Dalam satu hari hidup Almira berubah drastis setelah menggantikan kakaknya menikah dengan King Alfindra. CEO yang kejam dan dingin.
Apakah Almira sanggup menghadapi Alfin, suami yang ternyata terobsesi pada kakaknya? Belum lagi mantan kekasih sang suami yang menjadi pengganggu diantara mereka.
Atau Almira akan menyerah setelah Salma kembali dan berusaha mengusik pernikahannya?
Yuk simak ceritanya, semoga suka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mimah e Gibran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8. Dimana, Almira?
Dengan berat hati Almira meninggalkan mansion mewah itu. Awalnya tak berniat membawa apa-apa, akan tetapi tak ada salahnya membawa beberapa lembar baju. Berulang kali pula Bambang menawarkan diri untuk mengantar akan tetapi Almira menolak.
"Kamu? Bambang ngapain masih disini?" cecar Alfindra begitu pulang kerja mendapati Bambang dan Budi tak mengantar istrinya.
"Nona Almira bilang akan pulang sendiri, Tuan!"
"Bodoh, saya nyuruh kamu jagain istri saya kenapa malah disini, heh?" makinya.
"Nona Almira bilang saya suruh jaga anda, Tuan!" Bambang masih berada di posisinya berdiri tanpa pergerakan.
"Kamu kira saya anak kecil, harus dijaga! Susul Almira dan ikut kemanapun dia pergi."
Alfindra melengos masuk sebelum Bambang membantah lagi.
"Kan kan dimarahi, lagian tugas kita kan ngawal Nona Almira, kamu sok-sokan mau jadi cctv ngawasin pak Alfin. Kan ada Joko tuh, dia bisa memantau semuanya dengan aman."
"Ya, gimana aku tuh gak tega lihat wajah sedihnya Nona Almira." aku Bambang.
Budi memicing menatap Bambang, "jangan bilang kalau kamu suka sama Nona kita. Subambang, kita sama mereka beda kasta!"
"Aku tahu!"
"Ya sudah kita susul Nona Almira ke rumah orang tuanya. Bila perlu kita ikut tinggal disana juga," putus Budi diangguki terpaksa oleh Bambang.
Alfindra meraih minum di kulkas, hampir satu gelas penuh ia tandaskan. Kemudian naik ke lantai atas.
"Sore Alfin," sapa Hana dengan senyuman yang dibuat-buat. Awalnya, Alfin mengira akan lebih leluasa dekat dengan Hana tapi kenapa mendadak perasaannya B aja. Alfin sama sekali tak tertarik melihat wanita itu langsung bahkan tak betah melihat Hana lama-lama seperti saat ia memandangi foto-fotonya.
"Hm." Alfin melengos masuk ke dalam kamar.
"Wtf," maki Alfin begitu sudah mengunci diri.
Melepas pakaiannya dan bertelanjang dada, Alfin malah sibuk menatapi satu persatu foto-foto Hana di dinding kamarnya.
"Gila, aku pasti sudah gila. Kenapa malah mikirin Almira, hah!" decaknya frustasi.
"Come on, Fin! Gadis yang kamu inginkan sudah di depan mata, bahkan mungkin sebentar lagi akan memohon padamu!"
Tiba-tiba Alfindra mengunci pintu kamar dan mencopot semua foto-foto Hana. Ia kesal sendiri, otaknya mulai tidak normal sekarang. Karena yang berlarian disana jelas Almira, sedari tadi pekerjaannya di kantor tak ada yang beres, bahkan Alfindra menjadikan Madel sasaran kemarahannya.
Hana menuruni tangga, akan tetapi tak melihat keberadaan suami Almira disana. Padahal, ia berniat bicara dengan pria itu dan menggodanya. Hana memakai pakaian seksinya dan duduk di ruang santai tanpa dosa.
Hampir jam tujuh Alfin bermaksud turun untuk makan malam, ia yang tertidur sedari selesai mandi tadi seketika lupa kalau Almira tak ada.
"Hai, Fin. Mau makan malam bersama?" Hana berdiri saat menyadari Alfin sudah turun.
"Kau bisa masak?" tanya Alfindra.
"Tidak, tapi aku bisa memesan makanan di luar untukmu. Atau selama Almira gak ada, aku bisa nemenin kamu makan di luar?" Hana tersenyum simpul. Mungkin urat malunya sudah benar-benar putus.
"Aku alergi makanan luar," bohong Alfin.
"Kau makan saja sendiri!" Sambungnya. Ia seperti sedang menelan ludahnya sendiri, menyuruh Almira pulang tapi dia juga yang blingsatan mencari.
Alfin menggeleng pelan, dan gelengan itu berhenti kala melihat Bambang dengan raut wajah kusut dan menunduk kembali ke mansion.
