NovelToon NovelToon
Menjadi Yang Terkuat Di Dunia Kultivasi Immortal

Menjadi Yang Terkuat Di Dunia Kultivasi Immortal

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Misteri / Fantasi Timur / Epik Petualangan / Harem / Romansa
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Chizella

HIATUS AWOKAOWKA

"Kau akan dibunuh oleh orang yang paling kau cintai."

Chen Huang, si jenius yang berhenti di puncak. Di usia sembilan tahun ia mencapai Dou Zhi Qi Bintang 5, tetapi sejak usia dua belas tahun, bakatnya membeku, dan gelarnya berubah menjadi 'Sampah'.

​Ditinggalkan orang tua dan diselimuti cemoohan, ia hanya menemukan kehangatan di tempat Kepala Desa. Setiap hari adalah pertarungan melawan kata-kata meremehkan yang menusuk.

​Titik balik datang di ambang keputusasaan, saat mencari obat, ia menemukan Pedang Merah misterius. Senjata kuno dengan aura aneh ini bukan hanya menjanjikan kekuatan, tetapi juga mengancam untuk merobek takdirnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chizella, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 7: Ramalan

​Xin Li menarik napas dalam, matanya terpejam. Tangannya yang ramping dan seputih pualam terangkat, kedua telapak tangannya menyatu di depan dada dalam pose doa yang sakral. Itu adalah sebuah gerakan yang halus, mengubah keanggunannya menjadi gerbang spiritual.

Saat kedua ujung jemari lentiknya bertemu, lima buah kartu muncul dari kehampaan, bukan dari saku, melainkan dari energi yang berputar di sekitarnya. Kartu-kartu itu bersinar dengan cahaya bulan perak, berputar dalam orbit yang sempurna mengelilingi Xin Li, laksana lima satelit kecil yang taat pada pusat gravitasi mereka.

​"Chen Huang," panggilnya, suara lembutnya kini terdengar seperti bel suci, membawa nada otoritas yang tenang.

​Xin Li membuka kedua telapak tangannya, telungkup ke atas, sebuah isyarat tanpa kata yang mengundang Chen Huang untuk bersentuhan.

​Chen Huang merespons isyarat itu. Ia mengulurkan tangannya dan meletakkannya dengan hati-hati di atas telapak tangan Xin Li. Sentuhan itu tidak menghasilkan kejutan energi yang kasar, melainkan sebuah kehangatan yang lembut dan merambat.

Begitu telapak tangan mereka bersentuhan, kartu-kartu yang melayang di udara seketika mulai berputar lebih cepat, kecepatan orbit mereka meningkat drastis, mengaburkan cahaya perak mereka menjadi cincin energi yang berkilauan di sekitar mereka.

​"Menembus batasan... menerobos masa depan, melampaui segalanya," Xin Li mengucapkan kalimat singkatnya, setiap kata terdengar seperti kunci yang membuka pintu tersembunyi.

​Perlahan, kelopak matanya yang terpejam terbuka kembali. Mata aslinya, yang kini bersinar dengan intensitas keemasan yang menakjubkan, memancarkan cahaya yang beriringan dengan naiknya kelima kartu ke puncak rotasi mereka. Cahaya itu memancar sejenak, lalu meredup.

​Beberapa saat yang terasa seperti keabadian berlalu. Kemudian, salah satu kartu, seolah ditarik oleh takdir yang tak terhindarkan, memisahkan diri dari orbit. Kartu itu turun dengan perlahan, melayang lurus ke hadapan Chen Huang. Di permukaannya yang kini berhenti berputar, terukir satu kata 'Mati'.

​Chen Huang membeku. Pandangannya terpaku pada kata yang ditulis takdir itu. Pemandangan di sekitarnya, pepohonan, cahaya matahari—semuanya memudar, hanya menyisakan kartu tunggal itu.

​Pada saat yang sama, Xin Li gemetar. Air mata, bening laksana kristal, mulai menetes dari mata emasnya yang indah, mengukir dua jalur basah di pipinya yang seputih susu. Tubuhnya bergetar, bahunya sedikit terangkat, menandakan ia telah menyaksikan hal yang begitu menyedihkan, sebuah tragedi yang tak terelakkan. Ia telah melihat masa depan.

