu, sebuah takdir lahir—pewaris Dao Es Surgawi yang diyakini mampu menaklukkan malapetaka dan bahkan membekukan surga.

Xuanyan, pemuda yang tampak tenang, menyimpan garis darah misterius yang membuat seluruh klan agung dan sekte tertua menaruh mata padanya. Ia adalah pewaris sejati Dao Es Surgawi—sebuah kekuatan yang tidak hanya membekukan segala sesuatu, tetapi juga mampu menundukkan malapetaka surgawi yang bahkan ditakuti para dewa.

Namun, jalan menuju puncak bukan sekadar kekuatan. Tujuh dunia menyimpan rahasia, persekongkolan, dan perang tak berkesudahan. Untuk menjadi Penguasa 7 Dunia, Xuanyan harus menguasai Dao-nya, menantang para penguasa lama, dan menghadapi malapetaka yang bisa menghancurkan keberadaan seluruh dunia.

Apakah Dao Es Surgawi benar-benar anugerah… atau justru kutukan yang menuntunnya pada kehancuran?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Radapedaxa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8

Di dalam paviliun kecil milik Xuanyan, lilin menyala redup, cahayanya bergetar seiring angin yang berhembus masuk melalui jendela terbuka.

Xuanyan duduk bersila di atas ranjang meditasi, wajahnya serius. Gulungan kuno itu tergeletak di hadapannya, memancarkan aura samar yang membuat ruang kecil itu terasa berat dan misterius.

Ia menatap gulungan itu dengan sorot mata tegas.

“Baiklah… karena gulungan ini telah memberikan pencerahan padaku, aku tidak boleh mundur lagi. Aku akan melangkah maju.”

Namun, tiba-tiba rasa ragu menyelinap di benaknya. Ia menggigit bibir bawah, tangannya sedikit bergetar.

“Namun… apakah aku bisa melakukannya tanpa orang sekuat guru Xuan Zhi’er? Tanpa bimbingan yang tepat… apakah aku tidak akan hancur sebelum berhasil?”

Bayangan Zhi’er muncul dalam pikirannya—tatapan penuh keteguhan, rambut putih bercahaya dengan semburat biru, dan momen ketika seluruh meridian Zhi’er terbuka dalam badai es surgawi. Xuanyan merasakan dadanya sesak.

Tapi seketika ia menggeleng kuat, menepis keraguan itu.

“Tidak. Jangan membandingkan dirimu dengan orang lain, Xuanyan. Kau sudah diberi petunjuk… itu sudah lebih dari cukup. Sekarang tinggal kemauan, dan bagaimana caramu memanfaatkannya. Tidak ada yang mustahil.”

Tangannya mengepal di atas lututnya, kuku-kukunya menekan kulit. Perlahan ia menarik napas panjang, membiarkan udara dingin malam memasuki paru-parunya.

Lalu, ia menutup mata.

Ketika Xuanyan benar-benar memusatkan perhatian, gulungan di hadapannya tiba-tiba bergetar ringan. Cahaya putih keperakan menyelimuti permukaannya, lalu perlahan tulisan kuno yang sebelumnya samar mulai memancar keluar. Tulisan itu berhamburan ke udara, berputar mengelilingi tubuh Xuanyan seperti bintang-bintang kecil.

“Apa ini…” gumamnya lirih.

Sesaat kemudian, tulisan kuno itu berpendar lebih terang, lalu satu demi satu menyatu masuk ke dalam keningnya, menembus langsung ke dalam kesadarannya.

Xuanyan mendesah kaget, tubuhnya sedikit terhuyung, namun ia tidak menghentikan fokusnya.

Di dalam Alam Bawah Sadar

Xuanyan mendapati dirinya berdiri di sebuah ruang kosong tanpa batas. Langitnya putih kelabu, tanahnya tidak berujung, seperti alam yang hanya terdiri dari kesadaran. Di depannya, tulisan kuno yang tadi berterbangan kini melayang, lalu menyusun diri membentuk sebuah kalimat.

Mata Xuanyan membesar.

“Ini… bisa kubaca?” katanya tertegun.

Sebelumnya, simbol itu sama sekali asing, seakan berasal dari peradaban yang sudah musnah. Tapi sekarang, huruf-huruf itu jelas di matanya, penuh makna, seolah-olah sejak lahir ia sudah mengetahuinya.

Tulisan itu perlahan membentuk kata-kata sederhana namun penuh bobot:

“Bagian Pertama.”

Xuanyan menelan ludah, jantungnya berdegup keras.