"Tuan!"
"Kenapa kembali?" gengsi Alfin meninggi lagi.
"Aku menyuruhmu menjaga istriku, bukan?"
"Maaf, Tuan! Kami, aku dan Budi sudah mendatangi rumah orang tua Nona Almira, tapi Nona tidak ada disana. Bahkan Tuan Anton malah bertanya, kenapa sampai sore Nona Almira belum sampai rumah."
"Ck!"
Sialnya, Alfin sama sekali tak memiliki nomor ponsel Almira. Gila, benar-benar gila! Dalam satu hari istri nakalnya itu menghilang, otaknya dibuat blug dan porak poranda.
"Mana mungkin? Bukannya Anton sendiri yang menyuruh Almira kesana. Atau ini akal-akalan Anton?"
Dengan kemarahan yang hampir meledak, setengah berlari kembali ke kamar dan menyambar kuncinya. Alfindra sendiri yang akan pulang membawa Almira dari tua bangka Anton.
"Mau kemana? Boleh aku ikut?" Mohon Hana.
"Cih, bukan urusanmu!"
Hana menekuk wajahnya, " tapi aku nggak mau disini sendiri, Fin! Masa kamu tega ninggalin aku sendiri di mansion milikmu." Rayu Hana, ia masih belum menyerah untuk menggoda Alfindra.
"Kalau begitu kamu pulang saja! Bisanya cuma ngrepotin," desis Alfindra membuat Hana semakin kesal.
"Sial, bisa-bisanya dia bilang aku merepotkan. Heh, aku berharap sih Almira itu pergi jauh-jauh dari kamu," batin Hana kesal.
"Tapi kalau aku pergi? Artinya aku nyerah dong? Gak, gak boleh. Enak aja, Almira tinggal di mansion semewah ini, seharusnya semua ini milikku!" Hana mencoba menyemangati dirinya sendiri.
Alfindra melajukan mobilnya cepat menuju mansion Anton, ia bersama Bambang dan Budi akan menggeledah mansion Anton bila perlu.
Tok tok tok, dengan tak sabar Alfin mengetuk pintu.
"Hm, datang juga kamu!" Sambut Anton tersenyum.
Alfindra menarik krah Anton dan menatap mertuanya tajam, "dimana Almira?" cecarnya.
"Almira tidak disini, seharusnya aku yang tanya dimana Almira? Apa kau tak mengizinkannya untuk mengunjungiku?" tanya balik Anton dengan ekspresi sesantai mungkin.
Jika dulu, ia akan mentuan-tuan kan Alfindra, tidak dengan sekarang. Hutangnya lunas, dan statusnya adalah mertua membuat Anton tak lagi sungkan.
"Ini pasti rencanamu kan? Hah, jawab!" masih tak melepaskan, Alfindra bahkan mendorong Anton mundur.
Bugh...
Anton terjatuh karena dorongan kuat Alfin. Bambang dan Budi memilih sigap di belakang, tanpa berniat mendebat apa yang telah dilakukan Tuan nya saat ini.
"Kau keterlaluan Alfindra!" teriak Anton.
"Aku mertuamu kalau tidak lupa!"
"Berdiri Pak tua! Katakan dimana istriku, kau meminta istriku pulang disaat aku sedang sibuk-sibuknya bukan? lalu menyuruh Hana Araya datang kesana bahkan berniat menginap hehe, aku memuluskan rencanamu! Tapi jika sampai kamu menyembunyikan Almira. Habis Hana di tanganku! Kamu yang paling paham aku orang seperti apa, Pak tua. Aku bisa melukainya, memotong-motong tubuhnya untuk dijadikan makanan singa!" Ancam Alfindra membuat Anton menciut seketika.
Sial, Anton bahkan sama sekali tak tahu kalau Hana mendatangi kediaman Alfindra. Masalahnya, dia benaran tidak tahu dimana Almira berada.
"Aku tidak tahu!" Anton melemah, tenaganya habis seketika hanya untuk memikirkan kemungkinan-kemungkinan kedepannya.
"Kau mau mengujiku? Jelas-jelas kau yang memintanya pulang kemari bukan?"
"Ya, itu benar. Tapi, aku benaran tidak tahu dimana Almira berada. Kenapa kau tak menghubunginya? Kamu bisa menelponnya dan tanya dimana gadis sia lan itu."
Bugh!
"Kau sungguh cari ma ti? Wanita yang kau sebut sia lan itu istriku, ISTRIKU!" tegas Alfindra sekali lagi.
Kini ia tahu kenapa Almira berusaha menjadi istri yang baik, mungkin alasan terkuatnya adalah keluarga Almira sendiri lebih mirip ba*jingan.