​"Xin Li... apa maksudnya ini?" tanya Chen Huang. Suaranya terdengar seperti bisikan yang tertahan, ia sama sekali tidak menanyakan mengapa wanita itu menangis, fokusnya mutlak pada kata 'Mati' yang menghantui.

​Xin Li, yang masih setengah menangis, menarik napas gemetar. Bahunya turun naik dengan irama kesedihan. "Chen Huang..." suaranya terpotong oleh isakan yang tertahan di tenggorokannya. Ia kembali mengusap air matanya dengan punggung tangan, gerakan yang cepat dan putus asa. "Kau akan di bunuh oleh orang yang paling kau cintai."

​Pengakuan itu menghantam Chen Huang bagai sambaran petir spiritual. Energi di tubuhnya, yang baru saja ia stabilkan, seketika menghilang. Seluruh tubuhnya menjadi lemas dan hampa seketika. Kartu ramalan itu terlepas dari genggamannya yang melemah dan terjatuh ke tanah hutan. Tubuhnya tidak sampai ambruk, tetapi punggungnya sedikit goyah, sebuah manifestasi fisik dari inti batinnya yang terkejut dan terguncang.

​"Aku..." Chen Huang hanya mampu mengeluarkan satu suku kata.

​"Maaf!" Xin Li tiba-tiba menyela, suaranya dipenuhi penyesalan. "Seharusnya aiu tidak meramalmu... seandainya aku tidak melakukan itu..." Tangisan kesedihan itu terus berlanjut, Xin Li menundukkan kepalanya, rambut hitamnya jatuh menutupi sebagian wajahnya.

​Di tengah tangisan dan penyesalan wanita itu, sebuah kehendak yang tak terpecahkan menyelimuti Chen Huang. Ia mengulurkan tangan kanannya, gerakannya lambat dan penuh makna, dan menyentuh bahu Xin Li. Sentuhan itu sangat lembut, bukan sentuhan yang menuntut, melainkan sebuah penegasan yang meyakinkan.

​"Aku tidak akan mati..." ucapnya. Tatapan matanya, yang kini kembali tajam dan memancarkan keyakinan yang baru, menembus lapisan kesedihan Xin Li. "Jika ramalan itu punya kemungkinan 90% akan terjadi, maka aku akan berusaha keras agar mendapatkan 10% sisanya."

​Xin Li mengangkat kepalanya. Air matanya mulai berhenti mengalir, mata emasnya menatap ke dalam mata Chen Huang, mencari kebenaran dalam kata-kata itu. "Tapi..."

​Chen Huang mempererat sentuhan di bahunya. "Tenang saja, aku akan jadi yang terkuat. Sangat kuat, sampai tidak ada lagi yang akan mengkhawatirkanku." Itu bukan janji kosong.

​Air mata Xin Li masih menyisakan jejak tipis di sudut matanya, sisa-sisa kesedihan ramalan yang membayangi. Ia mengusap air matanya perlahan, gerakan tangannya menunjukkan upaya untuk menarik kembali emosi yang meluap, membiarkan ketenangan mengalir.

​Tepat di saat ketenangan itu mulai terbentuk, sebuah bayangan hitam melesat dari balik pepohonan dengan kecepatan yang membelah udara. Pria itu mendarat di samping Chen Huang, kakinya menghantam tanah hutan dengan kekuatan yang menekan. Tanpa sapaan, tanpa peringatan, tinju kanannya menyambar dalam lintasan lurus, bertujuan ke sisi kepala Chen Huang.

​Gerakan Chen Huang secepat kilat, tetapi dengan efisiensi yang nyaris tak terlihat. Ia hanya menggerakkan tubuh bagian atasnya, memutar pinggulnya sedikit ke belakang, memungkinkan pukulan yang sarat energi itu hanya menyapu udara kosong di depan dadanya.

​Dari sisi lain, seorang wanita dengan rambut kuning pucat yang diikat ke belakang, melesat maju. Gerakannya gesit dan tegas. Ia meraih lengan Xin Li, menariknya menjauh dari pusaran ketegangan yang tiba-tiba muncul. Xin Li, yang baru saja selesai dari tangisannya, terkejut dan belum sempat mengeluarkan sepatah kata pun.