“Bagian… pertama? Jadi metode ini memiliki kelanjutan…”

Ia memusatkan perhatian, dan seketika huruf-huruf berikutnya mulai muncul, berbaris seperti aliran cahaya. Semakin lama ia membaca, semakin dalam kesadarannya tenggelam. Lalu, seolah diiringi gema gaib, suara retakan lirih terdengar dari dalam tubuhnya.

Crack… crack…

Xuanyan terkejut, tubuhnya bergidik. Ia segera menyadari: itu adalah suara dari dalam meridiannya.

Di dunia nyata, tubuh Xuanyan bergetar hebat. Keringat dingin mengalir dari pelipisnya, wajahnya pucat namun matanya tetap tertutup rapat.

Di dalam tubuhnya, meridian-meridian yang selama ini membeku oleh es surgawi perlahan retak. Es tebal yang melapisi jalur energi di tubuhnya mulai muncul garis-garis pecah.

Xuanyan merasakan sakit yang luar biasa. Rasanya seperti tulang-tulangnya dihantam palu, darahnya mendidih, dan jantungnya diperas dari dalam.

“Arghh…!” erangannya tertahan, bibirnya berdarah karena ia menggigit terlalu kuat.

Namun ia tidak menyerah. Kata-kata dari gulungan terus bergema dalam kesadarannya:

“Es surgawi bukanlah kutukan, melainkan pedang bermata dua. Hanya dengan membiarkan dinginnya menusuk hingga ke sumsum tulang, barulah kau dapat mematahkan belenggu yang dibuat langit.”

Xuanyan menggemetar, namun ia menegakkan punggungnya lagi.

“Kalau aku harus menahan rasa sakit ini… maka biarlah! Aku tidak akan berhenti sebelum meridianku terbuka!”

Rasa dingin yang menusuk kini berubah jadi pusaran es yang menyelimuti tubuhnya. Dari luar, ruangan Xuanyan dipenuhi hawa beku. Lilin yang menyala pun bergetar, api hampir padam karena serangan suhu ekstrim.

Tiba-tiba…

CRAAACK!

Retakan keras terdengar jelas.

Xuanyan terbelalak di dalam kesadarannya. Ia bisa merasakan jelas—salah satu jalur energi di tubuhnya, meridian pertama, akhirnya pecah dari lapisan es yang membelenggunya.

Gelombang energi hangat menyapu tubuhnya, meski bercampur rasa sakit tajam. Air mata menetes dari sudut matanya tanpa sadar.

“Haah… haah… berhasil… aku berhasil membuka… satu meridian…” katanya terengah, suaranya parau.

Namun belum selesai ia bersyukur, rasa sakit berikutnya datang, lebih brutal. Seakan tubuhnya tahu, ini hanyalah awal.

Xuanyan menggertakkan giginya.

“Ini baru awal, Xuanyan! Jangan puas hanya dengan satu! Jika kau berhenti di sini… semua yang sudah kau korbankan akan sia-sia!”

Ia mengatur napas, mengikuti instruksi yang terus muncul dari gulungan: mengalirkan energi dingin itu bukan menolak, melainkan mengarahkannya. Bukan melawan Dao es surgawi, melainkan memahami dan menundukkannya.

Di bawah tuntunan itu, meridian kedua mulai bergetar. Suara retakan halus muncul lagi, disertai rasa sakit yang membuat tubuhnya bergetar keras.

Crack… crack… craaack!

“Ughhhhhh…!” Xuanyan meraung, nadinya hampir pecah.

Tapi saat suara pecah itu berakhir, meridian kedua terbuka. Lalu, secara beruntun, energi es surgawi kembali menyerang, mencoba menghancurkan tubuhnya dari dalam.

Xuanyan menundukkan kepala, wajahnya penuh keringat dan darah kotor yang mengalir dari tujuh lubang ditubuhnya. Namun di balik itu, matanya bersinar dengan kobaran tekad.

“Aku tidak akan berhenti… sampai semuanya terbuka!”

Di luar ruangan, hawa dingin semakin brutal. Tanah mulai tertutup lapisan es tipis, jendela berembun, dan udara bergetar oleh tekanan spiritual yang tak bisa dijelaskan.

Jika ada murid biasa yang lewat, mereka pasti akan membeku hidup-hidup hanya dengan mendekati paviliun Xuanyan.

Namun Xuanyan tidak peduli. Semua yang ada di pikirannya hanya satu hal: membuka meridian demi meridian.