​"Beraninya kau membuat Xin Li menangis!" Pria yang menyerang itu meraung. Nada suaranya dipenuhi amarah protektif.

Namanya Pang Bo, ia juga berasal dari Sekte Awan Langit sama seperti Xin Li.

Ia kembali melancarkan serangan beruntun. Setiap pukulan yang ia lepaskan dibungkus oleh Dou Qi kuning pekat yang berputar, memberikan efek visual ancaman yang masif. "Haa!" serunya, Dou Qi-nya berdesir laksana kain sutra yang dirobek.

​Chen Huang menggunakan kaki kanannya sebagai poros, memutar tubuhnya, lalu melompat mundur beberapa langkah. Ini bukan lari, ini adalah teknik menghindar yang terkontrol, menggunakan jarak untuk menilai lawan.

​"Tunggu!" ucap Chen Huang, suaranya mencoba meredakan momentum kesalahpahaman yang meluncur kencang.

​Namun, wanita yang menarik Xin Li, Yun Yuan, menyela dengan suara bernada tajam dan penuh perintah. "Kakak Senior! Hajar dia, dia sudah membuat Xin Li menangis."

​Pang Bo, yang memiliki postur tinggi dan ramping, mengabaikan permohonan Chen Huang. Ia membiarkan Dou Qi di tangannya berputar lebih cepat, perlahan membentuk sebuah bilah pedang yang terbuat dari energi murni—pedang Dou Qi berwarna kuning pekat yang memancarkan aura ketajaman. Ia kembali melesat, gerakannya kini lebih terfokus dan mematikan, melepaskan serangkaian tebasan cepat ke arah Chen Huang.

​Chen Huang menari di antara tebasan maut. Ia menghindari semuanya dengan gerakan yang minimalis, nyaris tak terlihat. Kadang ia hanya memiringkan kepalanya sebesar dua jari, di waktu lain, ia hanya menukikkan pinggangnya ke belakang, membuat bilah pedang Dou Qi itu hanya menyentuh rambutnya. Setiap gerakan adalah hasil perhitungan yang sempurna, membuang energi sekecil mungkin.

​Setelah beberapa saat bertahan, Chen Huang menyadari bahwa Pang Bo tidak akan berhenti. Ia menghela napas, aura ketenangan yang dimilikinya memudar, digantikan oleh fokus seorang petarung.

​"Kau sangat ingin bertarung, bukan?" ​Dou Qi perak yang murni menyelimuti tangan Chen Huang, memadat hingga terlihat seperti sarung tangan logam cair. ​"Kalau begitu mari lakukan!"

​Di sisi lain, Xin Li mulai membuka suara. Ia menarik lengan baju Yun Yuan dengan cengkeraman yang tegas. Yun Yuan, yang memiliki rambut kuning pucat, terkejut melihat kekuatan di balik tarikan tangan juniornya.

​"Kak Yun. Hentikan pertarungan mereka sekarang! Ini kesalahpahaman!" ucapnya dengan nada cemas yang tinggi.

​Yun Yuan menatap tajam ke arah Chen Huang, sikap protektifnya tidak berkurang. "Ada apa denganmu, Xin Li? Bajingan itu membuatmu menangis, kita harus memberinya pelajaran!" balasnya, suaranya tidak menerima perdebatan.

​Yun Yuan dan Pang Bo adalah jenius-jenius yang menonjol dari Sekte Awan Langit. Pang Bo, dengan Pedang Dou Qi-nya, memiliki keterampilan pedang yang hebat.

​Pertarungan antara Chen Huang dan Pang Bo semakin sengit. Keduanya mengeluarkan kemampuan terbaik mereka. Pang Bo, terkejut dengan kemampuan menghindari lawan yang luar biasa, mulai serius menghadapi Chen Huang.

​Chen Huang, setelah beberapa kali menghindari serangan, menemukan celah. Dengan tangan kanannya yang diselimuti Dou Qi perak, ia hendak melancarkan pukulan, pukulan dengan kekuatan penuh. Ia menarik tinjunya ke belakang, bahunya berputar, pinggulnya terkunci. Energi berpusat di lengan, siap untuk dilepaskan.

​Namun, pada momen krusial itu, ketika tinju Chen Huang hampir diluncurkan, Xin Li bertindak. Dengan sebuah gerakan yang tiba-tiba dan putus asa, ia melepaskan diri dari Yun Yuan, melesat maju, dan berhenti tepat di tengah-tengah kedua petarung itu.

​"Berhenti! Ini kesalahpahaman!" teriaknya.

​Dalam sepersekian detik yang mematikan itu, Chen Huang menghentikan seluruh momentum gerakannya. Pukulannya, yang hanya tinggal sedikit lagi mencapai Pang Bo, yang terhalang oleh Xin Li, dibatalkan.

Otot-otot lengan dan bahunya menegang, menahan pelepasan energi yang masif, Dou Qi perak itu berdesir dan menghilang dengan cepat, sebuah bukti kontrol mutlak. Jika ia terlambat sedetik saja, pukulan itu akan melukai Xin Li.

​Chen Huang segera mengalihkan perhatiannya sepenuhnya pada wanita itu. Ia meletakkan tangan kirinya yang bebas, menyentuh wajah Xin Li dengan hati-hati dan lembut, seolah dia adalah porselen rapuh. Matanya, yang tadi memancarkan tekad bertarung, kini dipenuhi kekhawatiran yang mendalam.

​"Xin Li! Apa kau terluka? Apa seranganku mengenaimu?" tanyanya, nada suaranya bergetar karena rasa bersalah, ia khawatir kalau-kalau energi yang ia keluarkan melukai Xin Li.

​Xin Li memandang wajah Chen Huang yang begitu khawatir. Perasaan takutnya lenyap, digantikan oleh kegelian. Ia tertawa kecil, suara tawa yang halus dan renyah. "Aku baik-baik saja."

​Kemudian Xin Li berbalik. Ia menghadap teman-temannya yang kini tampak bingung dan terkejut. Dengan tekad yang baru, ia mulai menjelaskan semuanya, sebuah cerita yang lumayan panjang, menceritakan semua kejadian, kecuali tentang masa depan Chen Huang.

​Setelah mendengar penjelasan panjang itu, Pang Bo menurunkan pedang Dou Qi-nya. "Lalu kenapa kau menangis saat itu?" tanyanya, nada suaranya masih skeptis.

​Xin Li terdiam sejenak. Matanya memutar ke atas, mencari alasan yang masuk akal, ia bingung harus mengatakan apa. Sebuah kepanikan kecil melintas di wajah cantiknya.

​"Itu... ah iya! Chen Huang menceritakan cerita sedih padaku. Karena itulah aku menangis!" ucapnya dengan keras, volume suaranya sedikit terlalu tinggi, tangannya seakan memperagakan adegan menyedihkan yang ia jelaskan, gerakan tangannya canggung dan tidak sinkron dengan ekspresinya.

​Yun Yuan dan Pang Bo, keduanya, mulai menatap Chen Huang dengan tatapan penuh keraguan dan kecurigaan. Sementara itu, Chen Huang hanya bisa tersenyum masam. Ia menyentuh dahinya dengan jari. Ia tidak menyangka kalau Xin Li begitu buruk dan payah dalam berbohong.

...[KARTU RAMALAN]...

...Tiap kartu yang di turunkan berkaitan dengan ramalan tertentu....

生 - Hidup (Putih)

死 - Mati (Hitam)

福 - Keberuntungan (Kuning)

禍 - Kemalangan (Abu-abu)

愛 - Cinta (Merah)

1
Berry
gak ada cover lain kah?
Cecilia-chan: banyak ai nya yg ini, kek bahan gabut selagi aku masi nulis isekai slime, jdi kalau pening dan gada ide ya, kutulis random kesini, gada tujuannya ini novel
total 4 replies
Story
berapa kata di chapter ini?
Cecilia-chan: 1200an
total 1 replies
Story
Lebih baik lewat dialog aja nggak sih tingkatan Kultivasinya🗿
Cecilia-chan: entah kenapa aku pengen simpel aja kek sesepuh fantim yg laen🗿
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!