Setelah waktu yang terasa seperti berabad-abad, Xuanyan berhasil membuka meridian ketiga… keempat… kelima… setiap kali, rasa sakitnya makin gila, tapi setiap kali pula energi baru mengalir dan memperkuat tubuhnya.

Akhirnya, ketika meridian ketujuh retak, Xuanyan hampir pingsan. Pandangannya gelap, tubuhnya gemetar. Namun di lubuk hatinya, api yang tak bisa padam terus menyala.

“Tidak… aku tidak boleh berhenti sekarang. Aku… Ling Xuanyan… tidak akan menyerah!”

Ia menarik napas panjang, dan dengan sisa tekad terakhir, ia mendorong kesadarannya ke arah meridian kedelapan.

BOOOM!

Ledakan cahaya biru keperakan muncul dalam kesadarannya. Seluruh tubuhnya tersentak, lalu—

CRAAAAACK!

Meridian kedelapan terbuka dengan keras.

Xuanyan terhempas ke belakang, tubuhnya jatuh ke lantai dengan keras, darah muncrat dari mulutnya. Namun senyum tipis terukir di bibirnya.

“Heh… haah… aku… berhasil membuka delapan meridian… dalam satu malam… Dengan usaha ku sendiri..”

Ia tergeletak, nyaris tak bisa bergerak. Tapi di matanya ada cahaya baru—cahaya seseorang yang baru saja merobek sedikit belenggu takdirnya sendiri.

Xuanyan tergeletak di lantai, napasnya berat, darah mengalir dari sudut bibirnya. Seluruh tubuhnya remuk, seakan setiap tulang dan ototnya telah dihantam ribuan palu raksasa. Namun, di tengah kelelahan yang menghancurkan itu, untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia bisa merasakan aliran Qi.

Qi dingin dan murni berputar pelan di dalam tubuhnya, mengalir dari meridian ke meridian yang baru saja terbuka. Sensasi itu membuat jiwanya berguncang—ini adalah dunia baru yang sebelumnya hanya bisa ia impikan.

Xuanyan tertawa kecil, suara serak bercampur darah.

“Ha… akhirnya… aku bisa merasakan Qi yang mengalir di tubuhku….”

Namun, seiring senyum samar itu, matanya meredup lagi. Ia menutup mata sejenak, tapi dalam kesadarannya tekadnya semakin keras.

“Ini… tidak cukup,” desahnya pelan. “Aku harus membuka… setidaknya lima belas meridian. Jika tidak… aku tidak akan mampu memanggil malapetaka badai es surgawi itu. Aku tidak bisa berhenti di sini.”

Tubuhnya gemetar hebat, tapi ia menggertakkan giginya hingga berdarah. Kedua tangannya mengepal, dan dengan napas kasar ia duduk bersila kembali.

Kultivasi Dimulai Lagi

Begitu Xuanyan kembali memasuki kondisi kultivasi, hawa dingin yang menyelimutinya semakin mengerikan. Dari dalam tubuhnya, energi dingin es surgawi meluap tanpa kendali, menyebar ke seluruh ruangan, lalu keluar dari celah-celah dinding paviliunnya.

Udara pagi yang harusnya hangat perlahan berubah dingin. Di luar, beberapa murid yang baru bangun pagi merapatkan jubah mereka sambil bergidik.

“Hei, kenapa pagi ini dingin sekali?” salah seorang murid mengeluh.

“Benar, bukankah musim dingin masih lama? Kenapa rasanya seperti ada angin es menembus tulang?”

Mereka tidak tahu bahwa sumber hawa dingin itu adalah Xuanyan, yang tengah memaksa tubuhnya menembus batas.

Xuanyan mengatur napas, mengikuti aliran Qi dingin yang kini ia kendalikan. Ia mendorong Qi itu menyusuri seluruh tubuh, membiarkan dingin surgawi menembus sumsum tulang, mengikis dan menempa setiap ototnya.

Crack!

Ia bisa merasakan tulangnya berderak, seakan retak, namun kemudian menyatu kembali, lebih kuat dari sebelumnya.

“Tempering Body… lapisan pertama,” gumamnya.

Lalu lagi.

BOOM! Energi dingin menyapu, tulangnya bergetar.

“Lapisan kedua.”

Ketiga, keempat, kelima—setiap lapisan ditempa membuat tubuhnya semakin kokoh, darahnya semakin padat, ototnya semakin kuat. Rasa sakitnya luar biasa, seolah tubuhnya dihancurkan lalu dibangun ulang berkali-kali. Namun di balik rasa sakit itu, Xuanyan merasakan kekuatan baru mengalir, menguatkan pondasinya.

Keenam… dan akhirnya ketujuh.

Xuanyan meraung dalam hatinya, matanya terbuka dengan cahaya biru pucat.

“Tempering Body, lapisan ketujuh!”

Tiba-tiba, tubuh Xuanyan bergetar hebat. Sesuatu dalam dirinya ikut beresonansi. Sumber daya langka—ramuan, pil, dan esensi spiritual yang pernah ia konsumsi di masa lalu tapi tak pernah bereaksi—kini meledak serentak.

Energi yang telah lama terkubur di tubuhnya akhirnya bangkit, berpadu dengan aura dingin surgawi, lalu mendukung kultivasinya.

Aura itu membuat paviliunnya seperti kutub utara. Udara membeku, kaca jendela retak, lantai tertutup lapisan es tebal.

Xuanyan merasakan kekuatannya berlipat ganda.

“Bagus… pondasiku diperkuat! Ini saatnya… tembus lagi!”

CRACK!

Meridian kesembilan terbuka.

“Arghhh!” Xuanyan meraung, darah menyembur dari mulutnya. Namun ia tidak berhenti.

CRACK!

Kesepuluh.

Kesebelas.

Keduabelas.

Setiap meridian yang terbuka membuat tubuhnya semakin hancur, tapi di saat yang sama, semakin kokoh. Energi dingin membanjiri tubuhnya tanpa ampun, tapi ia menundukkannya dengan tekad.

Akhirnya—

TEMBUS!

Meridian ketigabelas terbuka, Qi surgawi berputar deras di dalam tubuhnya.

Xuanyan menutup mata, merasakan arus Qi yang deras dan kuat, menabrak setiap jalur energi dalam tubuhnya. Seketika, kultivasinya melonjak tanpa bisa ditahan.

Qi Gathering tahap awal… tengah… puncak!

Dalam sekali hentakan, ia langsung mencapai puncak Qi Gathering, hanya selangkah lagi menuju Qi Refining.

Namun harga yang harus dibayar sangat besar.

Pakaian Xuanyan compang-camping, tubuhnya penuh luka dan darah. Ruangannya hancur berantakan, dipenuhi bongkahan es. Napasnya kasar, dadanya naik turun berat.

“Haah… haah… sial… sepertinya… aku terlalu ceroboh kali ini….”

Ia menunduk, tubuhnya gemetar hebat. Pandangannya kabur, kepala berputar.

“Ini… membuatku… sekarat….”

Kata-kata itu keluar lemah, hampir tak terdengar.

Matanya perlahan terpejam, kesadarannya menghilang.

Di hadapannya, gulungan kuno yang telah membimbingnya tiba-tiba bergetar keras. Retakan muncul di permukaannya.

CRACK!

Satu retakan… dua… lalu—

CRAAAAASH!

Gulungan itu hancur berkeping-keping, berubah menjadi debu bercahaya, lalu menghilang tanpa jejak.

Xuanyan sempat menyadari itu sesaat sebelum matanya benar-benar tertutup.

Namun tepat saat tubuhnya hendak jatuh sepenuhnya ke lantai, dua sosok muncul tanpa suara. Keduanya seperti bayangan yang menyatu dengan malam, namun aura yang mereka pancarkan begitu menakutkan dan dalam—seakan mereka adalah pilar yang menopang langit sekte Azure Cloud.

Mereka adalah Grand Elder Qingshan dan Beihai.

Qingshan menyambar tubuh Xuanyan yang hampir roboh, menopangnya dengan satu tangan.

“Hmm… dia hampir membunuh dirinya sendiri, tapi lihatlah hasilnya. Tiga belas meridian terbuka, pondasi ditempa ulang, dan kultivasi melonjak hingga puncak Qi Gathering…”

Beihai tersenyum samar, matanya memandang Xuanyan seolah melihat harta karun.

“Seperti yang kita duga… dao es surgawi tidak bisa ditundukkan dengan cara biasa. Anak ini… benar-benar telah membuka jalan sendiri. Masa depannya tak terbatas seperti sang legenda.”

Mereka saling bertukar pandang, lalu mengangguk puas.

Qingshan menatap lembut Xuanyan yang pingsan di pelukannya, “Sepertinya waktu yang kita tunggu-tunggu… akan segera tiba. Anak ini kelak akan melampaui ketujuh dunia. Tak kusangka dia berhasil mematahkan kutukan Dao es surgawi tanpa bimbingan seseorang.”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!